Kakek 75 Tahun di Bali Emosi, Penyidik Polresta Dilaporkan

Bali, Warta9.com – Tidak terima ditetapkan tersangka atas kasus sengketa kepemilikan tanah seluas 32 are di perempatan Jalan Cokroaminoto-Jalan Gatot Subroto, Denpasar. Seorang kakek berusia 75 tahun bernama I Made Sutrisna, melawan balik dengan mempradilankan penyidik Reskrim Polresta Denpasar ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (25/1) kemarin.

Ketua hukum Polresta Denpasar, Wayan Kota, kepada wartawan menerangkan, pihak pemohon praperadilan (Made Sutrisna) tidak terima dengan ditetapkannya dirinya menjadi tersangka. Menurut pemohon jika perkara yang ditangani Polresta adalah kasus perdata. Padahal berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan semua sudah syah, bila proses sesuai dengan prosedur.

“Karena sudah ada alat bukti yang cukup menetapkan pemohon menjadi tersangka, baik yang formal maupun material,” terang Kota, Rabu (26/1/2022).

Pemohon praperadilan juga mengklaim jika tanah tersebut adalah meliknya. Juga sudah ada bukti surat pembatalan SHM yang selama ini diakui oleh pemohon, yakni SHM 3395 yang sering ditunjukkan adalah SHM yang dibatalkan Menteri, dikuatkan oleh Kanwil BPN Provinsi Bali, melalui proses peradilan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Ini jelas ada sanksi. Apalagi secara hukum putusan PTUN, sertifikat yang dipegang itu sudah dibatalkan oleh BPN. Karena ada unsur dugaan pemalsuan dukumen oleh pemilik sebelumnya atas nama Jonny Loepato,” bebernya.

Terpisah, kuasa hukum I Made Sutrisna, Tumpal Hamonangan Lumban Tobing dari AK Law Firm, mengatakan, bahwa dari sisi permohonan sampai kesimpulan, pihaknya menolak seluruh dalil-dalil penyidik Polresta Denpasar. Semestinya kasus ini masuk ranah perdata, bukan ranah pidana dalam konteks pidana ringan.

Pun, terhadap putusan PT TUN hanya bersifat adimistratif. Sebab, dalam gugatan PTUN, ada permohonan menunda atau membatalkan sertifikat yang sudah terbit untuk menyertakan pemilik atau siapa saja yang tertera dalam sertifikat tersebut.

“Sangat disayangkan dalam PT TUN itu tidak melibatkan klien kami sebagai pemegang SHM dan sebagai tergugat intervensi,” ucapnya.

Sementara itu, Humas PN Denpasar Gede Putra Astawa saat dimintai konfirmasi wartawan mengatakan bahwa pihaknya belum bisa memastikan ada tidaknya mengenai permohonan oleh Johnny Loepato pada tahun 1997 silam. Karena muncul salinan putusan perkara pidana No.44/Pid/1966 yang belakangan disebut-sebut tidak valid.

Disampaikan juga ada surat permohonan (tahun 1997) dengan stempel basah yang dikeluarkan salinan atau copy sesuai aslinya. Tapi salinan putusan perkara pidana yang dilakukan Panitera/Sekertaris PN Denpasar I Gusti Alit Setiawan, belum dapat dipastikan kebenarannya.

“Kami masih berusaha mencari berkas tersebut, karena berkas tahun 1966 kami simpan di Jalan Teratai, Denpasar,” tutupnya. (Fendy)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.