Kriya Nusa 2022, Mengenal Wastra Pelepai dan Tapis dari Lampung, oleh : H. Anshori Djausal

Kain Kapal/Pelepai

Warta9.com – Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) akan menggelar pameran Kriya Nusa pada 21 September 2022 hingga 25 September 2022 bertempat di Hall A Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta. Dalam pameran kerajinan yang diikuti oleh seluruh Provinsi di Indonesia, Provinsi Lampung mendapat kepercayaan menjadi Ikon Kriya Nusa 2022.

Sebagai Ikon Kriya Nusa, Dekranasda Lampung yang diketuai oleh Riana Sari Arinal, tetap menonjolkan kain Tapis. Ir. H. Anshori Djausal, MT, pemerhati Budaya, Arsitek, Peneliti dan Penulis mengupas Wastra dan Tapis Lampung.

Lampung memiliki berbagai wastra. Ada dua wastra yang sangat unik. Yang pertama adalah, Kain Kapal, kain yang ditenun dengan motif kapal-kapal yang sangat indah. Yang terbesar adalah yang dipajang di panggung dengan panjang mencapai 3 meter dengan motif kapal yang sangat kaya dan indah, disebut PELEPAI.

Motif kapal Lampung juga diartikan merupakan sebuah lambang perjalanan hidup manusia sejak dari lahir sampai saat menutup mata selama-lamanya. Kapal juga diartikan  sebagai perlambang kehidupan manusia yang senantiasa bergerak dari satu titik ke titik tujuan. Pelepai, Nampan dan Tatibin dipakai dalam berbagai acara adat. Tetapi tidak digunakan sebagai pakaian.

Rp.25 Seri Kebudayaan 1952
Pecahan 25 rupiah 1952 di bagian depan bergambar sepasang pohon yang disebutkan sebagai pohon hayat.

Di bagian belakang tengah terdapat gambar perahu dengan 5 penumpang di dalamnya.

Yang kedua adalah Kain Tapis. Kain berbentuk sarung dengan tenunan kain yang memunculkan berbagai warna kain yang kemudian disulamkan benang emas sebagai benang ketiga dengan motif geometris maupun floral pada bidang kain dengan sangat indah.

Menjaga dan Melestarikan Warisan Wastra Kita
Dalam masyarakat adat Lampung wastra ini masih dipakai dan digunakan dalam berbagai acara adat atau tradisi yang ada. Setiap keluarga mesti memiliki wastra ini yang akan digunakan setiap keluarga atau masyarakat adat menyelenggarakan acara.

Tentu saja sekarang sudah tidak seperti dulu, ketika setiap kain tapis atau kain kapal ditenun sendiri oleh nenek atau ibu seorang gadis untuk dipakai pada saat sang gadis mengikuti acara adat. Sekarang sudah menjadi industri rumah tangga,industri kecil, sudah ada yang membuat khusus sebagai produk kerajinan. Ini berkembang oleh dorongan pemerintah dan kebutuhan masyarakat yang berkembang.

Produksi yang tumbuh pesat dibarengi dengan upaya pelestarian berupa kajian-kajian terhadap sejarah dan perkembangan wastra dari asal muasal yang kemudian mendorong kreavitas masyarakat adalah prinsip untuk terus menjaga dan melestarikan warisan wastra Lampung ini.

Berbagai kegiatan yang melibatkan anak didik di sekolah maupun umum dalam membangun keterampilan menenun dan menyulam kain tapis dan kain kapal perlu terus menerus dilakukan. Beberapa lomba atau sayembara dalam membuat atau mendesain perlu dilakukan.

Membangun sentra-sentra kerajinan, rumah tapis, rumah tenun baik di kota maupun di desa akan mendorong kreativitas dan produktivitas wastra ini. Namun demikian, upaya memperkenalkan wastra ini ke luar Lampung, nasional dan internasional juga harus dilakukan dengan potensi yang unik dimiliki masyarakat Lampung.

Pelestarian dan Pengembangan Budaya Lokal

Terus menerus menggali, mempelajari, mendalami, berbagai aspek kebudayaan yang terkait dengan nilai-nilai, karya, pranata sosial Terus menerus membangun pemahaman yang terkait dengan universalism, uniqueness sebagai sumbangan budaya lampung terhadap budaya nusantara dan budaya global Seni budaya Lampung harus mampu menyumbang keanekaragamam, sekaligus menunjukkan keunikan budaya. Pendidikan, kegiatan-kegiatan budaya adalah sebuah media berkembangnya seni budaya Lampung.

Dalam pembangunan budaya lokal yang melakukan adalah masyarakat, pelaku budaya adalah masyarakat. Pemerintah membina, mendorong, memfasilitasi kegiatan pelestarian dan pengembangan budaya lokal.

Sehingga kerjasama, komunikasi yang aktif dan saling melengkapi antara Pemerintah dan Masyarakat adalah prinsip utama upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal termasuk wastra. Adanya berbagai lembaga industri, lembaga budaya seperti Dekranasda, lembaga pendidikan dan penelitian termasuk swasta serta media dapat berperan sebagai partner pemerintah dan masyarakat untuk kegiatan ini. Membangun Partnership. Kerjasama tiga pihak atau lima pihak (Masyarakat, Pemerintah, Lembaga pendidikan, Swasta, Media). Sudah banyak kerjasama seperti ini berjalan dan sukdes. Termasuk KRIYA NUSA ini.

Setiap orang mempunyai kesempatan untuk ikut serta dalam ekspresi kreatif budaya, dimana keberagaman dapat berkembang menjadi produk yang unggul dan berkembang. (*)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.