Ramadhan Bulan Multi Ibadah, Oleh: Dr. KH. Amirudin*

banner 970x250

Warta9.com – Ramadhan yang menghampiri kita pada setiap tahunnya merupakan momentum Istimewa; karena Ramadhan adalah bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT
para malaikat dan umat Islam sedunia.

Di dalamnya (Ramadhan) banyak maziyah (keutamaan) seperti; dilipat gandakan amal kebaikan hingga seribu bulan (malam Lailatul Qodar), diampuninya dosa-dosa, ditingkatkan keberkahan rezekinya dan pembebasann dari siks api neraka. Ramadhan juga merupakan saat-saat terintegrasinya rukun Islam (syadhadat, sholat, puasa, dan zakat) serta ibadah ghoiru mahdah lainnya. Pada bulan ini pula etos ibadah dan amal Sholeh Umat Islam khususnya dan umumnya bangsa Indonesia mengalami peningkatan dan penguatan, seperti; pada sektor ekonomi, sosial-kemasyarakatan, budaya dan agama.

Bacaan Lainnya

Pada bulan ini pula, umat Islam memperbanyak muhasabah diri atau refleksi ini adalah bagian sikap orang-orang yang mengharapkan ampunan dari Allah SWT. Refleksi diri adalah proses pengamatan terhadap diri sendiri. Proses ini melibatkan pemikiran yang dalam, keinginan, serta sensasi dalam diri seseorang. Para ahli psikologi mengatakan bahwa refleksi diri merupakan bentuk evaluasi secara terencana. Individu yang melakukan refleksi ini akan memastikan hal yang dilakukannya selama ini sesuai dengan tujuan awal yaitu untuk mengikuti perintah-perintah Allah SWT. dan menjauhi larangan-Nya
Mari kita mengingat kembali, bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang mengarahkan kita pada ketakwaan, karena menjadi orang yang bertakwa adalah kesuksesan besar yang dapat membuat tatanan perjalanan hidup orang tersebut dapat selamat.

Bukankah dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menguji kesabaran serta keteguhan hati kita? dan bukankah kita sering menemukan banyak orang mengalami depresi, emosi, frustasi, dan cemas, tertekan, dan marah, sumbu apakah yang menyalakan permasalahan pada dirinya itu? Jawabannya adalah jiwanya sendiri.

Puasa memberikan kita kesempatan untuk memperlambat ritme hidup, mengelola emosi, merenungkan tindakan kita, menjaga lisan dan tangan, dan menilai sejauh mana kita telah bertumbuh sebagai manusia yang lebih baik. Seperti bercermin, puasa memperlihatkan kepada kita siapa diri kita yang sebenarnya, bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain, dan sejauh mana kita mampu mengendalikan emosi serta hawa nafsu.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 183: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Imam Al-Alusi menjelaskan bahwa penyebutan umat terdahulu pada ayat di atas merupakan penguat hukum, motivasi, sekaligus penyejuk bagi hati orang-orang yang dititahkan berpuasa. Sebagaimana dalam ungakapannya yang artinya, “Ayat di atas mengandung penguat hukum, motivasi, juga penyejuk bagi orang-orang yang diberi perintah sebab hal-hal yang payah jika bersifat menyeluruh maka akan baik (ringan).” (Mahmud Al-Alusi, Ruhul Ma’ani, [Beirut, Daru Ihyaut Turats Al-Arabi], juz II, halaman 56).

Ketakwaan inilah yang menjadi tujuan utama ibadah puasa. Lebih dari sekadar menahan diri dari makanan dan minuman, puasa melatih kita untuk mengendalikan emosi, menahan amarah, dan memperkuat kesabaran. Dalam dunia psikologi, marah diartikan sebagai kondisi emosional yang ditandai dengan rasa tidak puas, frustasi, dan dorongan untuk bertindak agresif. Marah bisa muncul sebagai reaksi instan terhadap suatu kejadian atau sebagai akumulasi dari pengalaman negatif yang menumpuk. Namun, dengan puasa, kita diajarkan untuk mengontrol emosi dan meredam gejolak hati yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa perintah puasa dalam Al-Baqoroh ayat 183 tersebut tidak hanya sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Lebih dari itu, puasa harus dilandasi dengan niat karena Allah serta bertujuan untuk membersihkan jiwa dan raga dari perbuatan buruk dan tercela. Selain itu, puasa juga berfungsi untuk membatasi pengaruh setan dalam menggoda manusia. Karena kewajiban puasa juga telah diperintahkan kepada umat-umat sebelumnya, maka sudah sepatutnya umat Islam menjalankannya dengan lebih bersungguh-sungguh serta berupaya menyempurnakannya agar lebih baik dibandingkan umat terdahulu.

Jika kita merenung dan mengingat betapa banyak kesalahan yang disebabkan oleh lisan dan tangan yang dibaluti dengan perasaan emosi, sehingga perbuatan itu menghasilkan prilaku buruk dan menyebabkan penyesalan setelahnya. Dengan berpuasa kita didik untuk tetapi juga untuk menahan hawa nafsu dan menghindari perilaku buruk. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya: “Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah berkata-kata kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).

Dari hadis ini, kita memahami bahwa puasa adalah sarana bagi kita untuk berlatih menjadi pribadi yang lebih sabar dan lebih bijaksana dalam menghadapi berbagai situasi. Kita sering kali merasa tergoda untuk membalas saat dicela atau disakiti, namun puasa mengajarkan kita untuk merespons dengan cara yang lebih tenang dan penuh kesadaran.

Emosi, hawa nafsu dan prilaku yang tidak terkendali dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Dalam banyak kasus, kemarahan yang tidak dikelola dengan baik dapat merusak hubungan sosial, mengganggu kesehatan mental, dan bahkan menimbulkan konflik berkepanjangan. Oleh karena itu, salah satu manfaat terbesar dari puasa adalah kemampuannya untuk melatih kita mengelola emosi dengan lebih baik. Ketika kita berpuasa, kita belajar untuk menahan diri dari reaksi impulsif dan lebih memilih sikap tenang serta penuh kesabaran dalam menghadapi berbagai situasi.

Sungguh, puasa adalah ibadah istimewa. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah SWT berfirman yang artinya:
“Setiap amal anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebajikan dilipatgandakan 10 sampai 700 kali. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang membalasnya.’” (HR. Muslim no. 164).

Para ulama memberikan berbagai komentar mengenai hadis ini. Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa keistimewaan puasa dibandingkan dengan ibadah lainnya adalah karena puasa merupakan bentuk ibadah yang murni dilakukan untuk Allah tanpa unsur riya’ atau pamer. Manusia bisa menunjukkan shalat, zakat, atau haji kepada orang lain, tetapi puasa adalah ibadah yang hanya Allah dan orang yang berpuasa yang mengetahuinya.
Ibn Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari juga menambahkan bahwa pahala puasa tidak terbatas seperti ibadah lain yang memiliki ukuran tertentu. Hal ini dikarenakan puasa mengandung kesabaran, dan Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar: 10). Oleh karena itu, puasa mendapatkan balasan yang sangat besar dari Allah.

Selain itu, puasa juga memberikan manfaat kesehatan yang luar biasa. Studi ilmiah menunjukkan bahwa puasa dapat membantu menurunkan kadar gula darah, meningkatkan fungsi metabolisme, dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Dengan kata lain, puasa tidak hanya memberikan manfaat spiritual, tetapi juga manfaat fisik yang sangat besar bagi kesehatan tubuh kita.

Kesimpulan
Puasa bulan Ramadhan merupakan kesempatan emas untuk memperbaiki diri. Dalam setiap lapar yang kita rasakan, ada kesempatan untuk bersyukur. Dalam setiap haus yang kita tahan, ada pelajaran tentang ketahanan. Dalam setiap godaan yang kita tolak, ada kemenangan kecil yang mendekatkan kita kepada Allah, dan dalam setiap ujiannya ada derajat kita yang diangkat oleh Allah SWT.

Pada bulan ini pula terintegrasinya ibadah vertikal kepada Allah SWT dan ibadah horizontal yang bersifat sosial dan kemanusiaan, sehingga kita dapat manfaatkan bulan puasa ini untuk benar-benar mengais pundi-pundi rahmat ampunan dan cinta Allah SWT. Semoga kita keluar dari Ramadhan dalam kondisi yang lebih baik, Ramadhan adalah waktu untuk berbenah diri, memperbaiki akhlak, bersyukur, bertobat, serta meningkatkan kualitas ibadah. (*Ketua Umum MUI Kota Bandarlampung)

banner 970x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.