Mesuji Darurat Kekerasan Perempuan dan Anak

Mesuji, Warta9.com – Kabupaten Mesuji darurat perundungan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Oleh Karena itu, semua stakeholder harus bekerjasama untuk menghentikan ancaman serius bagi generasi penerus di Bumi Ragab Begawe Caram tersebut.

Demikian hasil sarasehan (diskusi publik) yang digelar Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mesuji dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa ke-63 Tahun 2023 di RM Hambakung, Desa Brabasan, Kecamatan Tanjungraya, Selasa (18/07/2023).

Dalam sarasehan bertema “Stop Kekerasan dan Perundungan Terhadap Perempuan dan Anak”, Kejari Mesuji mengajak semua pihak untuk benar-benar peduli terhadap meningkatnya kasus hukum yang melibatkan anak di kabupaten setempat.

Kepala Kejaksaan (Kajari) Kabupaten Mesuji, Azy Tyawardana mengatakan tujuan diadakannya sarasehan atau diskusi publik dengan tema stop kekerasan dan perundungan (bullying) terhadap anak dan perempuan itu karena berangkat dari keprihatinannya atas banyaknya kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Bumi Ragab Begawe Caram itu.

“Selama ada Kejaksaan di Kabupaten Mesuji sudah ada 19 kasus yang melibatkan anak baik sebagai korban, saksi atau pelaku,” ujarnya.

Angka tersebut, kata Azy, sapaan akrab Kajari, sangat memprihatinkan karena dipandang dari sudut waktu yakni November 2022-Juli 2023 ada 19 kasus anak dan satu kasus perempuan sehingga total 20 kasus.

“Jumlah ini tentu sangat tinggi, karena persoalan perundungan dan kekerasan terhadap anak dan perempuan itu seperti fenomena gunung es (Iceberg). Jumlah yang muncul kecil tapi kenyataannya jauh lebih banyak,” katanya.

Harapannya, terus Kajari, dengan adanya diskusi publik yang menghadirkan narasumber yang berkompeten dapat menghasilkan kebijakan publik yang bisa diterapkan langsung ke masyarakat dalam bentuk edukasi ataupun literasi di lembaga-lembaga masyarakat yang ada.

Mulai dari sekolah, organisasi, bahkan sampai keluarga-keluarga agar mempunyai pemahaman yang sama untuk menangkal perundungan (bullying) yang kerap terjadi pada anak sehingga pada akhirnya melahirkan kekerasan pada anak atau perempuan.

Acara yang digelar Kejari Mesuji itu dihadiri Ketua DPRD, Elfianah. Kemudian Kanit PPA Polres Mesuji, Ipda. Dewi, lalu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat, Ust. Husni Fadli, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Ida Hamida, perwakilan dari Dinas Sosial, Hidayat (pekerja sosial) dan Dewan Penasehat (Wanhat) PWI Kabupaten Mesuji, Juan Santoso Situmeang.

Dalam kesempatan itu, Ketua DPRD Mesuji, Elfianah menyampaikan sangat prihatin atas banyaknya kasus melibatkan anak di Mesuji dan siap mendukung program prioritas sesuai dengan kapasitasnya.

“Tentu ini harus menjadi perhatian semua pihak agar kedepan generasi penerus kita, bisa terselamatkan dari trauma aksi perundungan dan kekerasan yang mungkin terjadi. Saya sebagai perwakilan dari DPRD tentu berharap kedepan kita dukung program dari DPPPA dan Dinas Sosial untuk melawan bullying dan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Mesuji. Nanti ajukan programnya bersama Bappeda, nanti kita lihat berapa yang bisa kita anggarkan dari APBD untuk persoalan ini,” tutupnya.

Sementara, PWI Kabupaten Mesuji berkomitmen untuk ikut melawan kekerasan dan perundungan terhadap anak dan perempuan yang terjadi di Bumi Ragab Begawe Caram itu. Hal itu disampaikan Dewan Penasehat (Wanhat) PWI Mesuji, Juan Santoso Situmeang.

Dalam kesempatan tersebut, mantan Ketua PWI Mesuji pertama itu, mengkritisi kegiatan cenderung saremonial.

“Hari inipun kegiatan ini seremonial. Namun ini titik awal untuk memulai perang terhadap bullying dan kekerasan terhadap anak dan perempuan,” ujarnya.

Sebagai insan pers, media masa di Mesuji terlebih PWI pasti mendukung dan mendorong edukasi masyarakat tentang bahaya perundungan (bullying).

“Dengan pemberitaan yang berkesinambungan, kita pasti bisa membuat publik terbuka dan menjadikan kesadaran bersama tentang bahaya perundungan dan cara menangkalnya,” jelas Juan.

Mantan ketua PWI Mesuji itu pun berharap semua pihak, baik itu Kejari, DPRD, tokoh agama, masyarakat untuk sama-sama menjadikan penyelesaian masalah ini sebagai fokus utama.

Karena, harus diakui, lanjut Juan, banyak pihak yang belum memahami tentang pengertian perundungan (bullying) dan kekerasan terhadap anak dan perempuan.

“Sikap atau prilaku apa saja yang masuk perundungan juga mungkin masyarakat belum banyak yang tahu. Bullying juga mungkin menjadi hal biasa, misal memanggil anak gendut atau hitam (body shaming), itu sudah bagian dari bullying. Jadi, kalau kita sepakat bullying adalah masalah besar, mari kita bersama untuk melawan itu dengan langkah nyata,” tukasnya.

Terakhir, Kajari Mesuji mengatakan jika pihaknya memiliki keterbatasan. Karenanya pihak Korps Adhyaksa menggelar sarasehan yang melibatkan banyak pihak untuk mencari solusi pencegahan hadapi kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Kami dari para penegak hukum yang dipagari dengan peraturan undang-undang, secara profesional melakukan penanganan sampai pembuktian di pengadilan. Hingga selesainya perkara. Namun, aparat penegak hukum memiliki keterbatasan hanya sebatas penanganan perkara hingga eksekusi. Pasca dihukumnya pelaku, bagaimana penanganan traumatik korban atau pelaku anak, kami memiliki keterbatasan. Tanpa melibatkan OPD dan lapisan masyarakat lain, tentu kami tidak bisa menjangkau sampai tahap itu. Nah, dengan acara ini kami ingin berbincang untuk mencari cara menghadapi situasi itu,” tutupnya. (W9-San)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.