Kembaran Walikota Bandarlampung Eka Afriana dan Eva Dwiana Beda Tahun, Dugaan Manipulasi Data Dibawa-bawa Mistis

foto diolah oleh Hari

Bandarlampung, Warta9.com – Heboh soal dugaan ijazah palsu mantan Presiden RI Joko Widodo. Ternyata, soal manipulasi data juga terjadi pada saudara kembar Walikota Bandarlampung Eva Dwiana.

Warga Bandarlampung sudah mafhum, kalau Eka Afriana yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Bandarlampung merupakan kembaran Walikota Eva Dwiana. Tapi, ada yang aneh, tahun kelahiran kakak adik kembar ini berbeda. Eka Afriana, tercatat lahir pada 25 April 1973 dan Eva Dwiana lahir 25 April 1970. Merasa tahun kelahiran tidak sama, masalah mistis dibawa-bawa untuk menjawab perbedaan tahun kelahiran.

Bacaan Lainnya

Dikutip dari Pramoedya.id, kisah beda tahun kembaran Walikota ini, bermula dari hal sepele, soal tahun lahir. Tapi sebagaimana kita tahu, di negeri ini tak ada yang benar-benar sepele jika menyangkut kekuasaan.

Dalam data, Kadisdik Bandarlampung, Eka Afriana, tercatat lahir pada 25 April 1973. Yang jadi masalah, saudari kembarnya, Eva Dwiana, lahir pada 25 April 1970. Ya, kembar tapi beda tiga tahun. Ajaib? Bisa jadi. Tapi lebih mungkin ini kisah klasik dugaan pemalsuan data demi melewati syarat batas usia ketika seleksi ASN di Way Kanan tahun 2008.

Seorang sumber menyebut bahwa usia Eka saat itu sudah lewat dari ambang batas. Maka dipilihlah jalan pintas: umur dimundurkan tiga tahun. Data diubah, akta lahir dan KTP diperbarui. Tapi jangan buru-buru menuduh. Karena Eka sendiri punya penjelasan yang lebih “transendental”.

Ia mengaku bahwa perubahan itu bukan karena syarat usia CPNS, melainkan lantaran gangguan mistis atau indra keenam. Menurut pengakuannya, ia kerap melihat hal-hal gaib dan mendapat gangguan mistis hingga ke taraf stress dan depresi. Akhirnya sang ayah mengambil langkah “ruwatan data” agar hidup putrinya kembali normal. Bukan merubah nama seperti kebanyakan pesakitan, melainkan merubah tahun lahir. Yang semestinya 25 April 1970, menjadi 25 April 1973.

Apakah negara percaya begitu saja pada alasan semistis itu? Tampaknya iya. Karena proses administratif tetap berjalan mulus. Eka lulus jadi ASN, naik jabatan, dan kini menjabat kepala dinas.

Ijazah dan Data Kependudukan
Menurut Eka, ijazah yang digunakan pada saat mendaftar ASN adalah ijazah asli. Kemudian, terungkap bahwa perubahan akta kelahiran dan dokumen kependudukan baru dilakukan saat Eka berusia 30-an tahun, menjelang pengangkatan ASN di 2008 sesuai dengan nomor induk pegawai.

Dari hal tersebut, terlihat ada ketidaksinkronan: ijazah tetap mencantumkan tahun lahir asli, sedangkan KTP dan akta sudah diganti. Tapi semua itu lolos. Entah karena sistemnya rusak, atau karena yang bersangkutan memiliki privilege tertentu.

Jika kita kutak-katik, 2008 dikurangi 1973 mendapat hasil 35. Kontras, apabila 2008 dikurangi 1970 mendapat hasil 38. Ya, 35 tahun adalah batas maksimal pendaftaran CPNS pada waktu itu. Kebetulan? Bisa jadi!

Konsekuensi Hukum
Padahal menurut UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pemalsuan data pribadi adalah tindak pidana. Ancaman hukumnya bukan hanya penjara dan denda, tapi juga sanksi administratif hingga pemberhentian dari jabatan.

Yang lebih mengkhawatirkan bukan hanya manipulasi datanya, tapi pembenaran spritual atas manipulasi itu. Ketika birokrasi memaklumkan hal gaib, maka rusak sudah garis batas antara negara dan dukun. Bagaimana mungkin seorang kepala dinas pendidikan, yang seharusnya jadi simbol nalar dan pengetahuan membenarkan tindakan ilegal dengan alasan mistis?

Ini bukan sekadar kisah satu orang. Ini cermin betapa longgarnya sistem yang jelas butuh kontrol sosial. Di negeri ini, jalan menuju jabatan bukan cuma lewat SK dan seleksi. Kadang, cukup lewat akta palsu dan pengakuan bahwa “saya melihat hal gaib”.

Publik pun tergelincir, dibiarkan percaya bahwa segala kejanggalan ini adalah bagian dari takdir. Padahal, takdir dalam banyak kasus adalah hasil rekayasa yang lolos dari akal sehat manusia. (W9-jm)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses