NU dan Muhammadiyah Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda, Presiden dan DPR Belum Bergeming

Yogyakarta, Warta9.com – Dua ormas Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah mengusulkan pemerintah agar Pilkada serentak 9 Desember 2020, ditunda karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Tapi, hingga saat ini Presiden Joko Widodo dan DPR belum bergeming terkait desakan penundaan Pilkada dari berbagai pihak termasuk NU dan Muhammadiyah.

Kali ini Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang ditandatangani Ketua Umum Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si dan Sekretaris Umum Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed, mengusulkan untuk menunda Pilkada 2020. Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Prof. KH. Said Aqil Siroj juga meminta pemerintah, DPR dan KPU menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2020, demi menjaga kesehatan rakyat Indonesia.

Dalam pernyataan pers penanganan Covid-19, Senin (21/9/2020), Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah bekerja keras menangani pandemi Covid-19. Meski demikian, kerja dan kinerja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah beserta seluruh jajaran belum menunjukkan hasil yang maksimal. Selain karena kompleksitas masalah, kerja dan kinerja pemerintah perlu ditingkatkan dan diperbaiki, terutama terkait dengan koordinasi antar instansi dan komunikasi publik. Lemahnya koordinasi dan komunikasi menimbulkan kegaduhan politik yang trivial dan kontraproduktif.

Mencermati keadaan tersebut di atas dan untuk kemaslahatan bangsa dan negara,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan sikap dan pandangan sebagai berikut:
1. Meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi secara menyeluruh
penanganan Covid-19 dan jika diperlukan dapat mengambil alih dan memimpin
langsung agar lebih efektif, terarah, dan maksimal. Kehadiran Presiden sangat
diperlukan di tengah gejala lemahnya kinerja dan sinergi antar kementerian. Presiden
perlu mengevaluasi para menteri agar meningkatkan performa dan profesionalitas
kerja sehingga tidak menimbulkan liabilitas pemerintahan dan menurunkan
kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah, khususnya kepada presiden. Perlu
kebijakan yang tegas dan menyeluruh dalam penanganan Covid-19 secara nasional
agar keadaan terkendali. Selain itu, niscaya diutamakan bahwa penyelamatan jiwa
manusia merupakan sesuatu yang terpenting dari lainnya sebagaimana perintah
konstitusi agar pemerintah negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia.

2. Meminta kepada para elit politik baik dari jajaran partai politik maupun
masyarakat agar tidak memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai komoditas politik
kekuasaan pribadi atau kelompok. Dalam situasi pandemi Covid-19 yang semakin
memprihatinkan seyogyanya para elit menunjukkan sikap kenegarawanan dengan
kearifan menahan diri dari polemik politik yang tidak substantif. Para menteri tidak
seharusnya membuat kebijakan yang kontroversial dan tidak terkait langsung dengan hajat hidup masyarakat. Pejabat tinggi negara tidak menyampaikan pernyataan yang meresahkan, termasuk yang cenderung merendahkan kualitas dan keberadaan tenaga kesehatan Indonesia yang telah berjuang keras dengan pertaruhan jiwa-raga dalam menangani Covid-19.

3. Meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar menunda pembahasan
Rancangan Undang-undang (RUU) yang berpotensi menimbulkan kegaduhan
termasuk RUU Omnibus Law atau Cipta Kerja. DPR hendaknya lebih fokus pada
pelaksanaan fungsi pengawasan agar penggunaan dana penanganan pandemi
Covid-19 dipergunakan dengan baik, benar, dan dirasakan langsung manfaatnya oleh
masyarakat, khususnya rakyat kecil yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19.
Sudah saatnya anggota DPR dan elit politik lainnya menunjukkan tanggungjawab dan
moral politik yang luhur dalam menangani Covid-19 dan penyelesaian masalah
bangsa yang bersifat mendesak dan darurat.

4. Terkait dengan Pemilihan Kepada Daerah (Pemilukada) tahun 2020, Pimpinan Pusat
Muhammadiyah menghimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera
membahas secara khusus dengan kementerian dalam negeri, DPR, dan instansi terkait agar pelaksanaan Pemilukada 2020 dapat ditinjau kembali jadwal pelaksanaannya maupun aturan kampanye yang melibatkan kerumunan massa. Bahkan di tengah
pandemi Covid-19 dan demi keselamatan bangsa serta menjamin pelaksanaan yang
berkualitas, KPU hendaknya mempertimbangkan dengan seksama agar Pemilukada 2020 ditunda pelaksanaannya sampai keadaan memungkinkan. Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19.

5. Mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih disiplin mematuhi protokol
kesehatan terhadap Covid-19 yang ditetapkan Pemerintah serta membangun budaya
hidup sehat dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, tempat ibadah, instansi kerja, dan sebagainya. Seluruh masyarakat hendaknya menjaga persatuan dan
kerukunan dengan tidak memproduksi dan menyebarkan informasi hoaks dan
provokatif melalui media apapun, khususnya media sosial. Diperlukan sikap saling
peduli dan berbagi dari masyarakat, terutama terhadap saudara-saudara yang
terkonfirmasi positif dan keluarga korban Covid-19 sebagai wujud ta’awun dan
gotongroyong yang menjadi karakter bangsa Indonesia.

6. Kepada seluruh umat beragama, khususnya umat Islam, agar senantiasa memanjatkan
doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pandemi Covid-19 segera berakhir. Para
tokoh agama perlu terus memandu umat agar menjaga persatuan dan menjaga tempat
ibadah sehingga terbebas dan tidak menjadi klaster Covid-19. Bersama dengan itu
para tokoh dan organisasi keagamaan dapat menjadi suri teladan dan arif bijaksana
dalam menghadapi masalah-masalah bangsa dengan memberikan solusi dalam
semangat kebersamaan dan spiritualitas yang utama. (W9-jm)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.