JKN-KBS, APBD Bali Tanggung 700 Ribu Penduduk Diluar APBN

Denpasar, Warta9.com Masih terus bergulir, wacana kenaikan iuran BPJS Kesehatan di pusat, buat Pemprov Bali harus menghitung konsekuensi tambahan anggaran menanggung Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kenaikan hampir dua kali lipat dari alokasi Pemprov Bali 2019, pastinya sangat membebani APBD, pun juga dapat mengganggu fiskal di daerah.

Gubernur Bali Wayan Koster, kepada para awak media di Jayasabha, Denpasar mengatakan, konsekuensi tambahan anggaran karena peningkatan akan terjadi dua kali lipat. Mengingat untuk besaran premi Kesehatan tahun ini Rp 23 rir per orang. Bila kenaikan iuran mejadi Rp 42 ribu, maka, hampir 100 persen naiknya.

“Tahun ini di Bali sudah berlaku kebijakan untuk 95 persen Universal Health Coverage (UHC) JKN-KBS,” terang Gubenur Koster, Rabu (18/9).

Lanjut diungkapkan, teruntuk anggaran yang digelontorkan dalam program JKN-KBS sebesar Rp 495 miliar, rinciannya, Rp 170 miliar dari APBD Provinsi, sisanya Rp 325 miliar dari APBD kabupaten/kota se-Bali. Apabila dihitung dari jumlah kenaikan iuran, maka Provinsi Bali akan menanggung Rp 300 miliar lebih. Totalnya dengan kabupaten/kota Rp 700 miliar.

“Yang pasti kenaikan iuran ini sangat berat. Bisa dilihat nanti, anggaran di Kabupaten akan banyak yang disedot,” ungkapnya.

Masih kata Kostor, dalam waktu dekat pihaknya akan mendata kembali kategori PBI. Sebab mereka yang terdata menjadi kewajiban pemerintah pusat melalui APBN. Sementara pemerintah daerah melalui APBD menanggung orang yang pantas menerima hak program.

“Angka kemiskinan di Bali sebanyak 3,9 persen atau sekitar 200 ribu penduduk,. damana menjadi tanggung jawab utama pemerintah dan pemerintah daerah. Tapi kenyataan saat ini APBD yang menanggung 700 ribu penduduk dan itu di luar yang ditanggung APBN,” ujar Koster.

Menurut Gubernur, ini muncul karena besar harus ditanggung pemerintah. Hal itu karena terjadinya kontradiksi. Masyarakat yang mampu banyak, baik dia yang bekerja sebagai pegawai negeri, pegawai BUMD maupun pekerja Swasta. Bahkan, tidak sedikit perusahaan tidak memberikan jaminan BPJS pada karyawannya dan ada juga yang karena memang tak ingin daftar menjadi peserta BPJS akhirnya masuk.

“Menurut Undang-undang asal tidak mendaftar tetap harus ditanggung oleh negara. Padahal setelah dianggarkan yang bersangkutan belum tentu memakai. Karena berbentuk premi dan dianggarkan, saat tidak dipakai pun akhirnya bisa dibawa ke mana-mana karena merupakan sharing publik,” terangnya. (W9-soni)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.