Jalan Ditempat, Proses Hukum Penganiayaan Oleh Anak Oknum Kades Dipertanyakan

Kotabumi, Warta9.com – Sejak dilaporkan pada Juni 2020 lalu, tidak kunjung ada proses kasus penganiayaan terhadap Mahmud Albet (Korban) perangkat desa yang memangku jabatan sebagai Kasi Kemasyarakatan Desa Kamplas Abung Barat, Lampung Utara.

Korban bersama dengan Kuasa Hukum Samsi Eka Putra, dari LBH Awalindo besok (Rabu) akan mendatangi Kantor Polisi Resort (Polres) Lampung Utara untuk mempertanyakan proses hukum yang dilaporkan oleh kliennya hingga saat ini belum ada titik terang dari pihak kepolisian.

Diketahui penganiayaan yang dilakukan oleh Mahendra, Kasi Kepemerintahan Desa Kamplas notabene putra kandung oknum kepala desa setempat terjadi saat rembuk desa guna menyelesaikan sejumlah persoalan yang disaksikan camat bersama Uspika dan perangkat desa setempat.

Turut hadir kala itu dari Polsek dan Koramil, dalam hal rembuk desa diketahui akan menyelesaikan permasalahan Siltap atas tidak diterimanya aparat desa, bahkan ada dua bulan tak dibayarkan dengan berbagai alasan tak masuk akal.

“Sudah dua bulan lebih ini berlangsung pristiwa sejak Selasa, 2 Juni 2020. Tertera pada laporan bernomor: LP / 525 / B / VI / 2020 / POLDA LAMPUNG / RES L.U. Sehingga kami mempertanyakannya, sudah sejauh mana perkembangannya,” kata PH, Samsi, sekaligus Ketua LBH Awalindo Lampura itu, Selasa, 18 Agustus 2020.

Menurutnya, sampai dengan saat ini pihaknya belum melihat itikad baik dari pelaku maupun pihak keluarga. Setelah sebelumnya pihak penegak hukum (polres), memberikan waktu bagi kedua belah pihak melakukan mediasi internal. Namun, dilapangan seperti bertepuk sebelah tangan.

“Itu yang kami sesalkan, mereka sudah diberi waktu (mediasi). Masih saja begini, saat ini kami merasa tak ada gunanya lagi untuk mediasi. Sehingga berharap aparat penegak hukum dapat menjalankan proses sesuai aturan yang ada,” terangnya.

Setelah sebelumnya, lanjutnya, segala berkas persyaratan telah penuhi. Berdasarkan hasil koordinasi dengan petugas polres melaksanakan proses penyidikan.

“Kalau belakangan itu kami tahu berkasnya sudah masuk di P21 atau istilahnya sudah lengkap, tinggal mengamankan pelaku. Untuk dapat dilanjutkan kepada proses penyidikan selanjutnya. Saya mewakili klien berharap kepada Polres untuk dapat segera bertindak, agar supremasi hukum dapat tegak dinegri ini,” tambahnya.

Sebab, kata dia, itu sudah kelewatan, karena pristiwa terjadi saat rembuk desa yang disaksikan Camat, perwakilan Polsek, Koramil serta Babinsa. Sehingga upaya yang seharusnya dapat menyelesaikan perkara diwilayah pedesaan gagal, bahkan tercoreng dengan aksi main hakim sendiri aparat desa kepada rekan kerjanya itu.

“Kami meminta aparat dapat tegak disini, jangan ada toleransi. Agar dapat diproses sesuai hukum berlaku,” imbuhnya.

Senada dikatakan oleh korban yang kesehariannya disapa Albet itu. Menurutnya, hingga saat ini tidak ada kejelasan atas kasus menimpa, sehingga meminta pihak polres disana untuk dapat segera bertindak. Sesuai mekanime dan proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga ada keadilan terhadap pristiwa naas menimpa.

“Sekarang kami sudah tidak mau bicara lagi, tolong kepada aparat untuk cepat menindaknya. Setidaknya ada efek jera, sebab bila tidak akan mendapat dampak yang buruk terhadap supremasi dan keadilan didalam masalah hukum,” ujarnya.

Albet menerangkan kejadian itu berlangsung begitu cepat, hingga ia tak siap harus menerima aksi koboy main hakim sendiri dari teman yang terhitung sejawat itu. Selain mengalami luka di bagian kepala karena dilempar kursi, tangannya kini sulit digerakkan karena berkali-kali menerima pukulan.

“Kala itu saya sedang berada didepan menjelaskan kronologi apa yang kami alami, dimana rembuk desa itu dilaksanakan dalam menyelesaikan sengketa dugaan pemotongan siltap menimpa aparat desa disana. Secara tiba tiba MH melempar hingga tak sempat mengelak mengenai kepala, bukan hanya itu, hal itu pun dilakukan lagi demi memuaskan hasratnya yang tidak terima terhadap perkataan menyudutkan kepala desa,” jelasnya.

Akibat peristiwa itu, hingga menyebabkan tangannya terkilir cukup para karena berusaha menangkis serang kedua dari MH. Seolah tanpa rasa sungkan kepada atasan, dalam hal ini camat dan Uspika. Pelaku tidak mau meminta maaf meski telah didamaikan.

“Camat sudah berusaha mendinginkan suasana menyuruhkan minta maaf, boro-boro merasa salah. Dia malah menantang, dan berkata siap bilamana dilaporkan kepada aparat dengan keangkuhannya. Malahan sempat menantang balik melaporkan dengan segala dalilnya,” terangnya menjelaskan kronologi kejadian.

Tak pelak, lanjutnya, setelah kejadian keluarga beriniasiatif membawanya kerumah sakit untuk diperiksa. Setelah itu melaporkannya kepada pihak berwajib disana untuk menempuh aksi kesewenangan dan mengarah keanarkis itu.

“Saya tidak terima diperlakukan gitu, toh disana untuk menyelesaikan sengketa pemotongan gaji aparat. Boro boro mau diselesaikan kalau begini,” pungkasnya. (Rozi/Lam)

Pos terkait