Sidang Fee Proyek Lampung Utara, Setor Rp 40 Juta Dapat Proyek Nilai Rp185 Juta

Bandarlampung, Warta9.com – Pengadilan Tipikor Tanjungkarang kembali menggelar sidang lanjutan kasus suap fee proyek Kabupaten Lampung Utara, yang berlangsung secara online, Rabu (29/4/2020).

Kali ini, Jaksa KPK menghadirkan enam saksi, namun hanya empat yang hadir. Yakni Hadi Kesuma, IM, Dicky Syahputra dan Yunizar Amri. Sedangkan dua orang lainnya beralasan sakit.

Dalam kesaksian Dicky Syahputra, selaku Direktur Dewa Sakti, mengaku, menyetor uang sebesar Rp40 juta ke Syahbudin (mantan Kadis PUPR Lampura yang juga menjadi terdakwa) melalui Fria.

“Saya mendapatkan proyek pada tahun 2017. Awalnya saya diperintahkan paman saya untuk mencari pak Kadis PU Syahbudin, lalu ketemu di Islamic Center, waktu itu pelantikan pejabat Lampura,” kata Dicky. “Dan saya ketemu langsung, kemudian saya memperkenalkan diri karena Syahbudin belum kenal, saya bilang keponakan Pak Su Eeng alias Hendra Wijaya,” lanjut Dicky.

Tak bertele-tele, Dicky langsung menyampaikan jika dia minta pekerjaan dan oleh Syahbudin dijawab bila nanti akan dihubungi oleh orang kepercayaannya. “Lalu selang sebulan di hubungi pak Fria, lalu kata Fria disiapkan ikan 40 kilogram, lalu saya laporan ke paman saya,” jelas Dicky. “Pemahaman anda ikan 40 kilogram itu apa?” tanya JPU KPK, Ikhsan.

“Pemahaman saya itu fee, dengan nilai uang maksudnya Rp 40 juta, dan langsung ketemuan di stadion kota sulung Kota Bumi,” jawab Dicky.

Setelah itu, lanjut Dicky, ia mendapatkan pekerjaan peningkatan jalan di Way Merah dengan nilai pagu Rp185 juta. “Tahun 2019 dapat juga?” tanya JPU lagi.

“Ada, awalnya saya diperintah untuk mencari pak kadis, pada bulan Mei 2019. Lalu ketemu di kediaman pak Helmi jaya, saya bilang saya minta pekerjaan dan pak kadis bilang sabar nanti kamu melalui pak Helmi saya serahkan nomor telpon, saya lapor ke paman saya untuk bersabar nanti dihubungi pak Helmi jaya, lalu sebulan dari itu pak Helmi telpon bilang disiapin 60,” kata Dicky.

Kata Dicky melalui Hendra Wijaya Saleh pun menyiapkan uang Rp 60 juta untuk diserahkan kepada Helmi Jaya. “Tapi dalam BAP, bahwa uang yang saya setorkan ke Syahbudin untuk mendapatkan paket proyek hingga saat ini belum dapat pekerjaan?” tanya JPU membacakan isi BAP Dicky. “Benar,” jawab Dicky.

Sementara itu, saksi lainnya, IM, yang berstatus ASN d Lampura, dalam kesaksiannya mengaku jika dirinya tidak pernah mengerjakan proyek melainkan memberikan fee proyek pada tahun 2014.

“Jadi awalnya saudara almarhum Ahyar (kerja di Dishub) menelpon ke saya, dan menawarkan ke saya pekerjaan di dinas PU dan belum dijelaskan pekerjaannya apa. Dan saudara Ahyar bilang ada pekerjaan di PU dengan nilai Rp 1 miliar,” katanya.

Kata dia, untuk mendapatkan pekerjaan tersebut, ia harus melakukan setoran sebesar 23 persen sehingga saat itu ia harus menyetorkan uang Rp 200 juta kepada Ahyar pada awal tahun 2014. “Saya sanggupi dan yang mengerjakan pekerjaan itu Ahyar,” kata IM. “Loh kok bisa Ahyar yang mengerjakan?” tanya JPU Ikhsan.

“Karena saya dijanjikan keuntungan Rp 150 juta,” jawabnya. IM pun mengaku Ahyar mengerjakan paket proyek tersebut menggunakan perusahaan Hendra Wijaya Saleh dengan perjanjian fee 1 persen.

“Kebetulan Hendra Wijaya Saleh masih tetangga,” ujarnya. Namun setelah pekerjaan dengan pagu Rp 1 miliar tersebut selesai, dia mengatakan bahwa BPK mendapatkan temuan terkait kualitas pekerjaan.

“Dengan adanya temuan tersebut, saya diminta menyerahkan uang Rp 120 juta lalu saya berikan ke Hendra Wijaya Saleh untuk BPK,” katanya lagi. “Jadi keuntungannya berapa?” tanya JPU lagi. “Hanya Rp 30 juta,” jawabnya.

“Baik, tahun 2015, apa benar Ahyar pernah pinjam uang Rp 127 juta untuk bayar fee ke Syahbudin?” tanya JPU. “Benar, dan dijanjikan keuntungan 12,5 persen, dengan nilai proyek Rp 600 juta, maka keuntungan Rp 75 juta, dan satu persen yakni Rp 6 juta untuk peminjaman perusahaan Hendra Wijaya Saleh,” bebernya.

JPU pun menanyakan terkait peminjaman uang Rp 100 juta untuk Ahyar sebagai kewajiban yang harus diserahkan ke Syahbudin. “Iya ada, keuntungan yang ditawarkan 12,5 persen, Rp 5 juta untuk peminjaman perusahaan Hendra, nilai pagu Rp 500 juta, jadi dapat keuntungan Rp 25 juta dan uang Rp 100 juta sebagai pengganti fee,” terangnya.

IM pun mengaku jika uang tersebut diserahkan ke Syahbudin melalui Fria. Sedangkan saksi Hadi Kesuma selaku relawan, mengaku tidak pernah diberi janji pekerjaan oleh Bupati. “Saudara adalah relawan, apakah relawan ada tugas khusus yang harus dijalankan saat kampanye?” tanya Kuasa Hukum Agung, Sopian Sitepu.

“Sebagai relawan kami pasang banner menyiapkan alat dan atribut kampanye dengan sukarela,” jawab Hadi.

Selanjutnya Sopian menanyakan apakah para relawan punya kewajiban untuk mengeluarkan uang, namun oleh Hadi hanya dijawab jika para relawan hanya mengeluarkan tenaga.

“Baik, anda menemui Syahbudin apakah karena janji atau memohon pekerjaan?” tanya Sopian lagi. “Saya memohon tidak ada janji,” jawab Hadi. “Apakah pernah bupati berjanji bahwa dia akan memberikan proyek?” tanya Sopian. “Tidak pernah,” tegas Hadi.

Hadi juga mengaku pernah mendapatkan paket pekerjaan pada tahun 2016-2017. “Awalnya pertengahan 2015 bertemu teman-teman sesama relawan menanyakan soal pekerjaan, lalu saya nanya kepada Taufik Hidayat (tim sukses),” kata Hadi.

Kata Hadi, ia bersama rekannya memohon dan meminta tolong agar diusahakan mendapat paket proyek di Lampung Utara. “Taufik bilang akan menanyakan terlebih dahulu, dan setelah itu saya ketemu Syahbudin, lalu saya tanya katanya tunggu dulu nanti langsung dihubungi Taufik,” jelas Hadi.

Selang beberapa hari, kata Hadi, ia dihubungi oleh Taufik jika mendapat pekerjaan, namun ada kewajiban kepada Syahbudin. “Tahun 2016 setor Rp 300 juta, rinciannya Rp 150 juta tiga teman nitip, dan saya Rp 150 juta untuk pagu pekerjaan Rp 750 juta, uang itu saya serahkan ke Taufik untuk Syahbudin,” beber Hadi.

Selanjutnya untuk mendapat paket proyek tahun 2017, Hadi mengaku menemui Syahbudin pada akhir tahun 2016.

“Saya tanya ke Syahbudin, relawan ini dapat pekerjaan lagi nggak, terus dia jawab nanti kita liat dulu karena banyak rekan relawan yang akan diberi,” sebutnya.

Selang tak beberapa lama, Hadi mengaku dihubungi oleh Taufik untuk segera menyiapkan kewajiban seperti sebelumnya.

“Uang yang diserahkan Rp 190 juta itu tiga orang teman nitip dan saya Rp 110 juta jadi total 300 juta, lalu uang yang terkumpul diserahkan ke Taufik untuk Syahbudin. Dan tahun 2018-2019, nggak dapat,” tandasnya.

Untuk diketahui, para saksi ini dihadirkan untuk terdakawa Agung Ilmu Mangkunegara (Bupati nonaktif Lampung Utara), Raden Syahril dan Syahbudin (mantan Kadis PUPR Lampung Utara. (W9-ars)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.