Dari Bangunan yang Ada di Kota Baru, Rumah Adat yang Memungkinan untuk Kantor Sementara

Salah satu bangunan cukup artistik dengan konstruksi kayu berkualitas rumah adat di Kota Baru terbengkalai. (foto : ist)

Kota Baru, Warta9.com – Lokasi rencana pusat pemerintahan Provinsi Lampung yang berada di Kota Baru Jati Agung Lampung Selatan, memang butuh perhatian Pemerintah Provinsi Lampung. Namun, tidak mudah bagi Pemprov untuk mewujudkan pembangunan pusat perkantoran ini, karena kondisi bangunan rencana kantor Pemprov Lampung kondisinya rusak parah dan butuh kajian yang mendalam apakah bangunan yang sudah mangkrak 10 tahun itu, bisa direnovasi atau tidak.

Ada beberapa bangunan sepeninggalan mantan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP di Kota Baru yaitu, bangunan gedung kantor Gubernur Lampung, Gedung DPRD, Rumah Adat dan Masjid Agung yang sekarang dinamakan Masjid Al Hijrah.

Bacaan Lainnya

Masyarakat banyak berharap agar Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, melanjutkan pembangunan perkantoran di Kota Baru. Melihat beberapa gedung yang ada, bangunan rumah adat Lampung yang memungkinkan untuk bisa ditempati kantor sementara.

Mengapa, bangunan cukup apik dari kayu berkelas ini, mengalami kerusakan seperti bangunan lainnya. Tapi, bila ingin ditempati sementara, perlu renovasi. Namun, tidak separah bangunan lainnya seperti gedung utama kantor gubernur.

Kalau bangunan utama perkantoran Pemprov Lampung, kondisinya rusak parah dan butuh kajian mendalam, apakah layak direnovasi atau tidak. Karena kondisi bangunan yang banyak retak dan rusak, membuat biaya renovasi lebih mahal ketimbang mrmbangung gedung baru. Karena itu, butuh waktu dan pertimbangan yang matang, kapan Gubernur dan Wagub Lampung Rahmat Mirzani Djausal dan Jihan Nurlela serta jajaran pejabat dan Pemprov Lampung berkantor di Kota Baru.

Aliran Listrik dan Air Bersih
Ternyata gedung-gedung yang mangkrak itu, bukan hanya rusak. Namun, sarana pendukung seperti aliran listrik dan air bersih juga belum ada. Aliran listrik yang sudah bisa fungsikan Masjid Al Hijrah. Meski aliran listrik sudah masuk, tapi menurut informasi dari pekerja, listrik di Masjid Al Hijrah belum stabil.

Selain saran pendukung listrik dan air bersih, masih banyak sarana infrastruktur yang musti diperbaiki bila ingin memulai aktivitas perkantoran di Kota Baru.

Bangunan mangkrak saat ini tampak terlihat dikelilingi oleh hamparan luas lahan yang ditanami singkong dan rerumputan yang tinggi. Yang mulai nampak ada tanda-tanda kehidupan Masjid Al Hijrah yang saat ini sedang berlangsung pembangunan yang diketuai oleh Rektor Universitas Teknokrat Indonesia.

Pembangunan kota baru yang berjarak sekitar 45 menit dari pusat Kota Bandarlampung itu awalnya diinisiasi pada 2010. Namun, setelah 4 tahun berjalan, proses pembangunan tidak diteruskan pada 2014. Jadi, saat ini sudah10 tahun lebih tanpa ada perubahan di kota baru itu.

Seiring berjalannya waktu, tanah di sekeliling bangunan dan akses jalan pun tertutup oleh lahan singkong yang dikelola warga setempat akibat tidak ada kejelasan kelanjutan pembangunan.

Setelah bertahun-tahun tidak diusik oleh perubahan, kini mulai menggena desakan menghidupkan kembali kawasan tersebut untuk mengurangi beban ekonomi dan sosial yang mulai muncul di Bandarlampung.

Semangat perubahan ini juga muncul seiring dengan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara, Kalimantan Timur, yang prosesnya telah berjalan secara bertahap hingga beberapa tahun ke depan. Tapi saat ini, gaung pembangunan IKN juga redup.

Pembangunan Kota Baru mandek akibat keterbatasan anggaran dan pergantian kepemimpinan di Lampung satu dekade lalu.

Terdapat sejumlah tantangan dalam mewujudkan kembali kawasan tersebut, yaitu mulai dari pembersihan kembali lahan, upaya mengundang investor untuk pembiayaan, serta komitmen politik dari Gubernur Lampung.

Melihat beban berat Pemprov Lampung untuk membangun Kota Baru, maka terobosan perlu dilakukan untuk memasukkan pembangunan pusat perkantoran Pemprov Lampung ke Proyek Strategis Nasional (PSN).

Berdasarkan rancangan, kawasan Kota Baru seluas 1.308 hektare dibagi dalam beberapa kawasan, yaitu pusat pemerintahan dengan luas 434,73 hektare, pusat kota seluas 155,11 hektare, dan koridor pendidikan seluas 200,5 hektare.

Kemudian, perumahan seluas 263,17 hektare dengan asumsi luas minimal untuk perumahan seluas 123,17 hektare yang berisi 8.000 kepala keluarga dengan luas rumah per kepala keluarga 120 meter persegi.

Selanjutnya, area pusat Kota Baru seluas 125,61 hektare yang merupakan area komersial yang menggabungkan konsep hunian dengan perdagangan.

Kemudian taman hutan seluas 128,88 hektare yang merupakan area cadangan ruang hijau dan hutan kota yang diperuntukkan untuk kegiatan bumi perkemahan serta area konservasi. (W9-jm)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses