Kepopuleran dan Eksistensi Bahasa, oleh : Dr. Afrianto, SS., M.Hum*

Warta9.com – Beberapa istilah, kalimat, kata-kata Bahasa Inggris sering kita dengar dan lihat. “Jika tidak Bahasa Inggris tidak popular, tidak keren, dan tidak modern”.

Anggapan atau asumsi ini sepertinya menjadi semakin nyata dengan maraknya istilah-istilah, slogan, atau bahkan menu-menu dalam Bahasa Inggris di restauran atau tempat-tempat makan seperti coffee shop (kedai kopi).

Misalnya menu minuman di kedai kopi: brown sugar coffee, ice milk, brown sugar milk coffee, ice milk coffee. Hal ini secara otomatis menjadikan Bahasa Inggris semakin popular di kalangan masyarakat dan juga meningkatkan derajat citra diri penggunanya.

Ketika telah berada di level ini, maka mata masyarakat akan terkotak bahwa menggunakan istilah asing itu lebih bermartabat dan lebih popular di bandingkan menggunakan istilah dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pengelola usaha makanan/minuman lebih percaya diri menggunakan istilah Bahasa Inggris pada menu-menu yang tersedia dan istilah – istilah tersebut dianggap lebih menarik perhatian pembeli. Dengan perlakuan ini secara tidak langsung mendeskreditkan Bahasa Indonesia dan eksistensinya.

Lebih jauh, fenomena maraknya penggunaan Bahasa Inggris pun ditemukan dalam percakapan di berbagai media sosial, bahkan kelompok masyarakat tertentu cenderung mencampuradukkan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris atau dalam bidang linguistik disebut juga pencampuran bahasa (code mixing).

Hal ini, jika dilihat dari sisi sosiolinguistik (sociolingusitcs), dapat menghadirkan satu variasi bahasa baru yang dapat memperkaya khasanah bahasa. Di sisi lain, hal ini berpengaruh terhadap eksistensi Bahasa Indonesia. Apalagi ketika bahasa campuran tersebut lebih popular di banding Bahasa Indonesia dan nyata lebih digandrungi oleh para kawula muda yang notabenenya adalah penerus penutur Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kita perlu mengkhawatirkan eksistensi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan juga identitas bangsa.

Jika memperhatikan hadirnya Bahasa Indonesia sebagai bagian dari perjuangan Bangsa Indonesia untuk bersatu ketika masa perjuangan merebut kemerdekaan, maka sudah selayaknya Bahasa Indonesia dipertahankan, dikembangkan sesuai dengan keilmuan bahasa, dan digunakan secara baik sehingga diharapkan bisa menjadi bahasa dunia. Menjadi bahasa dunia atau menjadi salah satu bahasa internasional yang diakui UNESCO bisa menjadi arah kebijakan instansi pemerintah Indonesia. Hal ini bisa menjadi salah satu cara alternatif untuk mempertahankan Bahasa Indonesia.

Selain itu, proses Indonesiasi istilah-istilah teknologi yang mutakhir dan terbaru dalam Bahasa Inggris perlu secara konsisten dilakukan. Selanjutnya, perlu ada upaya untuk menyebarluaskan dan menyampaikan pada khalayak ramai/masyarakat Indonesia mengenai padanan kata atau istilah dalam Bahasa Indonesia.

Sejauh ini pada realitanya, masih banyak istilah-istilah Bahasa Indonesia tidak diketahui secara luas, misalnya salindia (slides presentation), pelantang (speaker), pewara (mater of ceremony), siniar (podcast), takarir (caption), santiaji (briefing), lewah pikir (over thinking), widyawisata (study tour), dan penyelera (appetizer).

Dalam hal ini perlu adanya dukungan dari berbagai kalangan, termasuk juga masyarakat yang membuka kedai kopi atau rumah makan. Sebaiknya dalam menentukan menu menggunakan istilah atau kata-kata dalam Bahasa Indonesia dengan membentuk akronim (pemendekan kata-kata dengan membentuk kata gabungan baru), misalnya, brown sugar milk – susu gula merah menjadi sugmer/sugamer/sgamer; brown sugar milk coffee-kopi susu gula merah menjadi kosugumer; milk tea – teh susu menjadi tesu; dan lain sebagainya.

Kepopuleran penggunaan kata-kata atau istilah dalam Bahasa Indonesia tersebut bergantung pada masyarakat menggunakannya. Semakin marak digunakan maka semakin popular istilah tersebut. Akan tetapi, semakin ditinggalkan maka semakin tenggelam dan mati. Jika telah mati, akan kemana kita mencari identitas bangsa kita tercinta ini. Jadi, marilah kita gunakan Bahasa Indonesia, seperti slogan dalam Bahasa Lampung “lamun mak sikam sapa lagi, lamun mak ganta kapan lagi” (jika bukan kita siapa lagi, jika tidak sekarang kapan lagi). (*Kepala P3LT Universitas Teknokrat Indonesia)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.