Pre-Requirement Emotion Recognition Applications Guidance Stakeholders Teknologi Informasi di Lampung Pasca Pandemi Covid 19, Oleh: *Faruk Ulum, MTI

Warta9.com – Dampak pandemic Covid -19 bukan hanya berdampak pada masalah kesehatan saja, namun berdampak pada permasalahan lainnya seperti sosial dan ekonomi masyarakat. Salah satu contoh dampak adalah cepat-lambatnya resiliensi emosional individu, ketika mengalami duka karena kehilangan seseorang yaitu: penolakan, kemarahan, depresi, tawar-menawar, dan penerimaan.

Imbas emosional Covid -19 juga terjadi pada perubahan teknologi dalam sistem pembelajaran; Dari tatap muka menjadi daring, “memaksa” tenaga pendidik beradaptasi dan merevitalisasi terhadap deteminasi teknologi komunikasi, terutama dalam hal media pembelajaran daring. Tidak berhenti disitu, salah satu hasil penelitian juga menemukan bahwa pembelajaran daring selama pandemic berpengaruh pada gangguan perkembangan psikososial yaitu terbatasnya interaksi anak dengan orang lain dan berkurangnya keterampilan anak berkomunikasi.

Gangguan ini berimplikasi pada keterasingan anak dalam kehidupan sosialnya sehari-hari. Imbas-imbas emosional tersebut dimanfaatkan secara ekonomis oleh segelintir pihak terutama oleh para provider e-commerce tetapi tanpa memberikan batasan. Tool-tool yang menghibur bagi para user pengguna media sosial digital seperti filter-filter camera/video, emotion recognition application dan lainnya, tidaklah disertakan limitasi knowledge-nya.

Sehingga memiliki resiko yang membahayakan secara emosional; bukan hanya kepada user tetapi juga para pakar atau ilmuwan dan bahkan etika kemanusiaan. Hal inilah yang mendasari para peneliti, baik di bidang industry IT maupun akademisi dunia seperti Microsoft, Harvard University, MIT dan lainnya memberikan 12 guidelines (arahan) dalam sistemasi assessment dan penanganan resiko emotion recognition applications.

Pertanyaannya adalah seberapa penting dan/atau dititik manakah kita mengikuti guidance (petunjuk) yang diberikan oleh para peneliti tersebut? Atau paling tidak bagaimanakah care para provider IT sebagai kepanjangan tangan atas determinasi Teknologi pada segala bidang kehidupan masayarakat terutama di era (Pasca) Pandemi Covid 19 ini?

Google dan Macintosh sebagai provider Teknologi Informasi, me-release tool melalui web maupun integrasi applikasi fitur di Smartphone produk mereka, dengan tujuan membantu hubungan keseimbangan “emosional” teknologi dengan para user. Digital Wellbeing (Google memberikan nama dan release pada 2018) berusaha menjawab pertanyaan di atas dengan upaya membantu Manusia dalam 4 hal yaitu pemahaman kebiasaan, focus pada hal-hal yang penting, nonaktifasi fitur, dan menyarankan keseimbangan teknologi bagi keluarga.

Usaha relasi keseimbangan emosi dengan para user Google di atas, tercermin dengan jelas di dalam web https://wellbeing.google/get-started/focus-your-time-with-tech/ melalui suatu video survey dalam bentuk 7 rangkuman pertanyaan “emosional” untuk para stakeholder.

Ketika dilakukan pengambilan sampel secara sederhana pada Mahasiswa dengan jumlah responden 62, Score Z memberikan hasil probabilitas terbesar mendekati “Setuju” pada pertanyaan “cenderung tenggelam (lupa waktu) ketika bermain gawai/smartphone” dan “Keharusan memeriksa Smartphone saat itu juga, Jika terdengar nada dering/getar”.

Akan tetapi, ketika menanyakan hal yang berkaitan dengan relasi value Kecerdasan Emosional Sosial, probabilitas Score Z yang dihasilkan mendekati “Tidak Setuju”. (*Pakar IT Adoption/Dosen Universitas Teknokrat Indonesia)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.