ABK Asal Tegal, Brebes dan Pemalang, Hilang Kontak di Perairan Taiwan

Tegal, Warta9.com – Peran media massa sangat besar dalam membantu Pemerintah Daerah melayani masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsinya. Di lapangan, terkadang kendala masyarakat tidak tersampaikan secara maksimal.

Merespon pemberitaan yang sedang viral di media khususnya Kabupaten Tegal, tentang sebuah kapal yang berisikan 5 orang ABK (Anak Buah Kapal) yang dikabarkan hilang kontak akibat kapalnya tertabrak kapal tanker saat melaut di perairan Taiwan (3/8).

Dari kelima ABK, 4 orang adalah pelaut Indonesia dan salah satunya berasal dari Kabupaten Tegal Jawa Tengah, Dasirun (26) warga Dukuh Gemahsari RT. 04 RW. 05, Desa Jatimulya, Kecamatan Suradadi, desa yang telah dibangun melalui TMMD Reguler 105 Tegal. Sedangkan rekan lainnya meliputi ABK dari Kabupaten Brebes, Pemalang dan Indramayu, sementara satu lagi berkewarganegaraan Taiwan.

Saat ditemui di kediaman orang tuanya oleh Aan Setyawan, jurnalis lapangan dan Babinsa Jatimulya dari Koramil 05 Suradadi Kodim 0712 Tegal, Serda Mursidi, kedua orang tua Dasirun yaitu Paing (68) dan Taryu (60), membenarkan insiden tersebut. Bahkan, Taryu menitikkan air mata mengingat putra bungsu dari 7 bersaudara yang setiap bulannya menjadi penopang utama kebutuhan mereka. Minggu pagi (11/8/2019).

Dikatakan Paing bahwa, dirinya baru mendapatkan kabar dari pegawai kantor tempat anaknya bekerja dari Pemalang (7/8), dan korban kapal naas itu masih dalam proses pencarian. Sebelumnya, Paing juga mendapatkan kabar awal dari salah satu anaknya, Suratno (33) yang merupakan kakak kandung Dasirun (26) pada Sabtu 3 Agustus 2019.

“Anak saya Suratno yang juga ABK kapal lainnya di Taiwan yang seharusnya sudah pulang awal bulan ini harus menunda kepulangan ke Indonesia karena masih menunggu kabar kelanjutan pencarian kapal maupun adiknya,” ucapnya.

Sementara dibenarkan Babinsa, bahwa Paing dan Taryu tidak mempunyai pekerjaan dan sawah, hanya menggarap lahan lepe-lepe di tepian Jalan Raya Jatimulya untuk ditanami singkong. Untuk mencukupi kebutuhan harian, mereka hanya mengandalkan kiriman Dasirun (lajang) dengan besaran kurang lebih Rp. 1 juta/bulan, sedangkan keenam kakaknya membantu semampunya karena telah memiliki tanggungan keluarga.

“Pak Paing mengalami cacat fisik kaki saat terjatuh dari mobil sebagai buruh penebang tebu 20 tahun silam, sehingga keseharian di rumah, menanam singkong di tanah lepe-lepe Jalan Raya Jatimulya yang mengarah ke Desa Jatibogor, Kecamatan Suradadi,” ucap Mursidi.

Dari penuturan Paing, selama ini dirinya tak pernah sama sekali tersentuh bantuan dalam bentuk apapun sejak Presiden RI yang kedua. Untuk itulah peran media sebagai penyampai informasi, diharapkannya mempu menarik pihak terkait untuk merespon kondisinya yang kemungkinan besar kehilangan penopang utama keluarga, Dasirun, yang belum ditemukan sampai sekarang. Ini merupakan PR di tengah hingar bingar pembangunan. (Sholeh)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.