Oleh : Jamhari
Warta9.com – Di era multimedia saat ini perkembangan dunia jurnalistik semakin pesat. Revolusi industri telah membawa perubahan radikal dalam industri media, yang membuat media online tumbuh seperti jamur di musim hujan, mulai dari kota hingga desa.
Bersamaan dengan perkembangan teknologi digital dan multimedia juga menjadi perubahan kualifikasi kompetensi wartawan. Wartawan di era digitalisasi tidak hanya dituntut mampu melakukan kegiatan jurnalistik dasar, namun juga melakukan berbagai aktivitas distribusi konten serta berjiwa wirausaha.
Maka jangan heran saat ini dengan menjamurnya media siber (Online), banyak wartawan menjadi ‘bos’ karena sekaligus menjadi Direktur Perusahaan medianya. Menjamurnya media siber, tentu membuat informasi lebih cepat diakses masyarakat. Karena kapanpun, dimana pun masyarakat kini tidak ada kendala untuk mengakses informasi melalui gawai ata gadget.
Banyak pihak memprediksi bahwa gawai akan menjadi etalase atau utama tempat memajang produk-produk jurnalistik. Hal itu berarti media cetak tidak akan menjadi pilihan pertama baik oleh pembaca maupun oleh pemasaran iklan.
Hal itu menjadi alasan yang cukup kuat bagi fenomena penurunan sirkulasi media cetak yang ada baik nasional maupun lokal bahkan dunia. Namun beberapa media cetak mainstrem baik lokal maupun nasional di Indonesia tetap mendapat kepercayaan birokrasi, kalangan dunia usaha untuk memasang iklan maupun produk. Walaupun kalau dilihat oplah media cetak baik nasional maupun lokal mengalami penurunan cukup tajam.
Data Word Press Trend menunjukkan rata-rata penurunan sirkulasi surat kabar dalam kurun waktu 2010 2015 di beberapa negara benua Amerika bagian utara mencapai 8,8%. Sementara itu penurunan sirkulasi di Eropa mencapai 21,3% kondisi ini menjadi alasan logis penutupan beberapa surat kabar di kedua kawasan tersebut.
Menurut Reuters Institute Figital News Report 2018 menunjukkan, bahwa tren peningkatan penggunaan telepon seluler dan penurunan permintaan terhadap media cetak masih terjadi. Laporan terbaru Reuter Institute itu disusun berdasarkan riset yang dilakukan di 37 negara di kawasan Eropa, Amerika dan Asia Pasifik.
Di dalam laporan tersebut Reuters Institute menyatakan bahwa masyarakat tidak lagi bergantung pada media cetak untuk mendapatkan berita atau informasi lainnya. Masyarakat lebih memilih untuk media lain yang tersedia di telepon seluler untuk mendapatkan berita yaitu website, email, agregator berita mesin pencari dan media sosial.
Disinilah jurnalistik Media Online memiliki tantangan kedepannya untuk membuktikan kepada masyarkat, bahwa pemberitaan media online harus bisa dipercaya dalam memberikan informasinya.
Karena itu, para tahun 2011, Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, ahli pers dan perwakilan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber. Dewan Pers juga telah menetapkan seluruh wartawan di Indonesia harus mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW). Kompetensi itu diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme awak media guna menjalankan tugas peliputan sehari-hari.
Menurut data di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, setidaknya sudah ada 20 ribu wartawan di Indonesia yang berkompeten dan telah dinyatakan lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW) baik tingkat Muda, Madya dan Utama. Dan sejak tahun 2012, PWI Pusat telah mengumumkan nama-nama wartawan yang sudah kompeten.
Di Provinsi Lampung diperkirakan wartawan yang sudah kompeten sekitar 1000 orang lebih dari berbagai organisasi (PWI, AJI, IJTI) dan beberapa organisasi wartawan siber. Data di PWI Lampung sampai UKW angkatan XXV, sudah 792 wartawan anggota PWI sudah kompeten.
Program Uji Kompetensi Wartawan yang digelar secara rutin oleh PWI Lampung diharapkan bisa meningkatkan kualitas wartawan dalam menjalankan tugas sebagai jurnalis profesional.
Setiap tanggal 9 Februari, insan jurnalis di Indonesia memperingati Hari Pers Nasional (HPN). Tahun 2023, HPN digelar di Kota Medan Sumatera Utara dengan tema “Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat”.
Meski krans kebebasan pers sejak era reformasi telah dibuka oleh Pemerintah Indonesia. Bukan berarti wartawan bisa bebas melakukan kegiatan jurnalistik. Ada rambu-rabu yang harus dipatuhi wartawan dalam menjalankan tugas antara lain; Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Di Indonesia yang sering dijadikan panduan dan rujukan insan pers adalah yang disusun oleh Dewan Pers pada tahun 2006.
Lalu ada UU Pers No. 40/1999. UU Penyiaran No.23/2002 dan pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS). Delik Pers dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), UU Informasi dan Transaksi (ITE), dan aturan hukum lainnya.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya, norma masyarakat dan hati nurani. Ini adalah rambu-rambu yang tak tertulis, namun sangat perlu dicamkan oleh para pelaku di dunia jurnalistik.
Karena itu, agar pers Merdeka dan bermartabat, wartawan harus kompeten dan mampu memahi rambu-rambu jurnalistik. Sebab kalau tidak, wartawan bisa berhadapan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sudah banyak wartawan menjadi korban praktik kriminalisasi terhadap jurnalis dengan menggunakan UU ITE.
Ada tiga pasal yang sering dipakai untuk menjerat jurnalis yakni pasal 27 dan pasal 45 terkait pencemaran nama baik, serta pasal 28 terkait ujaran kebencian. Tiga pasal itu, sering disebut wartawan bersifat karet dan bisa menerabas kuil kebebasan pers. Pasal langganan dalam UU ITE sudah banyak menelan korban wartawan berurusan dengan aparat penegak hukum, akibat dari karya jurnalistik.
Perlu menjadu perhatian teman-teman wartawan, wabilhusus wartawan media Siber, bahwa produk jurnalistik adalah karya intelektual, sehingga proses mulai dari menggali informasi sampai menyiarkan dalam bentuk berita harus selalu melalui kerja serius, berdasarkan fakta, dapat dipertanggungjawabkan, sehingga kalaupun ada yang menggugat, penyelesaiannya secara intelektual pula.
Disinilah pentingnya wartawan mengikuti uji kompetensi wartawan di level muda, madya dan utama. Dengan mengikuti UKW setidaknya wartawan sudah memahami pesoalan etik dan hukum terkait pers. Mulai dari yang bersifat elementer seperti sikap profesional terhadap narasumber, tidak mengintimidasi, sikap berimbang, konfirmasi, sampai dengan sikap independen dan berpihak pada kepentingan publik di tahapan yang lebih rumit.
Bahkan, rambu-rambu tentang tidak menerima suap, tidak menerima imbalan terkait berita, tidak plagiat, langsung dikaitkan dengan pencabutan kartu kompetensi, apabila itu dilakukan mereka yang lulus uji kompetensi. Demikian catatan ringan pada Hari Pers Nasional, 9 Februari tahun 2023, wartawan di era digitalisasi tetap harus kompeten.
(Penulis adalah pemimpin redaksi warta9.com, kompeten wartawan utama)