Parpol dan Rekruitmen Pemimpin Bangsa, oleh : Wendy Melfa*

Pengantar

Warta9.com – Memasuki tahun politik 2023 yang sebentar lagi akan kita tapaki, like usually sebagaimana diperkirakan banyak kalangan, akan semakin hangat kalaupun tidak mau dikatakan panas seiring dinamika jelang dan tahapan agenda kontestasi pemilihan umum serentak tingkat nasional untuk merekrut, dan memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, dan DPRD serta tingkat daerah (lokal) untuk merekrut, dan memilih Kepala Daerah, dengan segala hiruk pikuk, dinamika, manuver politik yang didalamnya dapat dipastikan “melibatkan” publik sebagai unsur paling menentukan dalam proses demokrasi, karena ditangan publiklah hasil akhir proses politik itu ditentukan hasilnya.

Pembagian skala pemilu nasional dan daerah (lokal) dengan jarak waktu 8 bulan (Februari-November) seakan mendahulukan perhatian publik seputar issue-issue nasional terlebih dahulu, dan fokusnya pada candidat Presiden dan Partai Politik, dan sedikit membelakangkan issue candidat Kepala Daerah, meskipun sayup-sayup masih terdengar dan dibahas juga. Timming issue politik nasional utamanya berkaitan dengan figur calon Presiden dan Partai Politik mulai ramai hangat menjadi perbincangan beriringan dengan pembicaraan seputar perhelatan pertemuan pemimpin negara-negara dunia yang tergabung dalam KTT G 20 yang saat ini sedang menggelar pertemuannya di Bali 15 – 16 Nov 2022 , dan perhelatan Piala Dunia FIFA 2022 (2022 FIFA World Cup Champions) di Qatar 20 Nov – 18 Des 2022, dan ketiga agenda nasional dan internasional ini menarik perhatian publik nasional dan dunia internasional. Sangking menariknya ketiga agenda tersebut, issue seputar perubahan (berkurangnya) jumlah kursi sejumlah DPRD di Lampung, nampaknya kurang diminati untuk menjadi perhatian sekaligus pembahasan publik, begitulah “mesin” informasi yang bekerja secara automatic memilah dan memunculkan informasi sesuai dengan tingkat ketertarikan publik.

Parpol Sebagai Alat Rekruitmen Pemimpin
Sebagaimana beberapa tulisan sebelumnya, salah satu fungsi Parpol adalah party as a tool of leadership rekruitmen, sebagai sarana memunculkan, menyeleksi kader terbaik bangsa yang akan dipilih oleh rakyat untuk ditempatkan sebagai pemimpin negara yang akan menjalankan pemerintahan, apakah itu pada bidang eksekutif atau legislatif melalui mekanisme ketatanegaraan dan demokrasi sebagaimana yang ditentukan, yaitu pemilu yang demokratis. Namun nampaknya belum semua Parpol menjalankan fungsi tersebut, hanya ada beberapa Parpol yang sudah berani “melangkah” lebih awal untuk memajukan dan mencalonkan kader internal Parpolnya, dan ada juga bukan kader internal Parpol yang digadang-gadang bahkan berani disebutkan sebagai calon Presiden melalui mekanisme Parpolnya masing-masing untuk di (soft) launching kepada publik, diantaranya Partai Golkar yang mengusung Airlangga Hartarto (AH) yang merupakan Ketua Umumnya (kader internal), Partai Gerindra dengan Prabowo Subianto (PS) merupakan ketua umumnya (kader internal), Partai Nasdem dengan Anies Rasyid Baswedan (ARB) yang bukan kader internal, Partai Kebangkitan Bangsa mengusung Muhaimin Iskandar (MI) yang merupakan Ketua umumnya, sementara hanya itu, selebihnya Parpol masih belum “berani” menyebut “nama” yang diunggulkan untuk pantas dicalonkan sebagai calon Presiden, apalagi keputusan melalui mekanisme internal Parpol yang kemudian di-share ke publik, belum ada.

Pada dasarnya, publik berhak tahu dan akan memberikan penilaian atas track record dan kinerja sebuah nama calon pemimpin yang akan ditawarkan kepada publik, dan untuk itu membutuhkan banyak data dan waktu. Semakin banyak data dan waktu yang tersedia untuk “menimbang” sebuah nama, maka insyaAllah bukan hanya memenuhi asas publisitas yang memberi ruang terbuka bagi partisipasi publik seluas-luas dalam memberi nilai kepemimpinan calon pemimpin, juga memberi kematangan dalam proses berdemokrasi dalam memilih pemimpin, dan disitulah proses pendidikan politik juga lebih optimal berjalan.

Dari sisi waktu, semestinya Parpol sudah saatnya me-launching calon Presidennya, kalau tidak mau Parpol itu disebut oleh publik kurang menjalankan fungsinya dalam hal rekruitmen calon pemimpin, bahkan tak kurang Presiden Joko Widodo dalam pidatonya saat menghadiri HUT Partai Golkar ke-58 baru lalu mengatakan, “agar partai-partai politik jangan lama-lama lagi untuk mengumumkan kandidat calon Presiden atau Wakil Presiden yang akan diusung oleh Parpol itu”. Hal ini merupakan suatu ajakan agar Parpol menjalankan fungsinya sebagai alat rekruitmen pemimpin bangsa yang terlebih dahulu sebelum dipilih oleh rakyat, memberikan ruang dan waktu yang cukup untuk dinilai oleh publik.

Kematangan Demokrasi
Parpol dengan berbagai dinamika, manuver, dan kinerja politiknya akan sangat relevan dan pararel dengan proses tumbuh, berkembang, dan kokohnya demokrasi melalui fungsi-fungsi sebagai Parpol seiring dengan perkembangan peradaban dan kondisi sosial politik masyarakat yang juga semakin maju. Disamping masyarakat yang semakin maju, iptek yang juga capaiannya semakin berkembang, maka tentu saja Parpol mempunyai andil paling strategis dalam mendorong dan menciptakan kematangan demokrasi yang bukan saja sebuah harapan, tetaplah sudah menjadi tuntutan masyarakat.

Publik boleh menilai, bila hari gini masih ada Parpol yang belum optimal, atau kurang optimal dalam menjalankan fungsinya, dalam hal ini belum memunculkan calon Presiden yang akan diusung dalam kontestasi Pemilu 2024 yang akan datang, mengkategorisasikan kinerja untuk membangun kedewasaan demokrasi Indonesia adalah kurang optimal, kalo tidak mau dikatakan buruk.

Tentu saja premis memunculkan nama calon Presiden disini tidak sama sekali mengurangi makna dinamika politik yang berkembang. Dalam politik tidak ada yang statis, tidak ada yang baku, tentu nuansa dinamis akan sangat kental mewarnai proses-proses politik yang berjalan, tetap memberi ruang untuk tambah dan kurang, bahkan tetap terdapat peluang naik dan turun, bahkan pergantian sesuai dengan tren politik dan kebutuhan pasar politiknya guna terpenuhinya kepentingan dan kebutuhan politik, bukankah esensi politik adalah kekuasaan, dan untuk mendapatkan kekuasaan diperlukan kerja sama, solidaritas, dan mengurangi ketegangan politik.

Setidaknya bagi Parpol yang selangkah lebih awal memunculkan nama calon Presiden, dapat dikatagorikan sebagai Parpol yang sudah menjalankan fungsinya sebagai sarana rekruitmen pemimpin bangsa dengan memberikan ruang dan waktu yang cukup kepada publik untuk secara terbuka memberikan penilaian akan trac record dan kinerja nama yang diunggulkan, dan ini merupakan pendidikan politik bagi tumbuh, berkembang, dan dewasanya demokrasi di tanah air. Setidaknya langkah ini juga mengurangi persepsi umum dalam obrolan politik yang menilai Parpol paling jago kalo “main ditikungan terakhir”, race on the last lap, atau yang lebih tidak nyaman lagi kalo disebut “nembak dari atas kuda”.

Semoga Parpol semakin baik kinerja dan dinamikanya untuk lebih optimal dalam menjalan fungsi-fungsinya guna terbangunnya kematangan demokrasi Indonesia. (*Direktur Badan Saksi Nasional Partai Golkar Wilayah Lampung Anggota Dewan Pakar MPW KAHMI Lampung)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.