FGD Kebangsaan Fokus Bahas Kemandirian dan Kemakmuran Ekonomi Berkelanjutan Melalui Peningkatan Penguasaan dan Pengembangan Inovasi Teknologi

Jakarta, Warta9.com – Fokus Group Discussion (FGD) dan Diskusi Publik yang digagas dan dilaksanakan bersama oleh Aliansi Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia (FRI), dan Harian Kompas, tentang “Mengukuhkan Kebangsaan yang Berperadaban: Meraih
Cita-cita Nasional dengan Paradigma Pancasila” berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Menurut moderator FGD juga Rektor Universitas Teknokrat Indonesia Dr. HM. Nasrullah Yusuf, SE, MBA, FGD kali ini memfokuskan pada pembahasan tentang “Menumbuhkan Kemandirian dan Kemakmuran Ekonomi Secara Berkelanjutan Melalui Peningkatan Penguasaan dan Pengembangan Inovasi Teknologi”.

Dalam diskusi yang menampilkan pembicara antara lain ; Prof. Dr. dr. Akmal Taher (mantan Direktur RS. Cipto, Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi (guru besar ekonomi IPB), Dr. Alan Frendy Koropitan, SPi, MSi (Ketua Akademi Ilmuan Muda Indonesia), Ir. Pri Utami, MSc, Ph.D (ahli Geothernal UGM) dan Pontjo Sutowo (Ketua Aliansi Kebangsaan), membahas sejumlah pertanyaan kunci.

Pertanyaan yang muncul kata Nasrullah Yusuf, antara lain :
1. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk memperkuat sinergi kebijakan IPTEK, sehingga kegiatan IPTEK mampu memberikan hasil yang lebih signifikan untuk menumbuhkan kemandirian dan kemakmuran ekonomi secara berkelanjutan?
2. Bagaimana mengoptimalkan mekanisme intermediasi IPTEK yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia IPTEK dengan kebutuhan pengguna, sehingga inovasi hasil litbang dapat diterapkan dan dimanfaatkan oleh para pelaku industri nasional?
3. Bagaimana mengurangi kesenjangan antara penyedia teknologi atau lembaga riset dan Litbang dengan pengguna ?
4. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan atau difusi teknologi dalam masyarakat khususnya dunia industri yang saat ini masih sangat rendah?

5. Bagimana meningkatkan sumber daya IPTEK, terutama anggaran untuk penelitian dan pengembangan? Seperti diketahui, anggaran untuk penelitian dan pengembangan masih sangat kecil. Dalam APBN Tahun 2017 misalnya, anggaran riset hanya dialokasikan sebesar 0,21 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Bandingkan dengan Malaysia pada tahun yang sama anggaran litbangnya sebesar 2,8 persen dari PDB.

6. Bagaimana menjadikan kegiatan riset dan inovasi sebagai bagian organik dari dunia usaha sehingga dunia usaha menjadi pusat pengembangan inovasi dan teknologi?
7. Teknologi bidang apa saja yang prioritas untuk dikembangkan dan dikuasai oleh Indonesia berbasis pada potensi dan karakteristik ke-Indonesiaan sehingga memberi nilai tambah atas apa yang kita punya seperti, antara lain :
a. Tanah yang subur dan beragamnya tanaman pangan yang kita miliki sehingga Indonesia memiliki ketahanan dan kedaulatan pangan?
b. Mengelola kekayaan laut dan maritim untuk kemakmuran bangsa Indonesia?
c. Kekayaan sumber energi dan energi terbarukan serta mineral sehingga dapat dikelola secara mandiri dan berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia?
d. Kekayaan keaneragaman tanaman obat sehingga mengurangi ketergantungan obatobatan dari luar negeri?

Pontjo Sutowo:  Jalan menuju kemakmuran bisa direngkuh
Sementara itu, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, mengatakan, dengan kemampuan penguasaan teknologi yang masih rendah, rasanya sulit bagi bangsa Indonesia untuk menumbuhkan kemandirian dan kemakmuran ekonomi secara berkelanjutan sesuai tema diskusi kita siang ini. Indonesia harus mengejar ketertinggalan teknologi ini. “Menurut hemat saya, hal mendasar yang harus dilakukan adalah perubahan terhadap “Visi Iptek” Indonesia. Sebagian besar dari masyarakat kita masih beranggapan bahwa teknologi itu identik dengan manufaktur. Visi Iptek sangat diperlukan untuk mendorong dan mengikat semua pihak ke dalam kesatuan langkah pembangunan bidang iptek. Membuat kebijakan dan memperjelas posisi penetrasi iptek ke dalam pembangunan, serta melakukan terobosan berbasis iptek dalam mewujudkan kesejahteraan dan daya saing bangsa,” kata Pontjo.

Beberapa Negara kata Pontjo seperti Cina, Korea, India, bahkan Malaysia yang saat ini mempunyai basis Iptek yang kuat, dimulai dengan meletakkan visi iptek yang benar sehingga kebijakan-kebijakan ipteknya menunjang. Dalam mengejar ketertinggalan teknologi, Indonesia bisa mencontoh keberhasilan Negara-negara lain.

Berdasarkan pengalaman dari negara-negara lain dan studi literatur ada beberapa komponen elementer penggerak sistem inovasi teknologi sebuah Negara, antara lain ; 1) Kebijakan yang holistik, 2) Pengembangan prioritas unggulan, serta 3) Sinergi dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset, dan industri/dunia usaha. Sering disebut sebagai sinergi “Triple Helix”. Dengan adanya sinergi Triple Helix, ketiga pihak tersebut dapat bersinergi untuk memanfaatkan sumberdaya nasional dalam mengembangkan sistem inovasi teknologi yang berkontribusi pada peningkatan produktivitas dan daya saing perekonomian.

Dalam kolaborasi kelembagaan Triple Helix tersebut, industri dan dunia usaha berperan sebagai pendorong, pengembang, penghasil, dan sekaligus pengguna inovasi teknologi. Hal inilah yang harus kita sadarai bersama bahwa inovasi teknologi tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa dunia usaha.
Selain sinergi tiga pihak kelembagaan tadi, pengembangan inovasi teknologi berbasis pemberdayaan masyarakat juga perlu terus ditingkatkan. Dengan pemberdayaan masyarakat, ruang-ruang pengembangan inovasi teknologi menjadi semakin luas dan merata sehingga pembangunan ekonomi berkelanjutan juga akan terwujud di masyarakat.

Untuk mendorong peningkatan inovasi teknologi berbasis pemberdayaan masyarakat, terutama untuk Teknologi Tepat Guna (TTG). Pemerintah telah memfasilitasi dengan penyediaan Pos Pelayanan Teknologi (Posyantek) di tingkat kecamatan dan Warung Teknologi (Wartek) di masing-masing desa/kelurahan sebagai lembaga yang memberikan bimbingan dan pelayanan teknis kepada masyarakat dalam alih fungsi dan transfer teknologi. Kebijakan pengembangan inovasi teknologi berbasis pemberdayaan masyarakat juga dilakukan Cina untuk mempercepat penguasaan teknologi yang dicanangkan dalam program “Made-In Cina 2025” sejak Mei 2015, sehingga banyak produk-produk Cina berbasis teknologi justru dihasilkan oleh perorangan atau kelompok usaha mikro “Home Industry”.

Dengan kata lain, kata Pontjo Sutowo, jalan menuju kemakmuran bisa direngkuh dengan dunia usaha yang mengambil inisiatif memantik api terobosan inovatif. Dan pemerintah memperbesar bara api inovasi teknologi itu dengan memberikan dukungan kerangka regulasi, kebijakan, sumber daya yang memadai, dan infrastruktur yang diperlukan dunia usaha dalam kerangka penciptaan pasar baru (baik lokal maupun global) yang dapat melambungkan kemakmuran bangsa.

Lautan yang luas, menunggu sentuhan pengembangan teknologi dan industri kemaritiman. Tanah yang relatif subur, perlu bioteknologi dan agroindustri. Tanaman pangan yang beragam perlu rekayasa teknologi pangan dan industri pengolahan bahan makanan. Kekayaan mineral menanti teknologi pertambangan dan ilmu/teknologi material. Kekayaan sumber energi terbarukan perlu pengembangan teknologi dan industri energi alternatif. Kekayaan keaneragaman tanaman obat menunggu pengembangan teknologi dan industri farmasi, dan seterusnya.

Pertamina misalnya, sebagai pengelola energi nasional, sampai usianya yang ke-62 tahun ini belum menjadi pusat pengembangan inovasi teknologi energi nasional terutama energi minyak dan gas. Teknologi yang berkembang di Pertamina belum terlalu banyak beranjak dari teknologi masa lalu. Akibatnya, Pertamina masih mengandalkan dan tergantung kepada teknologi luar yang sangat rentan terhadap kedaulatan energi kita. Demikian juga PLN, sampai hari ini belum mengembangkan inovasi teknologi yang mampu mendukung “Lost Management Energy” sehingga kebocoran penggunaan daya listrik masih cukup tinggi yang menyebabkan kerugian Negara yang cukup besar.

“Dengan berkonsentrasi pada pengembangan inovasi teknologi dalam prioritas unggulan sesuai kekhasan Indonesia, saya yakin Indonesia akan mampu mengejar ketertinggalan tekonolgi yang memberi manfaat bagi peningkatan kemandirian dan kemakmuran ekonomi secara berkelanjutan,” ujar Pontjo. (W9-jam)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.