Ruang Suci yang Ternoda

Oleh : Joni Efendi

AKHIR-akhir ini, kasus pelecehan seksual anak dibawah umur kembali menghias topik perbincangan di media sosial. Korban yang menjadi mangsa para predator seks terus bertambah. Kekerasan seksual terhadap anak menjadi berita memilukan, sekaligus membuat geram akhir-akhir ini.

Terungkap berbagai kasus belakangan ini, terjadi di pesantren yang berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag). Lembaga pendidikan yang semestinya menjadi tempat aman bagi santiri dan santriwati untuk menimba ilmu dan menjunjung tinggi nilai ajaran agama, justru dinodai.

Baru-baru ini. Empat kasus pelecehan seksual anak dibawah umur terjadi di lingkungan pesantren Provinsi Lampung. Salah satu kasus adalah pencabulan sesama jenis. Rentetan kejahatan itu terjadi di Kabupaten Lampung Utara, Tulangbawang Barat, Lampung Selatan dan Kabupaten Tulang Bawang. Pelakunya justru guru atau pengasuh pesantren itu sendiri.

Di Lampung Utara, AH, pengasuh pondok pesantren Miftahul Ulum Al Zam Zami mencabuli empat santriwati. Korban dicabuli di rumah pelaku yang berada di lingkungan pesantren tersebut. Aksi tidak senonoh itu terungkap setelah salah satu korban melaporkan peristiwa yang dialaminya ke polisi.

Modusnya, guru cabul itu memanggil korban untuk membersihkan rumah kediaman pelaku. Setelah ada kesempatan, pelaku menarik dan mendorong korban di atas kasur. Pencabulan pun terjadi. Keempat korban merupakan anak dibawah umur. Kini pelaku mendekam di sel tahanan Polres Lampung Utara.

Kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Tulangbawang Barat, seorang pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Salafiah merudapaksa tiga santriwati. Ketiga korban merupakan anak dibawah umur berusia 15 hingga 17 tahun. Pelaku berinisial AA, merupakan pimpinan sekaligus pengasuh di ponpes itu sendiri.

Peristiwa berawal, saat palaku memanggil korban dengan dalih meminta dibuatkan teh hangat. Setelah masuk perangkap, pelaku pun mengajak masuk ke dalam kamar. Karena korban menolak, pelaku terus meyakinkan dan merayu, jika korban melayani nafsu bejatnya akan mendapat karunia yang mendatangkan kenikmatan bagi kehidupan manusia (barokah).

Kasus itu terbongkar setelah salah satu keluarga korban melaporkan perbuatan bejat AA ke Mapolres Tulangbawang Barat. Dari laporan itu, polisi menangkap pelaku. Saat ini pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Kemudian kasus asusila berikutnya terjadi di Kabupaten Lampung Selatan. Pelakunya berinisial MI, pimpinan pondok pesantren. Pada kasus ini, pelaku diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga orang santriwatinya. Pihak keluarga akhirnya melaporkan perbuatan pelaku ke polisi. Pengasuh bejat itu pun ditetapkan tersangka dan di jebloskan ke penjara.

Lalu di Kabupaten Tulangbawang, seorang guru inisial WLY mencabuli santrinya sendiri. Tidak tanggung-tanggung, 15 anak di bawah umur menjadi korban kebejatan pelaku. Pelaku merupakan pengasuh di pondok pesantren Darul Ishlah.

Dalam proses penyidikan terungkap pelaku melakukan perbuatan tidak terpuji itu sejak 2020 hingga 2022. Pelaku melakukan aksi bejatnya di dalam kamar di area pesantren. Modusnya, guru cabul itu sering memberi makanan dan meminjamkan uang.

Setelah itu pelaku mengajak para korban tidur bersama sang Ustadz. Pelaku pun beraksi, dengan mencium dan memegang barang di area sensitif laki-laki. Pencabulan pun terjadi. Saat ini pelaku telah di tahan di Polres Tulang Bawang.

Kasus-kasus tersebut menambah panjang daftar perkara kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Dimana pelakunya juga tak jauh berbeda. Ya, seorang guru serta motivator paling berpengaruh di sekolah keagamaan itu.

Kemenag Turun Tangan

Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Lampung, akan menindak tegas pondok pesantren yang pimpinannya terlibat kasus kejahatan seksual. Melalui tim yang diterjunkan, pihak kementerian melakukan evaluasi baik secara personal atau kelembagaan.

Kepala Bidang Pendidikan Agama, Karwito mengaku menghormati proses hukum yang sedang ditangani kepolisian. Namun pihaknya juga tidak tinggal diam dengan melakukan berbagai langkah untuk membersihkan kejahatan di lembaga pendidikan yang dinaungi pihaknya itu.

Langkah-langkah tersebut diantaranya pengecekan mental, baik dari segi kebatinan, psikologi, dan pengendalian diri agar para pengasuh lebih ramah anak sesuai dengan nilai pesantren itu sendiri. Sanksi tegas akan di jatuhkan hingga penutupan sementara pesantren setelah penyelidikan secara internal dilakukan.

PPA Gerak Cepat

Pemerintah Provinsi Lampung, melalui Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak bergerak cepat terkait maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur. Seperti turun ke desa-desa untuk melakukan penyuluhan, dan pendampingan terhadap anak yang menjadi korban predator seksual itu.

Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak, Fitri mendorong aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman paling berat terhadap para pelaku kejahatan seksual anak dibawah umur. Hukuman berat itu sebagai ganjaran setimpal agar peristiwa serupa tidak lagi terjadi, baik dengan wanita maupun anak-anak.

Guru Teladan Moral

Kemana lagi anak-anak mencari ruang yang aman? Hampir di setiap tempat, pelecehan dan kekerasan seksual mengintai. Pemerintah harus hadir lebih nyata. Undang-undang dan berbagai regulasi harus ditegakkan untuk memberi perlindungan kepada anak.

Selain kejahatan seksual, pelaku bisa saja lalai sehingga berbuat jahat. Namun, dalam pemerkosaan dan pencabulan sesama jenis, selalu ada manifestasi kesengajaan sebagai derajat paling rendah dari mens rea atau niat dari pelakunya.

Lebih miris lagi, sang pelaku adalah seorang guru pendidik di sekolah keagamaan. Mereka semestinya mengajarkan semua hal yang baik dan menjadi teladan moral, bukan malah menjadikan murid sebagai korban perilaku buruknya.

Pesantren kembali diuji dalam dramaturgi sosial-moral di tengah masyarakat, meski tidak semua pesantren. Ulah para predator seksual ini telah mencoreng kesucian pondok. Artinya, berbagai kasus yang muncul belakangan ini bukan sebuah kondisi umum di pondok pesantren.

Upaya pre-emtif

Apakah lingkungan kita juga terjadi kasus kekerasan seksual dengan korban anak-anak? Lalu, kemana perginya tokoh masyarakat, tokoh agama, pranata sosial, adat, serta kemasyarakatan kita, hingga kasus serupa bisa terus terjadi bertubi-tubi.

Tidak perlu berdebat. Tidak perlu lagi menghujat. Secara hukum para predator itu tentu sudah ditindak oleh aparat penegak hukum. Namun hal itu tentu tidak cukup, upaya pre-emtif lain juga harus dilakukan secara cepat. Bukan hanya pemerintah. Seluruh komponen masyarakat harus terlibat.

Pengawasan dan pencegahan di pondok pesantren harus dilakukan secara ketat dan cepat, termasuk di masyarakat. Deteksi perubahan prilaku harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah dan aparat penegak hukum saja.

Pencegahan bisa juga dilakukan oleh pihak lain. Misalnya; tokoh masyarakat, tokoh adat, ulama dan pemuda. Pemuda juga memiliki peranan penting dalam pembangunan sumber daya manusia yang memiki kualitas unggul.

Untuk itu pencegahan harus dilakukan sejak dini. Kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur merupakan penyakit yang memerlukan kerja sama dan ketegasan semua pihak untuk memberantasnya. Kekerasan seksual yang selama ini tidak kita ketahui adalah kelalaian kita dalam melakukan deteksi.

Untuk itu, semua komponen masyarakat memiliki peran penting mendidik dalam upaya memberikan proteksi kepada anak. Sadar atau tidak, salah satu faktor penyebab peristiwa miris itu terjadi akibat kelalaian kita. Derasnya informasi yang dikonsumsi tanpa kontrol, memicu perubahan perilaku hingga mengaburkan norma dan etika, baik di llingkungan pendidikan dan masyarakat.

Dampak teknologi

Kemajuan teknologi mendorong manusia untuk menerapkan sikap hidup efektif dan efisien. Namun sebaliknya, juga merubah pola dan sistem kehidupan sosial masyarakat modern. Teknologi yang mengalami pertumbuhan signifikan secara eksplisit memberi dampak besar terhadap kehidupan sosial manusia masa kini.

Munculnya media sosial dan alat-alat komunikasi serba efektif dan efisien, merupakan salah satu faktor lahirnya manusia-manusia individual dan egois. Orang cenderung melakukan hal- hal yang lebih fragmatis untuk berinteraksi sosial. Teknologi menyajikan berbagai wahana untuk mempercepat komunikasi antar individu.

Faktor lain kemajuan zaman memicu kurangnya kepercayaan dengan lingkungannya sendiri, bahkan dalam lingkup terdekat seperti keluarga dan tetangga kita terkesan acuh. Akhirnya kehidupan memilih melakukan segala sesuatunya sendiri melalui alat komunikasi untuk berinteraksi tanpa harus bertemu dan bertatap langsung.

Fakta saat ini, komunikasi dan interaksi sosial dalam sebuah keluarga dan lingkungan terkesan lebih egois dan individualis. Si ibu sibuk facebook-kan, sedangkan ayah sibuk menekan tombol ponsel membalas pesan dari teman-temannya.

Akibat sibuk berinteraksi melalui media sosial, akhirnya satu sama lain tidak ada komunikasi yang intens, tidak ada keterbukaan antara isteri dan suami, ayah/ibu dan anak. Tidak lagi ada kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, semua sibuk dengan aktivitas masing-masing. Akibatnya, kita lalai memperhatikan anak-anak kita sendiri.

Interaksi secara langsung akan menciptakan ikatan emosional antar sesama, jauh lebih berkualitas dibandingkan interaksi virtual yang tersaji hampir di semua lini teknologi. Interaksi tatap muka juga mengajarkan kita bagaimana berbicara santun kepada orang yang lebih tua, membantu mengembangkan kecerdasan emosional serta sikap dan karakter kita.

Maka dari itu, sangat di perlukan komunikasi langsung agar kita menjadi manusia yang bisa menghargai perbedaan pendapat. Sejatinya manusia terlahir sebagai mahluk sosial yang harus berinteraksi dengan orang orang disekitarnya untuk menciptakan kehidupan sosial yang sehat dan seimbang.

Penutup

Berbagai peristiwa miris ini, sedikit membuka mata hati kita akan pentingnya kebersamaan semua pihak dalam memberikan pendidikan dini agar anak-anak kita bisa membangun benteng perlindungan diri dari kejahatan.

Komunikasi antar sesama merupakan upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. Tanpa komunikasi dan interaksi, kita sulit bisa bersatu dalam mecegah segala bentuk kejahatan yang mungkin terjadi di sekitar kita. Oleh sebab itu, kemajuan teknologi harus bisa dimanfaatkan dengan baik, tanpa mengucilkan diri dari keluarga dan lingkungan.

Kehadiran teknologi tidak selalu menimbulkan akses negatif. Namun ada sisi positifnya. Tinggal kita yang harus cerdas menggunakan kecanggihan teknologi saat ini. Mencegah akan lebih efektif, jika dilakukan secara bersama dan berkesinambungan. Kepedulian kita, merupakan langkah tepat mengantisipasi serangkaian peristiwa agar tidak terulang kembali.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.