Jeritan Terpidana Kasus Land Clearing Bandara Radin Inten II, Untuk Kapolri Dan Presiden

Bandarlampung, Warta9.com – Terpidana Budi Rahmadi (38), perkara pembebasan lahan (land clearing) Bandara Radin Inten II, Lampung Selatan, meminta keadilan kepada Kapolri dan Presiden.

Hal itu disampaikan kuasa hukum, Nuki melalui surat dari kliennya yang telah dikirimkan kepada Kapolri dan Presiden serta kepolisian daerah (Polda) Lampung.

Dari keterangan Budi melalui kuasa hukumnya, Nuki, mengatakan, kliennya mengirimkan surat dan meminta keadilan atas praperadilan yang lalu. Sebab, katanya, hingga saat ini perkara Sulaeman (splitan) belum menemukan titik terang alias mandek.

“Paling tidak polisi dalam hal ini Polda Lampung bersikap aktif dalam praperadilan tersebut. Apalagi perkara Sulaeman telah menerima aliran dana sebesar Rp4 miliar,” jelasnya, Rabu (30/5).

Dalam surat yang ditujukan kliennya ke Polri dan Presiden bahkan KPK lanjut Nuki, kliennya minta diusut kemana aliran dana tersebut mengalir.

“Dia meminta KPK mengusutnya, dan ia juga meminta ditambahkan juga pasal tindak pidana pencucian uang. Karena, ia ingin mengetahui kemana aliran uang itu,” ujarnya.

Ia menambahkan, kliennya merasa seperti telah dikambing hitamkan. Karena, katanya, hukum yang telah menjerat kliennya tajam dibawah dan tumpul diatas. Dalam persidangan lalu juga, katanya, alasan uang tersebut adalah dari hasil pinjam meminjam namun tak dapat dibuktikan.

“Aliran dana itu melalui transfer dan barang bukti rekeningnya pun ada. Dalam hal ini, paling tidak dari Polri bisa mengambil sikap atas kasus ini. Dan harapan saya, minta keadilan dan juga dibuatkan sptindik baru. Karena praperadilan ini keputusannya tidak ada laporan hasil penyelidikan sama tidak dilengkapi di gugatan praperadilan bahkan dari Kejati,” tutupnya.

Diketahui, kasus tersebut melibatkan Mantan Kepala Dinas Perhubungan Lampung, Albar Hasan Tanjung. Albar didakwa bersalah dalam sidang pertama kasus dugaan korupsi pembebasan lahan (land clearing) Bandara Radin Intan II, Lampung Selatan, tahun 2014.

Pada proses lelang, dimenangkan PT Daksia Persada dengan kuasa direktur Budi Rahmadi. Namun proses lelang itu dianggap tidak sah karena Budi bukan karyawan tetap perusahaan sebagaimana diatur Perpres Nomor 70 tahun 2012. Hingga akhirnya, Budi Rahmadi dijatuhi hukuman kurungan penjara selama 6 tahun denda 600 juta sub enam bulan. Budi juga dijatuhkan pembayaran uang pengganti sebesar 4,5 miliar, jika tidak diganti maka diganti kurungan penjara selama lima tahun. (Ars/adm)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.