Ada lima devisi yang dipertandingkan dalam KRI 2019 yaitu : 1. Kontes Robot ABU Indonesia (KRAI), 2. Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI), 3. Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI), 4. Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Humanoid, 5. Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Beroda.
Dari lima devisi tersebut, devisi KRSBI Humanoid yang pesertanya paling sedikit. Dari tujuh yang lolos seleksi satu yang mundur yaitu, Universitas Negeri Makassar. Tinggal enam peserta yang akan bertanding pada Sabtu 6 April 2019 yaitu, Universitas Negeri Malang, Universitas Brawijaya Malang, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Politeknik Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh November, Institut Teknologi Nasional Malang dan Universitas Teknokrat Indonesia.
Kondisi ini sangat berbeda dengan devisi KRSBI Beroda pesertanya berjumlah 17 perguruan tinggi. Padahal KRSBI beroda berdiri untuk mendampingi KRSBI Humanoid.
Sedikitnya, peserta devisi KRSBI Humanoid, menurut salah satu dewan juri Dr. Ir. Endra Pitowarno, M.Eg, dari PENS, karena standarnya internasional. Meski berdirinya KRSBI Humanoid lebih dulu dari KRSBI Beroda, tapi tidak banyak perguruan tinggi yang bisa mempertahankan KRSBI Humanoid. Sebab, KRSBI Humanoid selalu mengalami perubahan dan menyesuaikan perkembangan robot internasional. KRSBI Humanoid mempunyai standar tinggi minimal 40 Cm dan Maksimal 90 Cm.
Dengan adanya perkembangan tinggi KRSBI Humanoid, maka peserta harus ikut menyesuaikan baik teknologi maupun tinggi robot. “Sebab, kalau tidak menyesuaikan, maka akan kalah saat bertanding. Karena itu, hanya perguruan tinggi tertentu dan besar yang bertahan mengikuti tanding KRSBI Humanoid,” ujar Endra Pito Warno juga dosen Poltek Negeri Surabaya ini.
“Jadi kenapa devisi KRSBI Humanoid ini hanya perguruan tinggi besar yang ikut, karena robotnya makin lama makin besar. Di Indonesia cuma ada tiga yang tangguh yaitu, Tim Pens, Politeknik Batam dan ITS,” ujar Endra.