Kekang Demokrasi, Mahasiswa STIES Mesuji Tolak UU MD3

Mesuji, Warta9.com – Penolakan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) terus bergulir disuarakan golongan masyarakat dan para aktivis mahasiswa dari berbagai daerah.

Termasuk para aktivis yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah (STIES) Mesuji.

Penolakan mereka ditunjukan dengan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Mesuji, Rabu (14/3).

Koordinator Lapangan, Rizki mengatakan aksi unjuk rasa yang mereka lakukan sebagai bentuk protes penolakan UU-MD3 yang telah dirancang DPR RI. Sebab rancangan UU-MD3 dianggap membunuh simbol demokrasi kebebasan menyampaikan pendapat.

“Dalam UU MD3 terdapat beberapa pasal yang mengkriminalisasi sekaligus mengkerdilkan hak berpendapat rakyat, membunuh negara Indonesia yang berdemokrasi,” ujarnya.

Ada empat poin dalam tuntutan aksi damai tersebut. Pertama penolakan terhadap pasal 73, 122, dan pasal 245 yang ada di UU MD3. Kedua; Menuntut Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perpu) UU-MD3.

Ketiga: Menuntut MK untuk melakukan uji materi terkait UU-MD3. Dan terakhir menuntut DPRD Mesuji turut mendukung penolakan UU-MD3 dan penuntutan disampaikan ke DPR RI.

“Kami PMII dan BEM STIES sangat menolak undang undang tersebut, dan kami minta DPRD Mesuji juga demikian,” tegasnya.

Aksi puluhan aktivis Mahasiswa tersebut diterima langsung Ketua DPRD Mesuji Fuad Amrullah dan dipersilakan beraudiensi di ruang Paripurna DPR.

Dalam kesempatan itu Fuad Amrullah mengapresiasi apa yang menjadi pandangan para aktivis mahasiswa terkait UU-MD3. Menurutnya secara pribadi dan Ketua DPRD Mesuji dia sepakat untuk menolak UU-MD3 tersebut.

Dia menilai beberapa pasal yang ada di Undang-undang tersebut berlebihan. Karena DPR adalah wakil rakyat yang identik dengan masyarakat dan hubungan ini terancam terputus.

“Secara pribadi dan sebagai Ketua DPRD Mesuji saya sepakat dan sependapat dengan adik-adik mahasiswa, kita juga berharap dikembalikan saja ke Undang- undang sebelumnya kerena cukup berlebihan. Akan tetapi lembaga di DPR ini ada Praksi-praksi yang harus kita bahas terlebih dahulu bersama praksi bila ingin melayangkan petisi,” tukasnya.

Dijelaskan beberapa pasal yang kontroversial itu diantaranya pasal 73 ayat 4 yang berbunyi dalam hal badan hukum dan atau warga masyarakat sebagai mana dimaksud ayat 2 tidak hadir dipanggil selama tiga kali dengan menggunakan kepolisian negara republik Indonesia.

Pasal 122 hurup K yang berbunyi dalam menjalankan tugas sebagai mana dimaksud pasal 121A, MKD bertugas mengambil langkah umum dan atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Pasal 245 ayat 1 dan ayat 3 yang berbunyi ayat 1 pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyelidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari mahkamah kehormatan dewan, dan ayat 3 berbunyi ketentuan sebagai mana yang dimaksud ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR:

A.tertangkap tangan melakukan tindak pidana.

B.disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana mati ataupun pidana seumur hidup.

C.disangka melakukan tindak pidana khusus. (Mihsan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.