Tuntutan dan Gaya Hidup Masyarakat Bisa Menyebabkan Peningkatan Penyakit Jantung

dr. Riana Handayani, Sp.JP (K) FIHA

Bandarlampung, Warta9.com – Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dan sebagai penyakit yang berperan dalam kematian. Data WHO menunjukkan bahwa penyakit jantung koroner dan stroke masih menduduki peringkat pertama dan kedua penyebab kematian utama di dunia.

Jumlah kematian akibat penyakit jantung ini secara global mencapai 18,6 juta orang setiap tahunnya. Di Indonesia juga sama masih menempati pertama. Seiring dengan perkembangan zaman, ternyata penyakit jantung bukan hanya disebabkan karena bawaan tapi juga karena pola makan dan gaya hidup.

Menurut salah satu dokter jantung RSUDAM Lampung dr. Riana Handayani, Sp.JP (K) FIHA, gaya hidup yang tidak sehat juga bisa meningkatkan risiko seseorang kena penyakit jantung. “Misalnya saja merokok dan minum-minuman beralkohol. Kemudian tuntutan gaya hidup lifestyle, bisa meningkatkan risiko seorang terkena penyakit jantung. Bila kebiasaan buruk ini bisa dihentikan mampu menurunkan risiko terkena penyakit jantung,” kata dr. Riana Handayani, Sp.JP (K) FIHA, dalam wawancara dengan wartawan Warta9.com, beberapa waktu lalu.

Menurut dokter Riana Handayani juga Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Lampung ini, penyakit jantung yang cukup populer adalah serangan jantung. Penyakit itu bisa terjadi pada mereka yang aktif merokok, obesitas, dan punya komorbid diabetes.

Dokter Riana melanjutkan, Kemenkes sudah mendeteksi 10 penyakit sebagai penyebab kematian tertinggi antara lain; stroke dengan 131,8 kasus kematian per 100 ribu penduduk. Kemudian jantung iskemik atau penyebab serangan jantung dengan 95,68 kasus. Lalu Diabetes Melitus dan TBC.

Sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) kata Riana, pihaknya telah melakukan langkah-langkah dengan melakukan prevensi/pencegahan, kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif. Lalu melakukan pemerataan pelayanan kesehatan dan standar.

Menurut dokter Riana, kalau dari Kemenkes sudah ada 50 RS di Indonesia yang ditunjuk pemerintah sebagai RS rujukan pasien jantung. RSUDAM Lampung termasuk diantara RS rujukan. Bahkan saat ini, pelayanan kateterisasi jantung di RSUDAM semakin canggih, mudah dan nyaman. Karena itu, RSUDAM bisa membawahi RS daerah-daerah. Selanjutnya RSUD Kabupaten/Kota harus bisa kateterisasi. “Karena itu, tidak bisa hanya ditangani oleh RSUDAM. Karena itu, perlu dukungan dari RSUD kabupaten/kota, karena penanganan maksimal 3 jam,” ujar dokter Riana.

Dokter juga menilai bahwa saat ini, penyakit jantung juga banyak dialami oleh sosial ekonomi bawah. Kalau masyarakat ekonomi atas justru sekarang pola hidupnya lebih baik. “Jadi sekarang ini ada perubahan tren penyakit jantung yang dulunya terjadi pada masyarakat dengan golongan sosial ekonomi menengah dan tinggi, tetapi sekarang mulai bergeser sosial ekonomi rendah,” ujar dr. Riana.

Terkait dengan jumlah SDM dokter spesialis jantung di Indonesia terutama di Lampung, Dokter Riana selaku Ketua PERKI selalu memfasilitasi dokter-dokter muda di Lampung. Tentunya prioritas putra daerah walaupun mereka dari FK luar.

Dari PERKI berharap ke depan di Sumatera ada Prodi jantung di Fakultas Kedokteran pada Universitas di Sumatera. Saat ini, Kalau infrastruktur sudah mencukupi.

Untuk mewujudkan ketersediaan pelayanan penyakit jantung perlu ada kerjasama yaitu, Pemerintah Provinsi menyediakan infrastruktur, Kemenkes alat-alat kesehatan dan PERKI menyiapkan SDM bekerjasama dengan RS Harapan Kita. Kebutuhan dokter jantung di Provinsi Lampung lanjut dokter Riana, sekitar 40 dokter spesialis jantung. Tapi saat ini masih kurang karena baru 17 dokter. RSUDAM rujukan utama, sedangkan yang madya baru delapan RS Daerah di Lampung. Targetnya setiap RSUD ada dua Sp.JP.

Disinggung pandangan PERKI melihat pentingnya menjaga kesehatan jantung dengan bantuan inovasi dan perubahan teknologi dan digital, Dokter Riana mengatakan, PERKI memanfaatkan sosial media untuk memberi edukasi kepada masyarakat. Jadi dalam event tertentu PERKI memberi informasi kepada masyarakat melalui pemanfaatan sosial media. Memang selama ini pemanfaatan teknologi kurang.

Menurut dokter jantung senior ini, sistem rujukan terintegrasi perlu diwujudkan. Karena kendala rujukan sangat luar biasa. Karena Lampung luas dengan penduduk cukup besar.

Oleh karena itu, dokter Riana berharap kepada pemerintah daerah terutama yang belum ada dokter spesialis jantung, bahwa kita sudah komitmen distribusi dokter. Memang selama ini ada kendala terkait status kepegawaian. Para dokter kebanyakan sekolah dengan biaya sendiri. Untuk kembali ke daerah karena statusnya belum jelas. Selain itu, fasilitas di RSUD belum siap.

Ia menambahkan, dokter jantung identik dengan alat yang canggih dan teknologi modern. Karena itu, perlu kebijakan dari pemerintah daerah terkait status, rumah dinas dan alat-alat. “Jadi terkait distribusi tega gak tega. Tapi apa boleh buat. Kami harus mendistribusikan SDM,” ujar Riana.

Pada tahun 2022, ada 700 pasien ditangani Chatlab. Setelah itu baru ke bedah jantung. Untuk melakukan bedah jantung juga bertahap. Targetnya, bukan hanya jantung bypass saja tapi penyakit jantung katup dan Kongenital. “Jadi kalau dari Kementerian Kesehatan kita naik, dari kuning, hijau, ungu, merah, jadi meluas. Chatlab berkembang, bedah jantung berkembang. Kalau segi infrastruktur sudah memadahi dan SDM sudah ada. Tapi kalau untuk Kabupaten/Kota belum,” ujar Dokter Riana. (W9-jam)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.