Heboh Negara Tetangga Mucul Virus Nipah Yang Mematikan

Jakarta, Warta9.com – Ditengah beberapa fenomena yang melanda sejumlah Negara, seperti kekeringan, perperangan, muncul kabar wabah mematikan dari Kerala, negara bagian di India Selatan.

Wabah tersebut disebut virus Nipah yang mematikan. Bahkan di Negara itu sudah muncul korban jiwa yang dilaporkan telah meninggal akibat penyakit langka dan sering kali mematikan tersebut.

Bacaan Lainnya

Menanggapi wabah tersebut, Ketua Menteri Kerala Pinarayi Vijayan mengungkapkan, sudah ada dua orang yang meninggal karena virus tersebut.

Menurut Vijayan ini adalah wabah keempat di negara bagian tersebut sejak 2018.

“Kita tidak perlu takut, tetapi hadapi situasi ini dengan hati-hati,” tulis Vijayan di media sosial, seperti di langsir dari CNN, Minggu (17/9/2023).

Dikatakan Vijayan, virus tersebut telah terdeteksi di distrik Kozhikode di negara bagian tersebut. Ia pun mendesak warga untuk berhati-hati dan mengikuti pedoman keselamatan departemen kesehatan.

Tak hanya itu, pihak berwenang di Kerala juga telah mengambil langkah untuk membendung wabah virus Nipah dengan menutup sekolah dan melakukan tes terhadap ratusan orang untuk mencegah penyebaran.

Menteri Kesehatan negara bagian tersebut, Veena George, mengatakan sejauh ini di Kerala, lebih dari 700 orang telah diidentifikasi sebagai kontak dekat dan sedang menjalani tes virus corona.

“Dari jumlah tersebut, 77 orang dianggap berisiko tinggi,” katanya, menambahkan bahwa kelompok tersebut telah diminta untuk tetap di rumah dan memantau kesehatan mereka.

Pihak berwenang di Kozhikode juga telah menutup beberapa sekolah di distrik tersebut. Sementara itu, tujuh desa telah dinyatakan sebagai zona pembendungan wabah Nipah.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), nipah adalah virus zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia. Tetapi penyakit ini juga dapat ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau langsung antar manusia.

Sementara menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), infeksi virus ini dapat menyebabkan penyakit ringan hingga parah. Gejala sering kali dimulai dengan sakit kepala dan kantuk, tetapi dapat dengan cepat berubah menjadi koma dalam hitungan hari.

Hal ini juga dapat menyebabkan sindrom pernafasan akut, dimana paru-paru tidak dapat memberikan cukup oksigen ke tubuh, dan ensefalitis yang fatal atau suatu peradangan otak. Penyakit ini juga belum memiliki vaksin, dan pengobatan terbatas pada perawatan suportif.

Konon pada tahun 2018 yang lalu Kerala mengalami wabah virus Nipah yang mematikan, virus ganas itu menewaskan 17 orang dan menyebabkan kepanikan yang meluas di negara bagian tersebut.

Saat itu, otoritas terkait memulai operasi pelacakan kontak yang ketat dan menguji lebih dari 230 orang untuk membendung penyebaran penyakit.

Tahun berikutnya, Kerala melakukan pengawasan terhadap lebih dari 300 orang setelah seorang pria didiagnosis mengidap virus tersebut. Negara bagian tersebut kembali mengalami wabah pada tahun 2021, yang merenggut nyawa seorang anak laki-laki berusia 12 tahun.

Menurut CDC, virus Nipah pertama kali diidentifikasi selama wabah tahun 1998-1999 di Malaysia, di mana hampir 300 orang terinfeksi dan lebih dari 100 orang meninggal. Lebih dari satu juta babi disuntik mati untuk menghentikan penyebarannya.

Nama virus ini diambil dari nama desa Kampung Sungai Nipah di Malaysia, tempat para peternak babi tertular penyakit tersebut.

WHO menyebut, selama wabah tersebut, sebagian besar infeksi pada manusia disebabkan oleh kontak langsung dengan babi yang sakit atau jaringan tubuh mereka yang terkontaminasi. Terdapat wabah berikutnya di India dan Bangladesh, dengan lebih dari 600 kasus pada manusia yang dilaporkan antara tahun 1998 dan 2015.

Penularan virus Nipah dari manusia ke manusia juga telah dilaporkan. Menurut WHO, antara tahun 2001 dan 2008, sekitar setengah dari kasus yang dilaporkan di Bangladesh disebabkan oleh penularan dari manusia ke manusia akibat pekerja yang memberikan perawatan kepada pasien yang terinfeksi.

Virus ini masuk dalam daftar ancaman epidemi WHO yang memerlukan penelitian dan pengembangan segera. (*)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.