Ciptakan Inovasi Destilator, Ubah Sampah jadi 3 Jenis Bahan Bakar

SEJAK tahun 2009, Muryani (60), yang mengenyam pendidikan sampai kelas 1 SMP berhasil membuat destilator sampah plastik secara otodidak. Sembilan tahun terakhir, dia memproduksi destilator yang mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak lebih dari 100 unit.

Di tengah panas terik yang menerpa pinggir Kelurahan Wlingi, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Selasa (13/08/2019), Muryani beristirahat sejenak. Dia sedang berada di kantor bank sampah tingkat kelurahan, tepat di sisi makam desa.

Sementara itu, di bengkel kerja yang berada tidak jauh dari Muryani berada, salah seorang anaknya, Diding Rulianto, sibuk menyelesaikan destilator pesanan konsumen. Alat itu dibuat secara manual.

Dibantu oleh adik kandung, Suripto dan Diding, Muryani membutuhkan waktu rata-rata sekitar 20 hari untuk membuat sebuah destilator. Untuk satu unit mesin berkapasitas 10 kilogram sampah dijual seharga Rp 32 juta, kapasitas 30 kilogram seharga Rp 55 juta, dan Rp 75 juta untuk yang berkapasitas 50 kilogram. Sementara untuk kapasitas 100 kilogram, harganya dibanderol Rp 95 juta.

Sejauh ini pesanan datang dari sejumlah pihak, terutama dinas kebersihan kabupaten/kota. Pemesannya tidak hanya berasal dari Pulau Jawa tetapi juga daerah lain, seperti Sumatera dan Kalimantan. Salah satunya dari Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung.

”Selama tahun 2019 ini ada puluhan unit pesanan. Satu tahun rata-rata ada 20 unit pesanan. Kita juga ada pesanan dari Pemkab Tulang Bawang Barat, Lampung,” ujarnya.

Menurut Muryani, ada tiga jenis bahan bakar minyak (BBM) yang dihasilkan dari proses daur ulang sampah plastik menggunakan destilator buatannya. Ketiganya adalah solar, bensin, dan minyak tanah yang dia sebut sebagai BBM Plas.

Volume bahan bakar hasil proses destilasi bervariasi, tergantung jenis bahan baku. Jika yang didaur ulang sampah plastik kresek, setiap 10 kilogram sampah menghasilkan 5-6 liter solar, 1,5 liter minyak tanah, dan 1-2 liter bensin. Bahan baku plastik PE/PP (plastik bening, misalnya bungkus gula pasir) bisa menghasilkan 6 liter solar, 1,5 liter minyak tanah, dan 2,5 liter bensin.

Dengan produksi terbatas, sudah ada pelanggan yang membeli BBM Plas. Untuk solar, misalnya, biasa dibeli oleh petani setempat untuk menghidupkan traktor. Begitu pula bensin dipakai untuk menghidupkan sepeda motor, termasuk untuk operasional sepeda motor roda tiga yang biasa dipakai mengangkut sampah di tempatnya bekerja.

”Bensin saya jual Rp 7.000 per liter, sedangkan solar Rp 6.000. Produksi BBM-nya memang sedikit karena saya tidak mengutamakan jumlah, tetapi saya punya keinginan bisa berbuat sesuatu untuk lingkungan. Berdasarkan informasi yang saya peroleh, Indonesia penghasil sampah kedua terbesar di dunia,” kata ayah empat anak ini.

Diajari ayah

Pengetahuan Muryani dalam membuat destilator diperoleh dari ayahnya, almarhum Sutarji. Saat duduk di bangku kelas IV SD, sang ayah yang berprofesi sebagai petani memberitahu Muryani bahwa ember plastik bisa menghasilkan cairan bila dibakar dalam wadah khusus. Cairan itu bisa disulut seperti BBM.

Kala itu Sutarji memberi contoh. Ia mengambil kaleng bekas sebagai wadah pecahan ember plastik. Pada bagian tutup kaleng diberi lubang dan pipa. Sedangkan bagian bawah kaleng kemudian dibakar. ”Ternyata dari kaleng itu menetes cairan yang bisa terbakar saat disulut,” tutur pria yang selama sekolah menyukai mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam itu.

Upaya Muryani pernah muncul pada tahun 1978 saat menjadi transmigran di Lampung. Muryani menjadi transmigran tahun 1976-2002. ”Saat di Lampung saya mencoba lagi, tetapi gasolin (cairan BBM) yang saya hasilkan belum bisa dipakai untuk menghidupkan sepeda motor,” ucapnya.

Setelah kembali ke Jawa tahun 2009, salah satu anaknya, Didik Hermansyah, memberitahu Muryani bahwa di Jepang ada alat destilator berukuran besar. Didik memperoleh informasi itu dari internet. Muryani yang merasa pernah punya pengalaman menghasilkan cairan BBM langsung menyambut usulan sang anak untuk membuat destilator. Sejak tahun 2004, dia merupakan ”Pasukan Kuning” sejak 2004 di Kelurahan Wlingi, Blitar.

Lalu, mulailah Muryani membuat mesin destilasi. Bahannya dari pelat dan botol air mineral sebagai kondensor (pendingin yang sekaligus berfungsi memilah bahan bakar). Semua biaya menggunakan uang dari kantong sendiri. Upaya itu membuahkan hasil, tetapi BBM yang keluar belum bisa digunakan untuk kendaraan. Ia harus menambahkan oktan boster baru BBM itu bisa dimanfaatkan.

”Setelah itu saya terus mencoba berinovasi. Proses demi proses saya lakukan, sampai tahun 2010 saya baru menemukan pemilahan hasil. Saat itu satu unit mesin bisa mengeluarkan solar, minyak tanah, dan bensin. Tapi, semua butuh penambahan oktan boster,” ucapnya anak ketiga dari empat bersaudara itu.

Kini, meskipun destilator ciptaannya banyak dibeli orang, hal itu tidak membuat Muryani memilih hengkang dari pasukan kuning. Sehari-hari ia tetap menjalani pekerjaannya itu, memilah dan memproses sampah. Ia juga tidak berencana mendirikan perusahaan alat destilasi sendiri.

Begitu pula dengan uang penjualan destilator, tidak masuk ke saku kantongnya. Uang itu digunakan untuk gaji petugas kebersihan yang berjumlah tujuh orang, serta masuk dana kas dan biaya operasional bank sampah. Semua yang dilakukannya semata-mata untuk mengurangi sampah plastik yang semakin banyak. Muryani tak pernah memikirkan keuntungan untuk dirinya sendiri.

”Penjualan sampah plastik bekas laku murah dan produk yang dihasilkan akan kembali mengotori lingkungan. Mungkin meniru orangtua saya yang peduli lingkungan. Pengetahuan saya soal IPA jika tidak seiring dengan Ilmu Pengetahuan Sosial, maka yang saya lakukan tidak akan berjalan sempurna,” tuturnya.

Apa yang dilakukan Muryani juga mempunyai andil terhadap dunia pendidikan. Lokasi bank sampah menjadi tempat edukasi. Sejumlah mahasiswa dari beberapa kota di Jawa Timur menjadikan model penanganan sampah di tempat itu menjadi bahan penelitian.

Tidak mengherankan jika lelaki yang berencana terus berinovasi mengembangkan ciptaannya itu menerima sejumlah penghargaan, mulai dari pemerintah kabupaten hingga Provinsi Jawa Timur. Pihak kementerian terkait juga berkunjung ke bank sampah tempatnya bekerja dan memberikan apresiasi. (W9-Rob)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.