Cabut Perbup Aneh “Kebiri” Kebebasan Pers

Bandarlampung, Warta9.com – Mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung Juniardi, S.H., M.H meminta Pemda Tulangbawang Barat segera mencabut Peraturan Pj Bupati dan memperbaiki aturan yang justru mengarah kepada upaya menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik, dan bertentangan dengan tranparansi dan akuntabel dalam rangka menuju good government.

Hal itu dikatakan Juniardi, saat dimintai tanggapan terkait terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 27 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Informasi, dokumentasi dan Audiensi Media dan Perbup Nomor 28 Tahun 2023 tentang Kerjasama Desiminasi Informasi di Tulangbawang Barat.

Bacaan Lainnya

“Saya baru dapat salinan Pergubnya dari kawan-kawan wartawan. Perbup itu mungkin maksud dan semangatnya dalam rangka meneruskan UU KIP, tentang PPID dan layanan informasi publik. Tapi setelah dibaca agak aneh dan berpotensi bertentangan dengan UU lain dan UU diatas, maka bisa batal demi hukum,” katanya Juniardi.

Menurut Juniardi, Irisan antara Undang-undang (UU) Pers dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) adalah informasi. Informasi Publik dijamin oleh UU untuk dapat diperoleh setiap orang sesuai ketentuan yang berlaku.

Maka pada 14 Juli 2011, Komisi Informasi Pusat membangun Nota Kesepahaman (MoU) dengan Dewan Pers. Tujuannya, untuk memastikan bahwa kinerja pers tidak ‘terganggu’ dengan mekanisme UU KIP.

“Bisa dibayangkan, repotnya wartawan jika mendapatkan dokumen yang diminta pada 10 + 7 hari kerja, padahal deadline-nya besok. MoU ini pun menjadi dasar pengecualian prosedural terhadap UU KIP. Kalau dengan pers, ya jangan gunakan UU KIP,” katanya.

Juniardi mengatakan, khusus wartawan, unit yang melayaninya bukanlah PPID, tapi unit khusus yang lazimnya disebut Hubungan Masyarakat (Humas), yang tugasnya mengarahkan wartawan untuk wawancara pada pejabat tertentu.

Termasuk mengorganisir konferensi pers, mengolah dan memberikan press release, menginformasikan kegiatan-kegiatan pejabat Badan Publik untuk liputan media, menyediakan dokumen yang dibutuhkan wartawan, dan lain-lain.

Artinya jika ada dokumen yang dibutuhkan wartawan, tugas Humas untuk melayani. Humas dapat berkoordinasi langsung dengan unit yang menguasai dokumen tersebut.

“KIP tidak mengganggu kinerja Pers. Ada PPID dan Humas, nah Humas ini yang menjadi pembantu kinerja pers berkoordinasi terlebih dahulu dengan PPID. Karena pada UU Pers menegaskan, peran pers nasional melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum,” katanya.

Sementara, didalamnya perbup itu lanjut Alumni Magister Hukum Unila itu, ada memasukan kalusula tentang media dan pers, sehingga menjadi rancu. “Tahukan bahwa UU no 40 Tetang pers tidak ada turunannya, karena memang UUnya lek spesialis tentang kemerdekaan pers,” ujar Kordinator Forum KI Indonesia 2011-2015 itu.

Juniardi menjelaskan, dalam Konstitusi mengatur hirarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

“Lalu Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Peraturan pemerintah. Peraturan presiden, Peraturan daerah provinsi. Ada peraturan daerah kabupaten kota, hingga surat edaran. Misal UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Lalu ada Perpunya, lalu ada Permendagri, Peraturan Komisi Informasi, Pergub dan seterusnya,” kata Juniardi.

Belum lagi isi Perbup yang juga ikut-ikutan mengatur tentang sengketa informasi yang menjadi kewenangan komisi informasi yang sudah diatur UU KIP dan peraturan komisi informasi. “Perbup itu terlihat seperti tanpa kajian akademik, isinya hanya copas pasal pasal UU KIP, pasal pasal UU Pers. Jika ingin mengatur soal audensi pers, itu jadwal protokoler saja,”katanya.

Lebih fatal lagi, lanjut Juniardi, Perbup itu dalam hal memaknai pasal 17 UU 14/2008 tentang informasi yang dikecualikan. “Ayat ayat pada Pasal 17 UU KIP itu, intinya adalah informasi dikecualikan menyangkut rahasia negara, rahasia private, dan rahasia persaingan usaha tidak sehat. Diuji dulu konsekuensinya sebelumnya dinyatakan rahasia atau informasi dikecualikan,” ujar mantan Wartawan Lampungpost itu.

“Misal, informasi dikecualikan karena rahasia negara. Ngujinya sederhana, apakah jika Informasi itu dibuka ke publik Negara terganggu, jika tidak maka bukan rahasia negara. Contoh soal anggaran di Tubaba. Apakah soal anggaran di Tubaba jika dibuka ke Publik, Negara terganggu?,” katanya.

Lalu informasi private, contohnya informasi informasi private adalah menyangkut rahasia pribadi seseorang, misal Warkah, wasiat, rekan medik, termasuk CV, nilai hasil tes dll. “Nomor HP misalnya itu private. Menjadi informasi publik apabila diijinkan pemilik. Kecuali HP pejabat publik ya, bukan private karena jabatan jabatan publik,” Urai Juniardi.

Lalu, informasi rahasia persaingan usaha tidak sehat, misal saat proses tender proyek. Selama masa proses, dokumen dokumen persyaratan milik perusahaan itu rahasia adalah rahasia.

“Menjadi tidak rahasia setelah menjadi pemenang. Karena itu kerap ditemukan kecurangan, ternyata pemenang tidak sesuai syarat misalnya. Transparansi itu juga untuk mencegah korupsi. Maka ada istilah kalo bersih kenapa risih,” kata owner sinarlampung.co ini.

Memahami keterbukaan Informasi, kata Juniardi adalah bagaimana membangkitkan partisipasi publik, dan akuntabilitas badan publik yang telah menjadi prasyarat dalam mendukung tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan.

Badan publik, harus membuka diri dan melibatkan masyarakat dalam pembangunan daerah. “Mempublikasikan informasi terkait kegiatan, program, dan kebijakan yang akan, sedang dan telah dilaksanakan termasuk dokumen-dokumen publik itu diatur di pasal 9, 10, 11, UU KIP. Cara paling sederhana dan murah saat ini yang digitalisasi,” katanya.

Karena, hubungan pemerintah dengan masyarakat yang selama ini bersifat top down sudah berubah menjadi terbuka untuk komunikasi dua arah, itu menjadi agenda reformasi birokrasi yang digaungkan Pemerintahan saat ini.

Karena itu, Juniardi berharap pemerintah daerah di Tubaba jangan justru menjadi preman dalam regulasi untuk menghalang halangi kemerdekaan pers. “Pembuat kebijakan jangan menjadi penjahat baru bagi dunia pers,” katanya. (**)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.