Catatan Ringan Jadi Peserta Uji Kompetensi Wartawan

PERSIS setelah azan magrib berkumandang, klakson mobil terdengar keras menembus jendela kamar tidur. Saat bersamaan, mobil toyota rush yang akan kutumpangi sudah berada di depan rumah. Sudah siap, isyarat pengemudi. Ya, sahutku singkat.

Kamis, (8/4/2021) menjelang malam itu, saya beranjak menuju mobil sembari menenteng tas ransel berisi pakaian dan dokumen referensi untuk persiapan mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Angkatan XXIII, di Swiss-belhotel Bandar Lampung, pada 9-10 April 2021.

Pengemudi itu memutar kuat setir ke arah kanan sambil menekan pedal gas. Terdengar bunyi nyaring gesekan ban. Dan malam itu, dari Kelurahan Kelapa Tujuh Lampung Utara, mobil bergerak menembus malam basah kuyub melintasi jalanan Jeruk, Cokoel Subroto dan Lintas Sumatera.

Di perjalanan, kendaraan hilir mudik melintasi jalanan nasional yang basah itu. Klakson dan sorot lampu mobil saling memberi isyarat ketika berpapasan. Lalu lintas malam itu tampak padat.

Dalam sayup mata yang mulai meredup, saya membayangkan seandainya pemandangan itu dilihat dari drone ketinggian 20 ribu kaki, pasti mobil-mobil itu terlihat seperti sekumpulan semut kecil yang sedang merayap.

Malam itu saya ditemani Nanda, anak sekaligus pengemudi. Sebotol air mineral dan keripik kentang yang kami beli di peristirahatan pertama Candirejo Lampung Tengah, semakin menambah asyik obrolan di perjalanan.

Perjalanan semakin penuh khayal ketika alunan musik daerah mengantarkan saya dalam tidur selepas masuk jalan tol Terbanggi -Bakau Heni. Satu album berjudul “Sang Bumi Ruwa Jurai” ludes diputar.

Dalam putaran album berikut milik Lesti DA, Kulepas Dengan Ikhlas, mimpi panjang pun dimulai hingga tak sadar sudah tiba di pintu tol keluar Kota Baru, Bandar Lampung, bermotto “Ragom Gawi”. Perjalanan kami memakan waktu sekitar 3 jam.

Di Bandar Lampung, kami menginap di Hotel Amersia. Setelah membuka kamar dan menaruh tas, kami pun langsung menyambangi Swiss-belhotel untuk mengetahui lokasi UKW. Ambil arah kiri barat, suara navigasi di Google Maps di ponsel. Selama 3 menit perjalanan kami pun tiba di area hotel tempat UKW akan berlangsung.

Di area itu, tampak panitia dan peserta UKW dari Bandar Lampung, Tulang Bawang, Mesuji, Lamsel, Waykanan, Tanggamus, Lampung Tengah, Metro dan daerah lainya, menginap di hotel bintang empat itu.

Salah satu teman se-profesi pemegang predikat UKW Utama bertemu di area hotel. Sekitar pukul 22.00 WIB, dia memberi arahan, mulai dari kesiapan mental yang menjadi modal utama hingga hal-hal mendetail, termasuk berpenampilan sopan saat UKW berlangsung.

“Ada beberapa mata uji yang akan diuji, kata dia, diantaranya Kode Etik Jurnalistik (KEJ), UU No. 40, Rapat Redaksi, membangun jejaring, menyiapkan rubrik, temu wartawan Madya, hingga menulis tajuk,” sebutnya.

Kata dia, untuk nilai peserta tidak ada orang lain yang tahu kecuali peserta itu sendiri, penguji dan Allah. “Jumlah yang kompeten dan belum kompeten akan diumumkan saat penutupan, hanya menyebutkan jumlah bukan nama,” tegas dia yang keberatan namanya disiarkan.

Ia mengatakan, UKW adalah ajang pembuktian apa yang sudah wartawan kerjakan sesuai bidangnya masing-masing. “Jika selama ini menjalankan tugas dengan baik, Insya Allah peserta akan membawa pulang hasil baik.”

Berselang beberapa jam, ponsel yang saya pegang memberi tanda. Group WhatsApp tertulis pesan singkat para peserta berkumpul di lokasi UKW pukul 06.30 Wib pagi. Selain itu, juga diumumkan akan dilakukan rapid antigen untuk memastikan para peserta dan penguji benas dari virus Covid-19.

“Besok pukul 06.30 WIB teng harus berada di lokasi UKW, jika tidak kalian dianggap tidak kompeten,” tegas pesan dalam group peserta UKW Angkatan XXIII itu. Setelah itu, para peserta bergegas menuju kamar istirahat, kami pun beranjak ke Amersia Hotel yang berjarak sekitar 1 kilometer dari lokasi uji kompetensi.

Hari Pertama
Hari pertama adalah hari yang mendebarkan. Apalagi ketika suara azan menembus ventilasi kamar nomor 210, Agus Tomi, rekan satu profesi, sama-sama dari PWI Tulangbawang Barat beristirahat selama mengikuti UKW angkatan XXIII itu.

Gema azan perlahan berganti dengan zikir, burung pun mulai berkicau pertanda pagi sudah dimulai. “Bismillah,” ucapku garang dalam hati dibarengi bacaan hamdallah. Dilokasi tampak puluhan petugas kesehatan sudah mulai mendata nama-nama peserta untuk memulai tes cepat (rapid antigen).

Hasilnya, 54 peserta yang mengikuti uji kompetensi itu dinyatakan negatif Covid-19. Sekira pukul 08.00 WIB panitia mempersilahkan peserta masuk ke ruang khusus ujian. Penguji Utama Marah Sakti menyampaikan arahan sekaligus mengumumkan kelompok para peserta dan penguji.

Saya bersama Darsani, Musta’an, M. Amir Saripudin, Cici alias CRI Qanon Ria Dewi dan Taufik Rohman di kelompok penguji Iskandar Zulkarnaen (Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung), didampingi Penguji Magang Utama Budi Hidayat, dari Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Selebaran kertas berisikan soal UKW angkatan XXIII mulai dibagikan. Tombol power di laptop pun mulai diaktifkan. Sengaja, panitia memberi instruksi agar pelaksanaan ujian segera dimulai meskipun di jadwal harusnya pembukaan acara yang menjadi poin utama.

Namun, panitia mencuri celah waktu agar dapat digunakan se-efisien mungkin, berhubung Gubernur Lampung Arinal Djunaidi diwakili Sekretaris Daerah Fahrizal yang akan menghadiri pembukaan UKW Angkatan XXIII tak kunjung tiba.

Baru saja ujian dimulai, tampak panitia tergopoh-gopoh masuk ke ruang ujian mengumumkan Sekda sudah hampir tiba. Sontak seluruh peserta dan penguji bergegas menuju aula utama tempat seremonial UKW akan dibuka.

Acara seremonial dimulai dengan kata sambutan Ketua PWI Lampung Supriyadi Alfian, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers Agung Dharmajaya, Bappenas RI, dan Ketua PWI Pusat Atal S Depari yang diwakili Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan Oktaf Riady.

Ada tiga kategori uji komptensi: Muda, Madya, dan Utama. Uji kompetensi Muda merupakan ujian dasar bagi para wartawan yang tergolong baru menjadi jurnalis atau masa kerja keredaksian kurang dari dua tahun. Begitu juga dengan uji kompetensi Madya dikhususkan kepada jajaran redaktur (editor) yang sudah berkiprah di dunia redaksi lebih dari dua tahun.

Sedangkan uji kompetensi Utama dikhususkan bagi pimpinan yang memiliki tugas pokok dan fungsi keredaksian lebih berat dibandingkan Muda dan Madya. Sebab uji kompetensi Utama merupakan penentu kebijakan seluruh arah keredaksian. Ibarat kapal, kompetensi Utama menentukan akan berlabuh di pelabuhan atau karam di tengah lautan.

Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Angkatan XXIII yang yang diselenggarakan Dewan Pers bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung di Swiss Bell Hotel Jumat-Sabtu (9-10 April 2021) bukanlah hal yang menakutkan. Justru UKW ini bisa mengukur kapasitas dan kualitas keredaksian.

Seiring berakhirnya mata uji KEJ, UU No. 40 dan Rapat Redaksi, peserta UKW Utama penguji Iskandar Zulkarnaen yang didampingi penguji magang Utama Budi Hidayat itu, meminta peserta kembali mempersiapkan diri untuk mengikuti mata uji selanjutnya.

Pada mata uji berikut, para peserta Madya bergerombol pindah dan bergabung ke kelompok Utama untuk mengikuti Rapat Redaksi. Rapat mengusulkan dan mengevaluasi liputan itu, saya ditunjuk sebagai Pemred untuk memimpin wartawan Utama dan Madya dalam rapat itu.

Satu persatu dalam hitungan menit materi rapat diselesaikan oleh peserta yang terbagi dalam dua jenjang itu. Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa tanda-tanda azan magrib akan berkumandang.

Pada pukul 17.00 WIB, mata uji dilanjutkan membuat tajuk. Tema tajuk “Pangan meningkat saat pandemi”. Tajuk harus didukung data, kata Iskandar. Siap, sahut salah satu peserta. Perasaan gundah dan gugup datang seketika. Gawat, saya tidak menguasai materi, apalagi data, sebutku dalam hati.

Meski demikian, saya harus profesional untuk menyelesaikan tugasku. Jemariku pun mulai memainkan keyboard laptop yang ada dihadapanku. Dalam pikiranku, jika mengambil data di internet bearti secara tidak langsung dalam uji kecalakan itu saya sudah curang alias melanggar KEJ.

Akhirnya saya memutuskan untuk membuat karya sesuai fakta yang saya ketahui tanpa mejimplak data milik orang lain tanpa ijin, meski harus beresiko. Kurang dari 30 menit waktu yang ditentukan penguji, ahkhirnya saya berhasil merampungkan tugas berat itu.

Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa tanda-tanda azan magrib akan berkumandang. Dengan sigap, penguji dan peserta bergegas meninggalkan ruangan ujian. Dan ujian akan dilanjutkan keesokan harinya pukul 08.00 WIB.

Malam itu, di Hotel Amersia kamar nomor 210, saya duduk menghadap ke arah jendela. Gerimis yang mengguyur langit ibukota Lampung, tak menyurutkan rencana kami keluar mencari santapan. Di tengah rintik hujan, saya, Nanda dan Agus Tomi menerobos jalanan Kartini, Raden Intan dan singgah di sebuah warung sate Panggul; kami menyantap makanan daging bakar melepas penat.

Hari kedua
Tidak seperti hari pertama yang begitu padat dan menegangkan, hari kedua hanya tersisa dua mata uji. Mata uji mengevaluasi liputan dan merencanakan investigas dimulai. Saya kembali memimpin rapat yang diikuti wartawan Madya (redaktur) dan Utama.

Dalam rapat disepakati berita yang dijadikan headline berjudul “Riak-riak Larangan Mudik” akan di pull up, dan dua berita lainya dibentuk dua tim untuk melakukan investigasi. Metode investigasi pun rampung disepakati, dan rapat saya tutup pukul 10.30 Wib.

Kemudian dilanjutkan ke materi ahir membangun jejaring, teman se-tingkat denganku yang akrab disapa Cici menjadi peserta pertama menyelesaikan materi ahir itu. Setelah tiga temanku selesai, kini giliranku. JONI EFENDI, panggil Iskandar garang.

Saya duduk persis didepan penguji yang juga Pemimpin Redaksi SKH Lampung Post itu. Geser dikit, pinta Iskandar. Saya pun bergeser sekira 50 centimeter arah kiri. Ini siapa, tanya Iskandar. Kasubbid Kemenko, sahutku. Saat itu saya benar-benar dihadapkan dengan kondisi panik.

Dimana daftar jejaring yang telah saya ajukan itu hampir 70 persen daftar itu hilang dari ponselku. Seandaikan penguji kembali menyimpan daftar itu maka saya akan gugur. Namun keberuntungan masih berpihak, dimana daftar jejaring tetap terbuka persis didepanku duduk.

Fauzi Hasan ini siapa, tanya penguji. Wakil Bupati Tubaba Pak, jawabku. Telpon, kata dia lagi. Apes, hingga enam kali saya mengulangi panggilan namun belum di respon. Belum diangkat Pak, ucapku. Terus penguji menujuk nama Novriwan Sekda Tubaba, namun kejadian itu pun kembali terulang.

Tampak raut marah penguji mulai terlihat. Saya hanya bisa pasrah. Kemudian penguji kembali menunjuk nama Drs. Lekok, Sekda Lampung Utara, meski dengan gugup saya pun memulai panggilan itu.

Tak menunggu lama, panggilan pun di respon, secara lantang Lekok berhasil menjawab semua pertanyaan yang saya ajukan. Kemudian Litbang Kemendagri, Inspektur Tubaba dan 2 narasumber lainnya berhasil saya hubungi.

Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan hingga mata uji terakhir dan menyandang predikat kompeten wartawan Utama. Berbagai nasehat disampaikan penguji Iskandar Zulkarnaen dan penguji magang Budi Hidayat. Iskandar meminta jurnalis kompeten selalu bekerja sesuai standar profesi.

Uji kompetensi selama dua hari itu merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. “Jika sudah kompeten, jurnalis harus menjaga kompetensinya dan bekerja sesuai dengan standar profesi,” pesan Iskandar.

Ya, yang namanya uji komptensi, siap tidak siap para peserta harus yakin dan percaya diri, lulus tidak lulus yang penting berjuang dulu, hasilnya tentu dari ilmu-ilmu jurnalistik yang mereka kuasai ditambah pengalaman selama menjadi waratwan.

Saya berharap, aparatur pemerintah, instansi/swasta, TNI/Polri, dan masyarakat yang setiap hari bersentuhan dengan para jurnalis tidak boleh lagi memberikan cap negatif terhadap profesi mereka. Apalagi sinis dan mengahalang-halangi tugasnya.

Jurnalis bekerja berdasarkan fakta dan data-data yang diperoleh pancaindra. Jangan karena cela setitik kemudian menganggap seluruh jurnalis sama rata. Hendaknya selalu berbaik sangka terhadap para jurnalis apabila kita sering bertemu dengannya.

Pekerjaan mereka bukan mencari kesalahan namun untuk meluruskan ketidakberesan. Harapannya, dengan mencapai kebenaran akan mewujudkan keadilan yang sesungguhnya bagi alam semesta.

Penulis : Joni Efendi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.