Rilda Pemenang Cerpen “Bukan Sebambangan” Berusaha Datang ke Krakatau Award

Bandarlampung, Warta9.com – Meski hingga tadi malam waktu Inggris, pemenang pertama Kakatau Award 2018 melalui cerpennya, Bukan Sebambangan, belum memastiksn datang ke Lampung. Saat ini, harga tiket ke Indonesia dan pulang masih kisaran Rp10-Rp15 juta. Namun demikian, ia masih optimis mendapatkan tiket di bawah Rp10 juta.

“Aku mau pulang ke Lampung, ramaikan Krakatau Award dan Festival Krakatau. Aku akan coba lagi coba lagi cari tiket promosi,” ujar Rilda Ara Oe Taneko melalui watsapp, Rabu (8/8/2018) pukul 05.30 WIB.

Menurut Ara, akrab dipanggil, nama Festival Krakatau (FK) sudah lama diketahui. Namun ia belum sempat menyaksikan. Ia bermukim di Inggris sejak 2009 mengikut suami, Dr. Ahmad Daryanto yang mengajar bidang Marketing di Lancaster University.

Ibu dari 1 anak berusia 11 tahun ini adalah jebolan (cum laude) Unila jurusan Sosiologi FISIP dan S2-nya di ISS Erasmus University, Belanda mengambil Women, Gender and Development. “Sejak mahasiswa memang saya menyukai masalah gender. Itu sebabnya saya sempat beraktivitas di DAMAR, sebuah lembaga advokasi perempuan,” kata Ara yang kelahiran Bandarlampung, 2 April 1980.

Pada 2002-2005, dia mengajar di Jurusan Sosiologi FISIP Unila. Lalu 2009 ia pindah ke Inggris karena tugas suami. “Saya tinggal di Lancaster bersama suami dan anak berusia 11 tahun,” ujarnya.

Disinggung cerpen “Bukan Sebambangan” yang mengantar dirinya di peringkat pertama, ia menjelaskan lahirnya karya itu karena melihat beberapa kasus pelarian perempuan Lampung yang mengatasnamakan adat. Menurutnya, perlu sosialisasi dari pemuka-pemuka adat tentang definisi, batasan dan prosedur ‘sebambangan’ secara jelas. “Bahkan perlu perda khusus yang mengatur perlindungan terhadap korban kasus seperti ini,” tegasnya.

Tentang kemenangannya di Krakatau Award, ia sangat bahagia dan bangga sebagai putri Lampung. Sebab itu, Ara ingin sekali pulang untuk menerima penghargaan itu sekaligus meramaikan KA dan FK. “Saya juga ingin beremu kawan-kawan sastrawan dan penulis Lampung,” tegasnya.

Lebib jauh, Ara mengatakan bahwa Krakatau Award dan Festival Krakatau sebagai perayaan tahunan akan budaya, seni dan keindahan Provinsi Lampung. Kegiatan ini menjadi kebanggaan sendiri bagi masyarakat Lampung. “Perayaan seperti ini mencerminkan nilai kemanusiaan suatu masyarakat dan sepatutnya terus diselenggarakan,” harapnya.

Sebagai sastrawan, Ara sudah menerbitkan kumpulan cerpen berjudul ‘Kereta Pagi Menuju Den Haag’ (Penerbit Pensil-324, Jakarta, 2010). Novelnya, ANOMIE, diterbitkan Penerbit Koekoesan, Jakarta, 2017. Lalu, antologi yang diterbitkan Dewan Kesenian Lampung, ‘Hilang Silsilah’, ‘Menerjang Batas, Mengejar Impian’ (Ford Foundation), dan ’30 Hari dalam Cinta-Nya’ (Dragon Publisher, Hongkong dan Taiwan).

Selain itu, karya-karyanya tersebar di media massa, seperti Koran Tempo, Media Indonesia, Jurnal Perempuan, Radio Netherlands, Suara Merdeka, Lampung Post, Jurnal Sosiologi, dan Social Justice Magz.

Selain, cerita yang ikut dipamerkan di pameran cerita pendek: ‘100 Faces, 100 Stories’ di Newcastle upon Tyne (2010), dan ‘Castle Park Stories: An Exhibition’ di Lancaster (2013), Inggris. “Cerita ‘EU Border Control’ meraih juara satu pembacaan Atticus Monolog di Lancaster (2017),” tutup Ara. (W9-jam)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.