Bandarlampung, Warta9.com — PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII dilaporkan oleh sekelompok orang yang mengatas namakan Forum Masyarakat Pesawaran Bersatu (FMPB) ke Polda Lampung, Sabtu (5/8/2023).
Dalam laporannya ke Polisi, FMPB menuduh BUMN anak usaha Holding Perkebunan Nusantara (PTPN group) ini melakukan beberapa tindakan diduga melanggar hukum. Antara lain dugaan penyerobotan lahan seluas 239 hektare di Unit Wayberulu, penggelapan pajak, legalitas lahan, dan pemanfaatan lahan yang tidak semestinya.
Menanggapi laporan FMPB, Sekretaris Perusahaan PTPN VII Bambang Hartawan mengatakan, pihaknya menghargai langkah hukum yang diajukan warga. Ia mengatakan, sebagai perusahaan negara, PTPN VII patuh dan tunduk kepada Undang-undang dan hukum yang berlaku. “Kami PTPN VII tunduk dan patuh terhadap peraturan hukum yang berlaku pada semua aspek bisnis. Terhadap laporan yang mengatas namakan warga Taman Sari. Kami hormati haknya,” kata Bambang kepada wartawan, di kantor Direksi Bandarlampung, Senin (7/8/2023).
Perihal pokok perkara yang diadukan, Bambang mengatakan, PTPN VII memiliki semua bukti yang cukup dan sah di hadapan hukum. Namun demikian, pihaknya memiliki mekanisme yang baku untuk bisa mengekspose ke publik yang secara terbuka. “Pada dasarnya semua bukti legal sebagaimana yang dituduhkan kami punya, lengkap. Tetapi, sebagai lembaga negara, kami punya mekanisme khusus kapan dan dimana semua legalitas itu ditunjukkan. Oleh karena itu, kami sangat hargai langkah hukum mereka,” kata Bambang.
Namun demikian, pihak PTPN VII memberikan beberapa tanggapan atas beberapa poin masalah yang dituduhkan dan dilaporkan ke Polda Lampung. Soal legalitas, misalnya, Kepala Bagian Pertanahan dan Tehknologi Informasi PTPN VII Nugraha mengatakan, lahan yang dipermasalahkan warga memiliki alas kepemilikan yang sah. Ia mengakui lahan tersebut belum terbit Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU), tetapi semua bukti riwayat dan penguasaan hak sudah lengkap.
”Sertifikat bukan satu-satunya bukti kepemilikan. Kami punya bukti semua itu dan sejak beberapa tahun lalu sudah memproses terbitnya HGU. Tetapi, dalam perjalanannya terhalang oleh riak-riak konflik seperti ini. Padahal, untuk bisa terbit HGU, lahan tersebut sudah harus clean and clear,” kata Nugraha.
Terkait dengan klaim dari kelompok orang yang mengaku warga Tamansari, Nugraha mengatakan, secara hukum dan logika kronologis sudah tidak tepat. Mengutip Laporan Kepala BPN Provinsi Lampung kepada Kementerian ATR BPN perihal aduan warga Taman Sari yang ditangani, Nugraha menyebutkan kejanggalan itu.
“Dari laporan BPN Provinsi ke BPN Pusat tertanggan 20 Juni 2023, poin 2-C disebutkan bahwa mereka membuat surat jual-beli waris atas nama H. Abdurroni bertahun 1907 menggunakan aksara Lampung dan mata uang rupiah. Sedangkan zaman itu belum ada mata uang rupiah. Kalau tidak salah, kita menggunakan mata uang rupiah itu mulai 1946. Selain itu, ada beberapa kejanggalan lain seperti tidak disebutkan objek lokasi lahan, dan sebagainya,” kata dia.
Dalam konteks ini, Nugraha juga mengutip beberapa Peraturan Menteri ATR/BPN yang mengatur tentang kepemilikan lahan hasil nasionalisasi dari Pemerintahan Hindia Belanda. Bukti-bukti tersebut menguatkan legalitas kepemilikan PTPN VII terhadap obyek lahan yang disengeketakan adalah sah.
Mengenai tuduhan bahwa PTPN VII tidak membayar pajak atas objek tersebut, Nugraha menunjukkan bukti bayar pajak. Ia menyebut, jika dibutuhkan dan sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku, pihaknya akan menggelar semua bukti perpajakan yang telah dibayarkan PTPN VII kepada negara.
Massa saat menutup akses jalan PTPN VII
Penyewaan Lahan
Sedangkan pada poin tuduhan penyewaan lahan kepada pihak ketiga, Nugraha menyampaikan bahwa itu adalah kebijakan Direksi PTPN VII berkaitan dengan Program Optimalisasi Aset. Program ini, kata Nugraha, adalah mandatori dari Direksi Holding Perkebunan Nusantara (PTPN Group) dalam rangka peningkatan pendapatan perusahaan dari luar bisnis utama dan konsolidasi kepastian hak atas lahan yang sah.
“Beberapa tahun lalu, salah satu program strategi PTPN Group adalah optimalisasi aset kinerja perusahaan memang melambat karena anomali cuaca ditambah dengan Covid-19. Dimana, Direksi membuat kebijakan optimalisasi aset salah satunya melalui kerjasama dengan pihak ketiga,” kata dia.
Nugraha menjelaskan, kebijakan optimalisasi aset ini diatur melalui berbagai mekanisme yang jelas. Pihak ketiga yang boleh mengajukan kerjasama optimalisasi aset, kata dia, harus berbentuk badan hukum. Pemanfaatan lahan juga bukan bersifat tetap dan hanya untuk tanaman semusim. “Tentang kerjasama dengan pihak ketiga ini diatur dalam Peraturan Direksi PTPN III (Holding) Nomor Dirjper/15/2021 tentang SOP Kerjasama Optimasi Aset Tetap di Lingkungan PTPN Group. Jadi, semua standar pengelolaan dan pemanfaatan dari hasil kerja sama itu juga sangat jelas,” pungkas Nugraha.
Diketahui Juni lalu, massa menutup dua akses jalan perkebunan PTPN VII Way Berulu, Kabupaten Pesawaran dengan sabes dan portal. Saat melakukan aksi penutupan jalan, massa bentrok dengan petugas kepolisian di lokasi.
Massa menutup akses jalan perkebunan dengan menggunakan 1 mobil batu sabes kemudian memasang portal. Setelah selesai di titik pertama berjalan lancar massa pun menuju lokasi kedua akses PTPN VII. (W9-jam)