Buka Puasa Bersama Wartawan, Dirut Paparkan Strategi PTPN VII Dalam Rangka Recovery

PAPARKAN PROGRAM – Dirut PTPN VII Hanugroho memaparkan program PTPN VII pada acara buka puasa dengan wartawan. (foto : jam)

Bandarlampung, Warta9.com – Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) Muhammad Hanugroho, melakukan buka puasa bersama dengan wartawan di Rumah Kayu Bandarlampung, Senin (27/5/2019).

Hadir dalam acara ini, Sekretaris Perusahaan PTPN VII Agus Faroni, Kasubag Humas Arif Saifudin Zuhri, Plt Ketua PWI Lampung H. Nizwar.

Di depan wartawan sebelum buka puasa bersama Dirut PTPN VII Hanugroho membeberkan program-program yang sedang dilaksanakan oleh PTPN VII.

Menurut Hanugroho, dalam beberapa tahun terakhir, PTPN VII mengalami perlambatan kinerja akibat beberapa faktor. Secara umum, faktor utama yang menjadi penyebab adalah krisis bisnis di bidang agro industri yang melanda dunia. Tidak hanya PTPN VII, hampir semua perusahaan sejenis mengalami gangguan kestabilan bisnis cukup serius.

Hancurnya harga komoditas agro industri, terutama kelapa sawit dan karet, di pasar dunia menjadi simpul utama. Pada era 2010-an, harga dua komoditas yang menjadi core business PTPN VII, mengalami masa keemasannya. Tak heran, saat itu PTPN VII melakukan investasi besar-besaran di dua komoditas itu sebagai upaya mendulang keuntungan. Investasi dalam bentuk replanting (mengganti tanaman tua dengan tanaman baru), revitalisasi pabrik, dan berbagai upaya modernisasi dilakukan manajemen.

Namun kata Hanugroho, dunia bisnis agro industry seperti terbalik ketika memasuki era 2012. Harga terjun bebas sehingga banyak simpul bisnis utama perusahaan mengalami gangguan. Cash flow memburuk mengakibatkan tanaman gagal mendapat nutrisi yang cukup, bahkan banyak yang tak terawat. Infrastruktur rusak tak kebagian dana perbaikan. Bahkan, hak-hak karyawan, antara lain insentif hilang, bahkan pembayaran gaji mengalami keterlambatan.

Kondisi ini tak dapat dihindari oleh manajemen. Sebab, pendapatan dari kebun yang tersisa (tidak direplanting) tidak mencukupi untuk operasional. Sementara, dana investasi yang didapat dari sindikasi bank, harus dibayar cicilannya. Tak pelak, manajemen beberapa kali mengalami stagnasi.

Recovery
Menjalankan bisnis tanpa dukungan likuiditas yang memadai dijalani manajemen PTPN VII, lanjut Hanugroho, berbagai kebijakan dan strategi extra ordinary diberlakukan. Perbaikan kedalam (internal) dilakukan manajemen melalui berbagai kebijakan efisiensi yang ketat, akurasi sasaran, dan optimalisasi aset.
Secara ketat pula, manajemen melakukan gerakan bersama (restrukturisasi human capital, SDM) untuk menguatkan spirit bangkit kepada setiap karyawan. Syukurnya, jumlah karyawan yang mencapai angka 12.000 orang memilik spirit yang sama, yakni, semangat menjemput harapan.

Propaganda positif ini berhasil mengemas krisis menjadi rasa optimistis. Seiring upaya itu, perlahan tenaman-tanaman yang baru direplanting mulai berproduksi. Dan, berangsur-angsur, harapan itu mulai terlihat dan mewujud kembali. Perbaikan keluar (eksternal), manajemen juga melakukan lobi-lobi kepada debitor dalam rangka restrukturisasi financial. Hasilnya, perusahaan bisa mendapatkan kesempatan lebih lega dalam pembayaran cicilan utang investasi.

Perjalanan itu kini sudah melewati masa kritis. Rasa optimisme yang dibangun bersama telah menumbuhkan semangat kerja yang terus membaik, makin bersemangat, makin solid, makin akuntable, dan makin kompak menjadi kuncinya.

Strategi Bisnis
Lalu, apa saja yang dilakukan dan berhasil dijalankan PTPN VII dalam kondisi seperti ini? Hanugroho mengatakan, manajemen berprinsip, dalam situasi apapun, sebagai perusahaan yang mempunyai visi menjadi korporasi kelas dunia, bertekad bahwa dalam situasi apapun visi besar itu harus tetap berjalan. Artinya, meski kondisi keuangan sedang kurang baik, misi-misi dagang dengan relasi global tetap terus dilakukan. Antara lain, PTPN VII harus tetap ada dan tercatat pada frekuensi bisnis yang tune in dengan bisnis global.

Memang, ada beberapa suara sumbang tentang ketetapan manajemen untuk tetap ada pada berbagai ajang-ajang nasional dan internasional, tetapi telah terjawab dengan fakta nyata. Sebagai contoh, PTPN VII terus aktif mengikuti gerak Kementerian Perindusterian RI yang mengawal industri CPO. Hasilnya, kita mendapat kontrak karya dengan pemerintah dalam penyediaan bahan baku industri biofuel berbahan dasar CPO. Terkait dari program nasional itu, kita mendapatkan hibah pembangunan pabrik CPO berkapasitas besar dari Kementerian Perindusterian RI.

Dalam masa kritis, manajemen juga terus mencari terobosan cepat maupun berjangka. Beberapa program optimalisasi aset milik PTPN VII juga diajukan kepada Kementerian BUMN untuk mendapat respons dari berbagai pihak melalui “Program Sinergi BUMN”. Meskipun tidak segera mendapatkan dana segar, perusahaan memilik oportunity bisnis jangka panjang. Antara lain, pembangunan resort wisata Teluk Nipah yang memanfaatkan lahan milik PTPN VII di Afdeling Kalianda, Lampung Selatan. Terkait dengan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS), PTPN VII memiliki andil besar. Lahan PTPN VII Unit Kedaton adalah pintu awal dimulainya pembangunan karena menjadi lahan yang paling siap secara hukum dan fisik untuk segera di bangun. Di lahan kebun karet itu, Presiden Joko Widodo meresmikan ground breaking (peletakan batu pertama) pembangunan JTTS.

Masih berkait dengan lahan di kawasan JTTS, PTPN VII juga masih memilik lahan seluas 350 hektare. Lahan ini saat ini sedang diproses untuk menjadi terminal logistik terpadu yang bekerja sama dengan PT Pelindo II (Indonesia Port Corporation, IPC II) Cabang Panjang dan PT Hutama Karya. IPC II yang sedang bermetamorfosis menjadi perusahaan trade fasilitator akan memanfaatkan lahan tersebut, dan pemerintah akan membuat shortcut, akses jalan tol langsung dari Lematang ke Pelabuhan Panjang. Proposal detail tentang rencana ini telah mendapat persetujuan dari Kementerian BUMN.

Memperbaiki Daya Saing
Percaturan bisnis global yang mempersyaratkan kompetensi tinggi dalam pemanfaatan teknologi juga menjadi tantangan PTPN VII. Tak kurang, PTPN VII pada awal tahun 2019 telah menggunakan sistem pelaporan di semua item modul menggunakan Enterprise Resource Planning (ERP). ERP adalah salah satu sistem paling dominan dipakai korporasi di seluruh dunia.

Mengapa dalam kondisi kurang sehat tetap memaksakan diri mengikuti tren teknologi? Jawabnya, jika PTPN VII tidak ikut berada difrekuensi itu dan tidak ikut bermain, ketika ada kesempatan mendapat planning bisnis dengan perusahaan kelas dunia, kita tidak dapat menjawabnya. Sebab, untuk mendapat kesempatan itu, kita harus berada dalam jangkauan akses dalam percaturan bisnis global.

Dari kompetensi dan etos kerja, PTPN VII berupaya meng-endors experience business dari berbagai perusahaan yang terbukti sukses. Caranya adalah melakukan Kerja Sama Operasonal (KSO) dengan perusahaan lain untuk beberapa item. Pada kebun dan pabrik teh milik PTPN VII di Unit Pagaralam, Sumatera Selatan, manajemen memutuskan untuk melakukan KSO dengan PT. Chakra. Perusahaan yang mengelola kebun, pabrik, dan menangani pemasaran teh dalam jumlah besar. Perusahaan yang bermarkas di Jawa Barat ini telah memulai KSO pada akhir 2018 dengan PTPN VII dengan hasil yang sangat baik.

Progres KSO di kebun dan pabrik teh Gunung Dempo, telah berhasil memasukkan beberapa perlakuan khusus, treatmen lebih ketat, dan kinerja yang lebih padat. Walhasil, Unit Pagaralam yang selama ini belum pernah untung, kini telah mampu setidaknya membiayai dirinya sendiri.

Program KSO, juga dilaksakan di Pabrik Kelapa Sawit Unit Talopino, Provinsi Bengkulu. Pabrik CPO ini bekerja sama dengan PT Bengkulu Sawit Lestari (BLS). Hasilnya, operasional pabrik berkapasitas 40 ton per jam itu tak pernah berhenti beroperasi.

Untuk industri gula putih. Manajemen PTPN VII memutuskan untuk melakukan spin off terhadap pabrik gula yang berada di Bungamayang (Lampung Utara) dan Cintamanis (Sumatera Selatan). Dua pabrik gula tersebut kini telah berada dibawah bendera baru, anak perusahaan PTPN VII bernama PT BCN (PT Buma Cima Nusantara). Perusahaan baru ini merupakan kerja sama dengan swasta melalui kepemilikan saham 51% PTPN VII dan swasta 49%. Tujuan spin off ini, selain untuk mendapatkan dana segar, juga untuk melakukan transfer of knowlegde dan transfer of spirit kinerja perusahaan. Dalam hal ini, manajemen baru akan menerapkan norma-norma baru yang lebih kompetitif dalam mengelola perusahaan secara menyeluruh. (W9-jam)

banner 300250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.