Dituntut Tujuh Tahun Mucikari Menangis di Persidangan

Bandarlampung, Warta9.com – Febi Yuliana (18), warga Jl. K.H Mas Mansyur, Kelurahan Rawa Laut, Kecamatan Enggal, Bandarlampung, terdakwa human trafficking (mucikari) hanya dapat menangis saat Jaksa penuntut umum Sabiin menuntutnya tujuh tahun penjara.

“Menuntut terdakwa dengan tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara,” ujar Sabi’in saat membacakan tuntutannya di depan Ketua Majelis Hakim Masriati di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu (20/2/2019).

Menurut Sabi’in, hal yang memberatkan terdakwa iyalah telah membuat korbannya NEP (18) menjadi menderita dan kecewa kepada dirinya. “Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa tidak pernah dihukum penjara,” jelasnya.

Mendengar tuntutan itu, terdakwa Febi pun menangis dan akan mengajukan pembelaan pada minggu depan.

Untuk diketahui, Febi Yuliana (18) warga Jalan KH Mas Mansyur, RT 001, Kelurahan Rawa Laut, Kecamatan Enggal menjual wanita berinisial NEP (19) untuk menjadi pekerja panti pijat plus-plus di Sorong, Papua Barat.

Dalam surat dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabi’in mengatakan bahwa, peristiwa itu bermula pada 1 September 2018 saat terdakwa Febi memasang sebuah iklan lowongan pekerjaan di akun miliknya. “Lalu saksi korban (NEP) bertanya kepada Febi terkait lowongan pekerjaan tersebut dan Febi menjawab bahwa itu lowongan untuk bekerja menjadi terapis di Salon Pijit Tradisional,” kata Jaksa Sabi’in.

Keesokan harinya, terdakwa menghubungi NEP melalui facebook untuk menanyakan terkait tawaran pekerjaan tersebut. Saat itu korban menyanggupinya. Kemudian terdakwa menyuruh korban agar bersiap-siap, karena esok hari akan diperkenalkan dengan rekan terdakwa bernama Fransiska. “Kemudian NEP bertanya kepada terdakwa ‘Siska itu siapa’ dan Febi menjawab ‘Itu anaknya Bunda (sebutan mucikari panti pijat)’,” jelasnya.

Selanjutnya, pada 3 September 2018, korban menuju ke Bandara Radin Inten dan sekira pukul 17.00 WIB NEP sampai di lokasi bandara,” lanjut JPU.

Saat itu korban bertemu dengan Febi dan diperkenalkan dengan Fransiska. Lalu Fransiska menyerahkan uang sebanyak Rp400 ribu kepada Febi, kemudian Fransiska memesan tiket pesawat untuk keberangkatan ke Sorong, Papua Barat, esok harinya.

“Pada 5 September 2018, korban sampai di Bandara Sorong, Papua Barat dan dijemput seorang laki-laki lalu diantar ke Salon Pijat Tradisional ‘Galaxy’ milik Dian Wulandari, ibunya Fransiska. Setelah bertemu, korban langsung bekerja dengan diberikan sebuah training pijat plus-plus,” jelasnya.

Setelah dua pekan bekerja, korban memijat sekaligus berhubungan badan dengan tamu dan mendapat bayaran Rp 600 ribu, dengan rincian Rp100 ribu untuk uang kamar dan Rp500 ribu untuk fee setelah berhubungan badan dengan tamu.

“Karena merasa tidak terima diperlakukan seperti itu, kemudian NEP menghubungi orang tuanya agar segera menjemputnya. Akhirnya pihak keluarga menjemput NEP dengan membawa anggota Kepolisian Polres Sorong, Papua Barat,” beber dia.

Berdasarkan hasil penyelidikan, terdakwa Febi Yuliana melakukan perdagangan orang (Human Traficking) terhadap korban NEP dengan mendapatkan keuntungan sebesar Rp2,9 juta dari Dian Wulandari.

Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. (W9-ars)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.