Hari Pers Nasional (HPN) 2025 diperingati pada Minggu, 9 Februari yang lalu. Perayaan ini sekaligus memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang ke-79.
Tema yang diangkat kali ini sangat relevan dengan program unggulan Presiden Prabowo Subianto soal swasembada pangan di negara agraris yang kita cintai ini. “Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa”. Tema ini menunjukkan dukungan pers terhadap upaya menciptakan sistem pangan berkelanjutan berbasis inovasi dan kearifan lokal. Mempercepat Pemulihan Sektor Pertanian dengan kebijakan pemerintah dalam memangkas birokrasi distribusi pupuk bersubsidi.
Wartawan sebagai pilar keempat dalam demokrasi di Indonesia, tentu sangat berkepentingan dalam mensukseskan program unggulan pemerintah terkait ketahanan pangan. Tentu, keterlibatan insan pers tidak harus turun langsung seperti lembagan pemerintah dan TNI/Polri dalam program swasembada pangan.
Profesional
Kita tahu bahwa sejak reformasi tahun 1998 dunia pers mengalami euforia. Sejak itu hingga kini lembaga pers dan wartawan tumbuh pesat. Jika sebelumnya media massa dapat dihitung dengan jari tangsn. Tapi, sejak reformasi pertumbuhan media massa bak jamur di musim hujan, ratusan media lahir bahkan di kabupaten dan kota baik media cetak maupun elektronik apalagi media online semakin menjamur.
Terutama media online perkembangannya cukup luar biasa sehingga dalam satu kabupaten atau kota telah muncul ratusan media online. Memang kondisi ini tidak bisa dihindari karena perkembangan teknologi yang membuat orang untuk selalu berkreasi baik media online maupun media sosial dan elektronik. Seiring dengan itu, barang tentu akan muncul wartawan-wartawan dadakan yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan atau basic jurnalistik. Dari sinilah kemudian akan muncul beberapa wartawan yang tidak profesional sehingga menjadi problematika di lembaga pers maupun masyarakat.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai lembaga pers tertua yang diakui oleh Dewan Pers terutama di Provinsi Lampung terus berupaya untuk meningkatkan profesionalisme wartawan dengan menggelar program uji kompetensi wartawan (UKW). Upaya yang dilakukan PWI ini dalam rangka menciptakan wartawan profesional yang mumpuni, mampu bekerja menulis standar kualitatif minimal setara dengan kriteria sebagai wartawan kompeten.
Menurut penulis, apa yang telah dilakukan oleh PWI dan organisasi wartawan lainnya dengan melakukan pelatihan jurnalistik dan uji kompetensi merupakan bentuk tanggungjawab dalam rangka peningkatan profesionalisme wartawan di Provinsi Lampung.
Namun untuk membentuk pers yang profesional tidak bisa dipaksakan tanpa ada kesadaran wartawan itu sendiri. Pers yang memperoleh kebebasan sejak era reformasi juga dituntut untuk mereformasi diri terutama wartawan dalam menjawab kemerdekaan pers sesuai dengan Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
Data di PWI Lampung hingga tahun 2024, sebanyak seribu lebih anggota PWI, yang dinyatakan kompeten sebanyak 846 orang terdiri, muda, madya dan utama. PWI Lampung sejak tahun 2011, telah berusaha meningkatkan profesionalisme wartawan dengan mengadakan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI), juga sudah 30 kali lebih menggadakan Ujian Kompetensi Wartawan (UKW). Apa yang telah dilakukan PWI dan sejumlah organisasi wartawan dengan menggelar pelatihan dan ujian kompetensi, dalam upaya menciptakan wartawan profesional dan martabat. Sebab, hanya wartawan yang profesional yang akan melahirkan pers yang bermartabat dan sehat.
Sederhananya, wartawan profesional setidaknya mempunyai skill atau keterampilan dalam reportase, wawancara dan menulis berita dan mampu membuat feature (pendalaman berita) dengan tulisan yang baik dan benar. Petaka bagi wartawan era digital saat ini, semakin mudah dukungan teknologi informasi, pendalaman berita semakin berkurang. Jangankan melakukan pendalaman berita, yang ada sekarang muncul budaya copy paste yang dilakukan sebagian wartawan. Kalaupun membuat berita sendiri, kaidah jurnalistiknya, huruf dan kalimatnya kurang memperhatikan metode penulisan.
Masyarakat saat ini semakin pintar dan kritis, bila wartawan tidak meningkatkan profesionalismenya, maka dia akan dijibir publik. Apalagi dengan menjamurnya media siber saat ini, banyak pilihan masyarakat mencari informasi yang berkualitas. Oleh karena itu, ciri wartawan profesional harus ditekankan bagi organisasi pers terutama perusahaan pers. Karena di Lampung masih banyak orang-orang yang mengaku-ngaku wartawan dengan gaya yang menakutkan dan memuakkan sehingga meresahkan masyarakat dan merusak citra wartawan.
Mengawal Ketahanan Pangan
Perlu diketahui, pers berperan penting dalam penyebaran informasi kepada masyarakat. Baik dan buruknya informasi yang diterima masyarakat tergantung informasi yang disampaikan pers.
Karena itu, insan pers berkontribusi besar dalam mengontrol kerja pemerintah serta menjadi penyeimbang dalam menentukan arah kebijakan pembangunan. Peran media sangat vital karena telah menyuarakan dan menginformasikan berbagai program pemerintah. Keberhasilan program-program pemerintah tidak lepas dari kontribusi positif dan dukungan yang diberikan oleh media.
Sebagaimana fungsi pers sebagai alat kontrol berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah maupun lembaga legislatif dan yudikatif. Pers juga berperan dalam mengawasi jika ada pelanggaran dan memberikan koreksi atas kesalahan termasuk kebijakan di sektor pertanian.
Pers juga berperan untuk memastikan bahwa warga negara mendapatkan hak-hak mereka. Peran ini termasuk dalam fungsi pengawalan hak warga negara. Pers berperan sebagai perantara untuk masyarakat atau penyambung lidah masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, kritik dan saran kepada pemerintah.
Di era Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, swasembada pangan menjadi program prioritas, sehingga semua elemen digerakkan untuk menjadikan pertanian mandiri. Karena Indonesia mempunyai peluang besar untuk menjadi lumbung pangan dunia.
Pemerintah Indonesia menargetkan swasembada pangan terwujud dalam waktu 4–5 tahun mendatang, dengan visi ambisius menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia. Presiden Prabowo Subianto pun berkomitmen untuk mencapai target ini melalui serangkaian kebijakan strategis yang mencakup pengembangan food estate, peningkatan infrastruktur pertanian, dan modernisasi sektor agribisnis.
Untuk mendukung program swasembada pangan, pemerintah merancang sejumlah langkah strategis, antara lain, pengembangan food estate yang berfokus pada tanaman padi, jagung, singkong, kedelai, dan tebu dengan target penambahan luas panen hingga 4 juta hektare pada 2029. Kemudian langkah lain, pemerintah seperti disampaikan Menko Pangan Zulkifli Hasan, Pemerintah akan melakukan perubahan besar terhadap alur distribusi pupuk subsidi untuk petani, dengan tujuan mempersingkat dan menyederhanakan proses penyaluran.
Ambisi swasembada pangan pemerintahan Presiden Prabowo, sebenarnya bukanlah hal baru. Pemerintah sebelumnya telah mencoba mengimplementasikan kebijakan serupa, termasuk program food estate. Sayangnya, banyak dari program ini menemui kegagalan karena beberapa alasan.
Untuk mendukung program pemerintah bidang ketahan pangan, tentunya insan pers tidak harus turun ke sawah. Tapi, media dan seluruh insan pers dapat memberikan informasi yang kredibel dan bertanggung jawab dalam menyampaikan program pemerintah terutama swasembada pangan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dengan baik terkait ketahanan pangan.
Banyak sektor pertanian yang perlu mendapat kontrol media, terkait lahan pertanian, air irigasi, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, benih tanaman, pembiayaan, perlindungan tanaman, perizinan usaha, teknis budi daya, pembinaan usaha, pemasaran, sarana usaha dan lain-lain.
Di Provinsi Lampung, isu yang mutakhir sektor pertanian disuarakan petani dan mendapat pengawalan pers soal harga ubikayu/singkong. Sehingga Presiden dan Menteri Pertanian turun tangan menetapkan harga singkong sebesar Rp1.350 dengan rafaksi maksimal 15 persen.
Soal pupuk, juga menjadi problem bagi petani. Sudah banyak kejadian, petani terkena imbas pengusaha pupuk nakal sehingga petani membeli pupuk palsu. Karena itu, standar mutu pupuk juga harus dikawal oleh media sehingga petani tidak dirugikan.
Langkah Pemerintah Indonesia akan melakukan perubahan besar terhadap alur distribusi pupuk subsidi untuk petani, dengan tujuan mempersingkat dan menyederhanakan proses penyaluran seperti disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, patut diapresiasi, karena memangkas birokrasi.
Karena selama ini proses penyaluran pupuk subsidi ke petani terhambat oleh birokrasi yang rumit. Salah satu hambatan utama adalah keharusan menunggu Surat Keputusan (SK) dari pemerintah daerah (Pemda). Birokrasi yang terlalu panjang ini menjadi faktor penghambat distribusi pupuk khusus subsidi.
Termasuk kebijakan baru dilakukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, akan langsung mengeluarkan instruksi penyaluran pupuk subsidi kepada Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), yang kemudian akan menyalurkan pupuk kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Dengan perubahan ini, SK yang selama ini diterbitkan oleh bupati, gubernur, dan kementerian lainnya akan dihilangkan.
Tentunya, agar penyaluran pupuk bersubsidi tidak menjadi problem, perlu dikeluarkan keputusan yang lebih tinggi seperti Peraturan Presiden (Perpres). Dengan aturan yang lebih sederhana, didukung dengan Perpres, maka penyaluran pupuk subsidi ke depannya dapat berjalan lancar tanpa hambatan administratif.
Sebab, selama ini penyaluran pupuk subsidi ada kendala surat keputusan kepala daerah, sehingga penyaluran pupuk tidak maksimal. Maka dengan kebijakan baru yang diperkuat oleh Perpres, perubahan ini memberikan harapan besar bagi para petani Indonesia. Dengan sistem yang lebih sederhana dan cepat, diharapkan petani dapat menerima pupuk subsidi tepat waktu, mendukung hasil pertanian yang lebih baik, dan mempercepat pemulihan sektor pertanian Indonesia.
Rencana pemerintah menyalurkan pupuk subsidi langsung ke Gapoktan mendapat mendapat respon positif dari Sekretaris Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Provinsi Lampung Jiwa Shofari. Menurut Jiwa Shofari, bisa saja penyaluran pupuk subsidi melalui Gapoktan. Namun dia memberi catatan, tidak semua Gapoktan bisa menjalankan tugas ini. Gapoktan yang mendapatkan kepercayaan penyaluran pupuk harus dilihat dulu kelas dan kemampuannya.
Menurut Jiwa Shofari, Gapoktan yang sudah punya kemampuan manajerial dan finansial yang baik dimungkinkan bisa sebagai penyalur pupuk subsidi. Tetapi Gapoktan yang manajerial buruk dan bermasalah dengan dana PUAP (Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) dana batuan Rp100 juta untuk dipertimbangkan kembali.
Kebijakan pemerintah yang baik di sektor pertanian termasuk distribusi pupuk subsidi, dibutuhkan pengawasan dari berbagai pihak termasuk pers. Karena di setiap musim tanam, pupuk selalu menjadi problem bagi petani. Karenanya, media pun perlu berperan aktif dalam mengawal kebijakan pemerintah sektor pertanian terutama distribusi pupuk. Ini sangat urgen, karena hasil pertanian yang baik berawal dari benih yang unggul dan pupuk yang berkualitas.
Disinilah pentingnya peran wartawan dalam mengawal pembangunan, terutama sektor swasembada pangan dengan pemberitaan yang objektif dan konstruktif. Karena pembangunan yang sukses tidak lepas dari peran serta media masa dalam memberikan pemberitaan yang objektif dan konstruktif.
Semoga wartawan di Indonesia bisa menghasilkan karya jurnalistik yang ideal. Dengan membuat berita yang mengacu paduan etis teknis wartawan profesional dengan penulisan komprehensif didasari pada rumusan 5W+1H, dengan materi yang komplet, korektif, konkret, kinclong disajikan secara terang dan jelas sehingga mudah dipahami pembaca. Mari kita kawal program swasembada pangan dan berbagai sektor pendukung pertanian seperti pupuk, agar pertanian kita mandiri dan cita-cita Indonesia menjadi lumbung pangan dunia tahun dapat terwujud. (*Pemred Warta9.com)