Bandar Lampung Kota Besar Terkotor :  Catatan Gindha Ansori Wayka

TENTUNYA serasa tak percaya, slogan bersih-bersih tak lagi sakti dalam kehidupan masyarakat Bandar Lampung tatkala kota tapis berseri ini divonis sebagai kota besar terkotor.

Masyarakat tidak pula bisa disalahkan sepenuhnya karena telah menjadi bagian dari indikator vonis kotor oleh tim penilai karena mereka secara berkehidupan sosial masyarakat pun turut andil dalam membantu terutama untuk iuran bayar sampah setiap bulannya.

Semangat bersih-bersih itu harus menjadi tanggungjawab masyarakat setempat, jangan karena alasan atasan sedang berebut kekuasaan yang lebih tinggi lalu bawahan meninggalkan medan perangnya (tugas, pokok dan fingsinya)…

Apa alasannya bisa kotor, kalau kurang personil berdayakan ASN dan Pegawai Honorer terutama yg Polisi Pamong Praja, di dinas instansi atau kecamatan dan kelurahan yang kalau ngantor tanpa meja dan kursi (tidak ada jabatan).

Kalau kurang armada angkutan ketok meja Walikota dan DPRD Bandar Lampung untuk menganggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD) Kota Bandar Lampung setiap tahunnya.

Kalau alasannya dana terbatas dan tidak dianggarkan karena dicoret, mundur saja dari kepala dinas atau satuan kerja jangan sampai niat mau membantu atasan tersebut malah menjadi tempat bulan-bulanan dan kambing hitam atasan saat gagal dalam mengawal kebijakan ideal sebuah kota metropolis.

Mudah-mudahan tahun ke depan di Bandar Lampung tidak lagi terulang soal yang seperti ini karena prestasi terkotor ini sangat memalukan dan dipandang sebagai sebuah kegagalan dalam mengelola pemerintahan secara substansif. (W9)

*Penulis Gindha Ansori Wayka
Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.