Ketua PWI : Antisipasi Hoax, Ketahanan Informasi Harus Diperkuat

Panaragan, Warta9.com – ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Tulang Bawang Barat Edi Zul Karnain mengatakan, maraknya berita bohong adalah salah satu buah negatif dari perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang harus dihadapi dan ditanggulangi, baik oleh pengurus PWI maupun pemerintah.

Kurangnya pengetahuan pekerja pers (jurnalis) juga dapat mengacaukan dan mendistorsi informasi dengan motif-motif tertentu. Misalnya yang punya tujuan ingin menggoyang NKRI dengan isu SARA.

Dewan pers sendiri, kata dia, selalu menyampaikan jika berita yang tidak benar atau tidak sesuai fakta adalah hal yang berbahaya bagi masyarakat. Terlebih jika isinya adalah fitnah, bisa memicu konflik. Karena ada ketersinggungan antara satu dengan yang lainnya.

“Hoax bukanlah produk jurnalistik, namun seringkali dikaitkan dengan pemberitaan. Karena itu wartawan harus bisa menangkalnya dan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat, tentu dengan menjalankan kode etik jurnalistik,” kata Edi kepada warta9.com, Jumat (06/04).

Di jelaskan Edi informasi yang benar juga harus mempertimbangkan manfaat bagi masyarakat. Karena produk jurnalistik pada akhirnya harus bisa memberikan kebaikan kepada masyarakat yang membacanya.

Menurutnya, dengan adanya berita hoax termasuk konten radikal yang beredar di masyarakat, tentu akan membuat hubungan antar-kelompok menjadi rusak. Korban dari berita hoax itu bukan hanya kedua belah pihak yang berkonflik, tetapi juga mereka yang tidak terlibat.

Dia mencontohkan sosialisasi hoax yang saat ini sedang gencar dilakukan itu, disebabkan adanya situs-situs yang sengaja memprovokasi juga menebarkan kebencian di masyarakat. Tujuannya ingin memaksakan ideologinya dengan menyerukan cara kekerasan yang jelas bukan cara-cara demokratis.

“Apalagi tujuan mereka untuk memecah persatuan bangsa, merongrong kehidupan bernegara, atau mengganti ideologi Pancasila sebagai kontrak sosial dan politik bangsa Indonesia. Saya kira hal tersebut tentunya tidak dibenarkan. Ini yang mungkin harus dicermati,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, pekerja pers sejatinya bebas untuk mengekspresikan pendapat dan cara pandang politiknya sejauh tidak menyerukan kekerasan atau menghasut. Peran pemerintah, menurutnya, juga diperlukan untuk mengantisipasi berita hoax dan oknum jurnalis yang suka menyebarkan isu perpecahan di masyarakat.

Edi menambahkan, apalagi di Lampung akan menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bukan tidak mungkin ada banyak informasi yang dapat memicu terjadinya konflik. Saling memojokkan antar kelompok. “Tentu hal ini membahayakan,” kata dia.

Untuk itu wartawan harus berperan sebagai tonggak informasi. Menyampaikan kebenaran dan memberikan edukasi pada masyarakat melalui informasi yang berimbang dan bermanfaat. “Selain informasi, wartawan juga harus bisa mengedukasi,” ungkapnya.

Dia menambahkan, jika ada oknum jurnalis yang memang menjadi corong dari sebuah organisasi teror, pemerintah harus punya SOP untuk melakukan penindakan terhadap oknum yang mengatas namakan wartawan seperti itu.

“Karena hal itu sudah tidak termasuk dalam prinsip jurnalistik, karena itu merupakan informasi propaganda. Dan perangkat hukum lain juga bisa menangani oknum yang memang menyerukan kekerasan atau permusuhan,” pungkasnya. (Joni)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.