Siltap Perangkat Desa Kamplas Diduga ‘Disunat’, Camat : Kita Akan Telusuri

KOTABUMI – Plt Camat Abung Barat, Kabupaten Lampung Utara, Sukatno berjanji kroscek kelapangan untuk memastikan kebenaran terkait dugaan penghasilan tetap (Siltap) perangkat Desa Kamplas yang disinyalir disunat. Akibatnya, mulai dari Sekretaris Desa hingga Ketua Lingkungan (LK) dan Rukun Tetangga (RT) protes.

Hal tersebut dikatakan oleh Sukatno Plt camat menanggapi pemotongan intensif aparat dan permasalahan lain terjadi dilapangan akan realisasi Dana Desa (DD) setempat, Senin (01/06/2020).

“Kalau untuk masalah masker dan penyemprotan itu sudah dilaksanakan, tapi untuk dilapangan kita akan kroscek terlebih dahulu. Juga permasalahan pemotongan instensif aparat, tidak dibayarkannya akomodasi relawan Covid-19 serta lainnya,” terangnya.

Oleh karena itu, pihaknya berjanji akan menindak lanjutinya dilapangan. Sehingga tidak terjadi permasalahan lainnya, khususnya Jajaran Kepala Desa yang ada dilingkup kecamatannya.

Berdasarkan informasi dikumpulkan dilapangan, aparat desa dan masyarakat disana mengeluhkan pemotongan siltap atau intensif sebesar Rp600 ribu/bulan selama satu tahun belakang. Setingkat kasi misalnya, seharusnya menerima Rp1,950 juta/bulan hanya menerima Rp1,350 juta/bulan dengan alibi dipotong ppn/pph.

Padahal dalam peraturannya yang ada hanya di potong antara 5%-6% dari dana dibayarkan, sehingga timbul tanda tanya besar disana.

“Jadi dikemanakan sisanya, kalau dihitung dari jumlah siltap yang kami terima itu tidak sebesar dikatakan. Kalau ditanya ada saja alibi ngelesnya, kami kesalnya juga mendengarnya,” terang aparat desa disana.

Menurutnya, tidak sampai disana kejadian itu, bahkan ditahun sebelumnya anggaran berjalan ada 2 bulan tidak dibayarkan.

Padahal pemerintah daerah telah menyalurkan tunggakan pembayarannya (ADD) 2018/2019 sampai saat ini, mereka selalu mengedepankan alibi bahwasanya hal tersebut adalah perintah pimpinan.

“Kami sebagai aparat kan tidak buta-buta amat, karena dengan anggaran sebesar lebih dari Rp1 miliar itu siltap aparatnya sebesar itu. Dan kami saat ini masih saja dibohongi, dengan berbagai alasan tak masuk akal lainnya,” tambahnya.

Sehingga, kata dia, hal demikian cukup memberatkan. Apalagi ditengah Pendemi Covid-19 tahun ini. Selain itu, segala bentuk kerjaan yang seharusnya melibatkan jajaran itu tak dilakukan hanya segelintir orang disana masih terhitung kerabat dekat atau kelompoknya.

“Jadi kalau orang sini nyebutnya kocok bekem atau manajemen tusuk sate. Semua dilakukan oleh koroni dan kerabatnya, sementara kami tak dilibatkan. Bahkan hak mutlak macam siltap pun dipotong tanpa alasannya yang jelas, juga surat keterangan pengangkatan menjadi aparat tak jelas sampai saat ini,” terangnya.

Belum lagi instensif guru ngaji dan marbut tidak pernah direalisasikan. Mereka mengaku tidak pernah mendapatkannya, padahal itu telah menjadi program yang ada di desa tersebut. Sehingga menimbulkan tanda tanya, sebab dilapangan semua fungsi vital diduduki oleh koroni maupun kerabatnya.

“Itu yang menjadi tanda tanya besar kami masyarakat, dan selama ini program penanganan Virus Corona seolah tidak ada. Macam pembagian handsanitiser, masker, penyemprotan maupun alat cuci tangan tak ada. Apalagi didesa tetangga itu dilaksanakan, membuat iri dengan tetangga,” tambah salah seorang warga, (Rozi/Lam)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.