Tumpang Tindih Bansos Covid-19 Waykanan Salah Siapa???

Lurah Blambangan Umpu Kabupaten Waykanan, Hasanuddin, SE., MM

CARUT marut pembagian bansos COVID-19 berbuntut panjang, di beberapa kampung dan kelurahan menuai protes para warga miskin yang layak mendapat bantuan tapi justru tidak mendapat bantuan.

Salah satunya sekelompok emak emak dari salah satu dusun sempat ingin berdemonstrasi ke kantor Kelurahan Blambangan Umpu. Namun niat mereka diurungkan dan sebagai gantinya enam orang utusan dari mereka mengunjungi lurah di kediamannya.

Pemerintahan kampung dan kelurahan tidak ingin disalahkan dalam kasus ini. Menurut Lurah Blambangan Umpu Hasanuddin, SE, MM perangkat kelurahan sudah bekerja maksimal.

Melalui RT dan Kadus mereka untuk mengumpulkan data 862 KK yang berkategori miskin sesuai instruksi pemerintah kabupaten Waykanan melalui camat Blambangan Umpu.

Dia mengaku sudah mengumpulkan 800 KTP dan KK seluruh warga miskin Blambangan Umpu, dengan harapan sebanyak banyaknya menjadi KPM (kelompok penerima manfaat) Bansos COVID-19 baik dari pusat maupun dana kabupaten.

“Namun ternyata hanya 172 orang dari sebanyak 800 orang itu yang namanya tercantum sebagai penerima dua jenis Bansos Kemensos tersebut,” katanya.

Nama nama tersebut justru banyak yang diluar dari daftar nama yang dia ajukan karena dianggap tidak layak menerima bantuan, bahkan ada penerima BST Kemensos yang penerima sudah meninggal dunia dan ada pula nama nama yang sudah pindah alamat.

“Karena kelurahan tidak memiliki BLT kelurahan, saya berharap sisa nama yang belum menerima apapun bentuk bansos dapat dicover oleh dana kabupaten” terang lurah.

Keluhan senada diutarakan juga oleh Pj Kepala Kampung Negeri Baru Gajah, Tera. Menurutnya Kementerian Sosial menggunakan data lama 2014 sehingga rata rata penerima manfaatnya orang yang mampu.

“Data yang dikirim ke kami terlambat kami sudah terlanjur membagikan BLT dana desa, akibatnya banyak data ganda. Kami terpaksa melakukan musyawarah dengan penerima manfaat yang ganda agar bersedia mengembalikan BLT dana desa yang sudah terlanjur dibagi” jawab dia via WhatsApp.

Menurut ketua APDESI Kabupaten Waykanan Hepan Suwita seluruh kepala kampung sudah bekerja keras bahkan lembur memverifikasi DTKS dan dikirm ke pusat melalui dinas sosial kabupaten. Seharusnya data yang dikeluarkan oleh kementerian adalah data terbaru.

Namun anehnya justru data yang dikirim kembali dari pusat kebkami data 6 tahun yang lalu. Akibatnya banyak yang tidak tepat sasaran dan kami yang dilapangan jadi korban cacian masyarakat.

“Tidak ada pilih kasih apalagi upaya korupsi. Tidak juga kami membawa atau dititipkan misi politik dalam penyusunan data orang miskin ini. Kami justru berusaha memverifikasi sebanyak banyak warga kampung sesuai dengan kriteria dan petunjuk dinas sosial kabupaten agar semua dapat bantuan,” ucap dia.

Keterangan para kepala kampung dan lurah ini dibenarkan oleh salah satu pejabat Dinas Sosial Kabupaten Waykanan. Pihaknya mengaku bekerja lembur di kantor, dan input DTKS itu sudah dikirim sebelum limat waktu tanggal 7 Mei 2020, tapi yang dikirim oleh pusat justru data 2014.

“Kami akan terus pantau perkembangannya agar tahap berikutnya jadi lebih baik” katanya dia yang menolak disebutkan nama lengkapnya.

Sementara Menteri Sosial Republik Indonesia Julian P Batubara dalam keterangan persnya beralasan bahwa keinginan presiden agar bansos ini segera cepat dibagikan ke masyarakat membuat terjadi beberapa kesalahan tidak tepat sasaran.

Namun jumlahnya tidak banyak dan mohon dimaklumi karena kita sedang dalam situasi darurat. Data yang digunakan oleh Kemensos dalam menentukan KPM bersumber dari daerah. Sayangnya pak menteri tidak menyebutkan data tahun berapa yang mereka gunakan. (W9_Joe)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

1 Komentar

  1. Kalo memang mereka sudah bekerja keras kenapa masih bisa terjadi kesalahan seperti ini,kami sebagai rakyat yg tak mampu,merasa di asing kan dari desa karena di setiap bantuan apa pun kami tak pernah terima