Sudah 3 Tahun Hari Raya Nyepi Tanpa Ogoh-ogoh

Umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi tanpa Ogoh-ogoh. (foto : ist)

Bandarlampung, Warta9.com – Sudah tiga tahun umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi tidak ada perayaan ogoh-ogoh, termasuk Hari Raya Nyepi tahun Saka 1944/2022.

Pada perayaan Hari Raya Nyepi, 3 Maret 2022, umat Hindu masih harus menahan rindu karena tidak bisa menyaksikan pawai ogoh-ogoh, imbas dari lonjakan kasus Covid-19 di Provinsi Lampung.

Begitu juga pemandangan di Pura Kerti Bhuana, di Jalan Bypas Soekarno Hatta, Bandarlampung. Dalam perayaan Hari Raya Nyepi Saka 1944, tidak tampak kesibukan untuk membuat pernak-pernik pelaksanaan pawai ritual keagamaan tersebut.

Pemangku Pura Kerti Bhuana, Wayan Kertiana, mengatakan sudah tiga tahun terakhir pawai Ogoh-ogoh sebagai simbol kejahatan menjelang perayaan Nyepi yang akan ditampilkan justru tidak lagi dilihat Umat Hindu. “Sudah tiga tahun ini tidak ada pawai Ogoh-ogoh karena kasus Covid-19 kembali mengalami lonjakan,” kata Wayan, seperti dilansir RRI Bandarlampung, Kamis (3/3/2022).

Wayan melanjutkan, perayaan ditiadakan, karena umat Hindu mengikuti seluruh kebijakan dari pemerintah terkait dengan protokol kesehatan, salah satunya dengan tidak memobilisasi umat. “Intinya kita mengikuti ketentuan dari pemerintah. Kita juga tidak ada mobilisasj umat di pura ini,” paparnya.

Meskipun demikian, Wayan Kertiana mengakui, umat Hindu sebenarnya rindu dengan kondisi normal sebelum pandemi Covid-19 melanda. Seperti mengarak ogoh-ogoh. “Kerinduan umat pasti ada. Mereka sebenarnya ingin merayakan Nyepi seperti sebelum masa pandemi,” pungkas Wayan.

Diketahui, dalam perayaan Nyepi, ada empat pantangan yang wajib dipatuhi oleh umat Hindu yakni; Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan.

Selain itu, sebelum umat Hindu merayakan Nyepi, mereka memiliki beberapa tradisi yang biasa dilakukan, yakni Upacara Melasti. Upacara Melasti adalah upacara penyucian yang dilakukan 2-3 hari sebelum Hari Raya Nyepi.

Biasanya umat akan pergi menuju sumber air, seperti danau atau laut secara berkelompok atau rombongan, dengan membawa perangkat peribadahan seperti pratima atau simbol Dewa yang digunakan untuk memuja Sanghyang Widhi Wasa, Pralingga dan Arca untuk disucikan. (W9-jm)

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.