Kejati Lampung Tetapkan Dua ASN Pemprov dan Satu Rekanan Tersangka Korupsi Pengadaan Benih Jagung

Bandarlampung, Warta9.com Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung telah menetapkan tiga orang tersangka terkait korupsi benih jagung, Pengadaan Bantuan Benih Jagung pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang dialokasikan untuk Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2017.kamis (25/3/2021)

Kejati Lampung Hefrinur, SH, MH, menerangkan dari tiga tersangka dua merupakan ASN Pemprov Lampung, dan satu rekanan. “Kejaksaan telah memeriksa sebanyak 25 (dua puluh lima) saksi dan alat bukti yang dimiliki oleh penyidik adalah alat bukti saksi, ahli, surat dan petunjuk.
Dalam perkara ini Kejaksaan Tinggi Lampung menetapkan sebagai tersangka yaitu, EY IMA (ASN) dan HRR (rekanan),” ujar Hefnur,di Kantor Kajati Lampung, Kamis 25 maret 2021.

Ia memarparkan, Kasus ini bermula dari adanya program pemerintah untuk mewujudkan swasembada jagung di Indonesia sehingga di tahun 2017 Kementerian Pertanian dan untuk itu Pemerintah Kabupaten / Kota mengajukan proposal kepada Kementerian Pertanian secara elektronik (E- Proposal).

Dari pengajuan tersebut kemudian Provinsi Lampung mendapatkan alokasi anggaran berkisar Rp.140 miliar dan berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia mensyaratkan agar uang tersebut dipergunakan / dibelanjakan untuk benih varietas hibrida (pabrikan) sebanyak 60% dari nilai anggaran dan benih varietas hibrida balitbangtan sebanyak 40% dari nilai anggaran tersebut.

Atas pelaksanaan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan diatas, kemudian PPK melaksanakan penandatanganan kontrak sebanyak 12 (dua) belas kontrak dalam 5 (lima) tahapan kegiatan dengan jenis benih varietas yang diadakan sebanyak 9 (sembilan) jenis benih varietas hibrida dan salah satu varietas yang diadakan adalah jenis benih varietas balitbang dengan merek BIMA 20 URI.

Dalam penunjukan penyedia varietas benih jagung balitbangtan, PPK kemudian menunjuk PT DAPI yang mengaku sebagai distributor yang ditunjuk oleh PT ESA untuk Provinsi Lampung dengan pelaksanaan kontrak sebanyak dua kali dengan nilai kontrak sebesar lebih kurang Rp. 15 miliar, dialokasikan untuk lebih kurang 26.000Ha lahan tanam dengan jumlah benih sebanyak 400Kg yang tersebar di Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Utara.

“dalam proses penyidikan diperoleh fakta bahwa PT DAPI tidak pernah mendapatkan dukungan dari produsen jenis benih BIMA 20 URI melainkan proses yang terjadi didalam proses pengadaan hanya proses jual beli antara PT DAPI dengan PT ESA dan dalam mengadakan benih varietas penyedia yang ditunjuk dalam hal ini PT DAPI mengadakan sendiri (membeli dari pasar bebas) sehingga kualitas daripada benih yang diadakan menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan (sertifikat kadaluarsa / sertifikat tumpang tindih),” katanya.

perkara ini berawal dari kegiatan Penyelidikan yang dilaksanakan oleh Penyelidik pada Kejaksaan Agung dengan menggunakan sumber informasi awal yang tertuang dalam LHP BPK terhadap kegiatan Pemeriksaan Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan dalam temuan tersebut tertuang adanya indikasi kerugian negara atas pekerjaan PT DAPI karena benih melebihi batas masa edar / kadaluarsa dan benih tidak bersetifikat senilai lebih kurang 8M. “Saat ini proses perhitungan kerugian keuangan negara sedang dikoordinasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan RI,” katanya.

Terhadap diri yang bersangkutan disangkakan pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Subsidair pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UURI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UURI No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 20 Tahun penjara. (W9-ars)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.