Kinerja Pj. Bupati Dinilai Cuma Tebar Pesona, Firsada : Terserah

HUBUNGAN antara eksekutif dan legislatif cenderung renggang. Keduanya acapkali mengabaikan fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga. Ujungnya, pertikaian politik sering mengemuka saat menjalankan peran. Kedua lembaga tersebut harusnya bisa menata diri secara konstitusional agar tidak terbenam dalam kepentingan politik semata.

Baru baru ini, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat, Yantoni, menilai buruk kinerja pemerintah setempat. Penilaian itu ditujukan langsung kepada pucuk kepemimpinan di wilayah itu. Kehadiran Pj. Bupati Tubaba M. Firsada dianggap tidak bisa membawa ekonomi masyarakat lebih baik.

Bahkan sejumlah kegiatan dalam menekan inflasi atau kenaikan harga sembako, dianggap hanya menebar pesona. Peninjauan secara langsung oleh Pj. Bupati Tubaba ke sejumlah pedagang itu juga dinilai tidak berdampak terhadap ekonomi masyarakat, alias nihil.

Dimana harga beras dan kebutuhan pokok lain dinilai masih tinggi. Sehingga upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan harga pangan di daerah itu dianggap gagal. Firsada disebut cuma bisa meninjau sana-sini, namun tidak mampu memberi manfaat bagi masyarakat secara menyeluruh.

Renggangnya hubungan kedua lembaga itu diperkuat pada sidang paripurna. Dalam paripurna peringatan HUT ke-60 Provinsi Lampung tersebut, hanya dihadiri sembilan anggota legislatif. Sementara anggota DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat berjumlah 30 orang, 21 anggota lainnya absen.

Meski minim kehadiran anggota, peringatan HUT provinsi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tubaba, Senin (18/3/2024) itu tetap berlangsung. Usai paripurna, Pj. Bupati Firsada menanggapi santai terkait dirinya dianggap bekerja hanya menebar pesona. Baginya, bekerja lebih penting dari pada mempersoalkan penilaian buruk.

Kata dia, kinerjanya sebagai Pj Bupati di Tubaba merupakan perintah Mendagri. Untuk itu dia tidak perduli apapun penilaian meski di asumsikan kurang baik dan tidak bermanfaat. Ia hanya fokus menjalankan tugas dan terus bekerja sebagai penjabat bupati untuk melayani masyarakat.

Terkait rendahnya tingkat kehadiran anggota DPRD dalam konteks hubungan antar lembaga tidak bisa dianggap peristiwa sederhana. Jelas, peristiwa itu menggambarkan pola hubungan kedua lembaga tidak dalam kondisi baik. Eksekutif dan legislatif masih terbenam dalam kepentingan.

Untuk itu antara eksekutif dan legislatif harus sejalan. Sehingga masyarakat bisa menikmati kinerja masing-masing lembaga dengan optimal, termasuk saat terjadi lonjakan harga pangan baik secara nasional maupun lokal.

Proses interdependensi dalam hal sharing kekuasaan untuk meyakinkan berlangsungnya mekanisme checks and ballance harus dilakukan dengan baik. Adanya kerjasama antar lembaga ini tentu memudahkan urusan dan tugas yang diemban masing-masing lembaga.

Apalagi, seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan masyarakat saat ini, setiap lembaga tidak lagi hanya menjalankan fungsi-fungsi tertentu. Lembaga legislatif, eksekutif memiliki tugas dan fungsi yang saling beririsan.

Pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan baik apabila komunikasi antara lembaga eksekutif dan legislatif berlangsung dengan harmonis. Dimana dua lembaga ini memiliki kedudukan yang sejajar. Eksekutif dan legislatif merupakan mitra, jadi kurang elok jika saling menjatuhkan satu sama lain. (jon/nan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.