Jaksa Mendakwa Terdakwa Dugaan Korupsi Pelebaran Jalan Sentot Alibasa

Bandarlampung, Warta9.com – Kasus dugaan korupsi peningkatan dan pelebaran Jalan Sentot Alibasa ruas Hi. Agus Anang sampai Jalan Soekarno Hatta akhirnya bergulir di persidangan.

Jaksa Penuntut Umum Eka Aftarini mendakwa Welson alias Wilson (51) warga Jl. Mayjen Sutioso, Kotabaru, Sukarame, yang merupakan Pejabat (PPK) dan Selamat Riadi Tjan rekanan yang merupakan Direktur PT Satria Sukarso Wawai.

Jaksa menilai keduanya telah melakukan perbuatan korupsi dalam pasal 2 dan pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah UU Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara sebesar Rp811 juta,” ujar JPU Eka Aftarini di PN Tipikor Tanjungkarang kemarin.

Jaksa mengatakan awalnya Pemkot Bandarlampung menggelontorkan dana sebesar Rp 5,1 miliar dari APBD Bandarlampung tahun 2014 untuk peningkatan dan pelebaran jalan itu. Dinas PU Bandarlampung, kemudian menunjuk Welson sebagai PPK.

Lelang kemudian dibuka dengan metode evaluasi sistem gugur. Ada 10 perusahaan saat lelang untuk pengejaran proyek itu dibuka. Terpilihlah tiga perusahaan. PT Satria Sukarso Wawai yang dimiliki oleh Selamat Riadi Tjan menang.

Proyek peningkatan dan pelebaran jalan kemudian dikerjakan dengan jangka waktu pengerjaan 170 hari. Adapun beberapa item yang dikerjakan yakni pekerjaan persiapan dan pelaporan, pekerjaan bongkaran, pekerjaan tanah dan pekerjaan pasang dan jalan.

Tetapi dalam pelaksanaannya terdapat kendala dimana pembebasan lahan belum selesai hingga 19 November 2017 lalu. Selamat kemudian meminta pengukuran ulang kepada Welson. Ada beberapa item yang kemudian dikurangi. Seperti salah satunya pengerjaan pengerasan jalan dimana semula lebar 8 meter menjadi 7,2 meter.

“Selanjutnya dari hasil estimasi nilai total kontrak yang masih terdapat kelebihan itu akan dipindahkan pekerjaannya ke jalan Ki Agus Anang- jalan Soekarno Hatta yang memang memerlukan,” jelas Jaksa Eka.

Tetapi rupanya hal itu tidak dilakukan, berdasarkan ahli teknik dari Politeknik Negeri Bandung rupanya ada kekurangan volume pada fisik pengerjaan yang tidak sesuai kontrak. Sehingga menimbulkan kerugian. Berdasarkan audit BPKP Lampung nomor LAPKKN 501/PW08/5/2017 tertanggal 12 Desember 2017 terdapat kerugian sebesar Rp811 juta. (W9-Ars)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.