Tiang Penyangga Itu Masih Berdiri Kokoh

DI ATAS lahan itu tegak belasan tiang penyangga. Tiangnya dibatasi beberapa bilah papan yang mematok ukuran panjang teras bangunan rumah. Pria itu termangu. Pandangannya lepas ke arah ilalang dan tetumbuhan lain yang dihembus semilir petang.

Seketika ia bisu, saya pun ikut mengalihkan mata searah dengannya, menghadap ke hamparan rumput dan kayu di sekeliling kami. Suasananya senyap dari keriuhan orang. “Sudah ada tanda-tanda selesai,” kata pria yang akrab disapa Ajo.

Senin petang (23/11) kemarin, saya menyambangi lokasi bangunanan rumah di Kelurahan Rejosari Kotabumi Lampung Utara. Letaknya sekira 1000 meter ke arah timur kota, tepat di samping kolam milik salah satu anggota legislatif.

Di atas lahan itu kini tegak belasan tiang bambu penyangga. Tiang-tiangnya dibatasi beberapa bilah papan yang mematok ukuran panjang area bangunan. Melihat kokohnya pertapakan bambu itu, Ajo terkesan.

Dari tepi jalan, area rumah dirintangi tembok beton separuh anyaman kawat. Seorang pria parubaya menyibak jalan selebar dua meter untuk jalur masuk material sekaligus jalan masuk para pekerja menuju lokasi.

Pria berkulit gelap itu menunjuk puluhan bongkahan batu yang tergeletak di sudut kiri jalur tersebut. Ia bercerita, dulunya batu itu ditaruh untuk merintangi pekerja yang ingin memasok material bangunan.

“Batu ini sengaja diletakkan untuk menghambat pekerjaan yang melintas di lokasi bangunan,” ujar lelaki yang juga ambil bagian di pembangunan rumah itu.

Sejenak ia mundur ke belakang. Pria itu mengalihkan pandangan ke bangunan rumah berbahan kayu tak jauh dari tempatnya berdiri. Kokoh, rumah panggung di balik tembok pembatas itu milik salah satu wakil rakyat di Provinsi Lampung.

“Pilar. Suatu bangunan membutuhkan pilar supaya mampu berdiri kokoh. Bila tiang rapuh, maka bangunan akan mudah roboh,’’ kata pria 45 tahun dengan wajah murung.

Dia terjeda, entah karena terusik ruap ingatan tentang tragedi itu. Namun Ajo segera menoleh ke sekeliling, sambil menyesap sebatang rokok, lalu melanjutkan ceritanya.

“Saya benar-benar bingung waktu itu, mau di bantu tapi tidak diperbolehkan, peristiwa bisa terjadi sewaktu-waktu. Tukang saat itu benar-benar dalam keadaan panik,” kata Ajo.

Ia pun mengurut cerita. Siang itu, para pekerja baru selesai menunaikan ibadah Sholat Dzuhur selepas istirahat. Mereka memulai aktivitas memasang batu bata di layang rumah.

Tak lama setibanya di bangunan, urainya, Ajo melihat pekerja lalu lalang. Sejenak dia tercengang, menyaksikan runtuhan batu bata dari ketinggian tujuh meter. Sok, salah satu pekerja itu panik, lidahnya tercekat, tetiba merundung. Sementara, angin masih meniup kencang.

“Tukang itu nyaris jatuh bersama runtuhan bata,” cerita Ajo sambil menunjuk runtuhan bata akibat terjangan angin kencang itu. Para pekerja bergegas membersihkan runtuhan bata yang berserakan.

Di lokasi, puluhan warga pun mulai meriung di seberang jalan. Mereka menyaksikan pasir bercampur semen melumuri kayu penyangga tiang di sudut-sudut bangunan akibat beringasnya angin melumatkan letakan bata itu.

“Termasuk cepat ini, jika menilik sulitnya bekerja di tengah situasi cuaca, selesai puluhan bata di pasang, setiap kali pula angin kencang disertai hujan menghembus,” imbuhnya diselingi tawa.

Ajo memprediksi bangunan itu akan rampung dalam tiga pekan kedepan. Sesuai perjanjian, volume pekerjaan hingga plaster dinding luar dalam dan finishing layang.

“Sebagian tukang nyetel kayu, yang sebagian lagi mulai plaster dinding. Mungkin dinding dan kap tiga pekan lagi selesai,” ungkapnya lagi.

#Menyibak ingatan#

Oleh : Joni Efendi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.