Surabaya, Warta9.com – Gubernur Jawa Timur (Jatim) Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, MSi, menjamu makan malam (Gala Dinner), peserta Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) yang sedang mengikuti Konvensi XXVIII dan Temu Tahunan XXIV, di rumah Dinas Gubernur, Sabtu malam (29/10/2022).
Jamuan makan malam dihadiri oleh
Ketua FRI Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU ASEAN Eng,
Rektor UNAIR Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT, Ak, selaku tuan rumah Konvensi ke-38, juga diikuti oleh Rektor Universitas Teknokrat Indonesia (UTI) Dr. HM. Nasrullah Yusuf, SE, MBA, yang juga Wakil Ketua Dewan Pertimbangan FRI.
Dalam jamuan makan malam Rektor UTI HM. Nasrullah Yusuf memberi cinderamata kepada Gubernur Jawa Timur Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, MSi. Hadir juga dalam jamuan makan malam dan ramah- tamah Pembina Yayasan Pendidikan Teknokrat Hj. Hernaini, MPd, Ketua Yayasan Pendidikan Teknokrat Dewi Sukmasari, SE., MSA., Akt. CA. Wakil Rektor UTI Dr. H. Mahathir Muhammad, SE, MM.
Rektor UTI HM. Nasrullah Yusuf, merasa senang bisa mengikuti gala dinner bersama Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Apalagi dalam acara ramah-tamah ini, Rektor Universitas Teknokrat Indonesia mendapat kesempatan untuk menyerahkan cinderamata kepada Gubernur Jatim.
Diketahui, Konferensi FRI 2022, Konvensi XXVIII dan Temu Tahunan XXIV digelar di Gedung Airlangga Convention Center (ACC), Kampus MERR (C), Universitas Airlangga (UNAIR) pada Sabtu (29/10/2022).
Konvensi XXVIII dan Temu Tahunan XXIV tersebut menyoroti tema besar tentang Peran Perguruan Tinggi dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan, Energi, dan Obat Menuju Indonesia Emas 2045.
Ia mengungkapkan, perubahan iklim berupa pemanasan global dan penggunaan energi fosil telah banyak menyebabkan kekeringan dan banjir di berbagai daerah. Sehingga, hal tersebut berdampak buruk pada produktivitas sektor pertanian yang mengalami penurunan sekitar 5-20 persen.
“Usaha yang luar biasa harus dilakukan untuk secepatnya menggunakan sumber energi bersih atau energi terbarukan sebagai substitusi penggunaan energi fosil. Upaya tersebut dilakukan demi mendukung transisi dari energi fosil ke energi terbarukan untuk mencapai Net Zero Emission di tahun 2060 atau bahkan lebih cepat lagi,” ungkapnya.
Mantan Rektor UGM itu juga mengungkapkan, industri obat masih sangat bergantung pada bahan baku impor sehingga kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi Indonesia. Sebagai negara dengan kekayaan biodiversitas terbesar kedua di dunia, Indonesia seharusnya mampu menghasilkan banyak bahan baku obat di dalam negeri. Namun faktanya, hal tersebut belum mampu dilakukan oleh negara Indonesia.
Lebih lanjut, pada bidang kesehatan, ia mengatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan pasar yang sangat besar dengan nilai yang dapat mencapai 2,2 juta USD per tahun. Namun kenyataannya, lebih dari 94 persen produk alat-alat kesehatan masih berasal dari produk impor. (W9-jam)